Mohon tunggu...
Etna Nena Oetari
Etna Nena Oetari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Simple, easy going, positive thinker, Mom, onlinesale

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendidik Anak Sejak Dini = Mendidik Diri Sendiri

31 Oktober 2015   21:25 Diperbarui: 20 April 2016   11:06 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada yang lain yang kepikiran selain mendidik diri sendiri kalo sudah membicarakan merencanakan pendidikan anak sejak dini. 

Bahkan kalo memang serius, sudah dimulai sejak sebelum menikah. Saat memilih pasangan. Karena mendidik anak berarti kerja sama antara Ayah dan Bunda. Kerja sama dalam arti Bunda bisa mandiin anak, Ayah juga bisa mandiin anak. Bunda menjaga anak, berarti Ayah juga bisa menjaga anak. Bukan Ayah semata-mata kerja dan saat di rumah hanya bagian anak saat manis dan lucunya saja. Giliran anak menangis, pup diserahkan ke Bunda padahal melihat dan tahu Bunda sedang sibuk urusan lain dan Ayah sedang tidak melakukan apa-apa.

Mendidik anak sejak dini juga berarti menggunakan berbagai macam referensi. Lewat berbagai media dan siapa saja. Karena jadi orang tua itu tidak ada sekolah formalnya. Jadi kalo tidak dimulai dari mendidik sendiri lewat belajar otodidak lewat buku, majalah, seminar dan lain-lain akan terasa berat dan memiliki anak serasa beban.

Brr...jahatnya bila menganggap anak sebagai beban yah. Padahal ga ada satu anakpun yang minta apalagi merengek-rengek minta dilahirkan. Setelah dilahirkan pun mereka tidak bisa memilih untuk dibesarkan dan dididik oleh orang tua seperti apa. 

Anak juga tidak bisa menyuruh-nyuruh orang tuanya belajar dulu tentang merawat fisik dan mendidik anak. Agar anak terhindar dari frustasinya dirawat oleh orang tua yang tidak konsisten, yang abai, yang sombong, orang tua yang tukang ngeluh dan sejenisnya. Yang saat anak meng-copypaste perilaku tersebut orang tua malah marah. Glekh.. 

Seandainya benarlah anak bisa memilih siapa orang tua yang pantas mendidik mereka, jangan-jangan lebih banyak anak yang tidak memilih orang tua asli yang melahirkan mereka sebagai orang yang mendidik, membesarkan mereka. Iihh...serem.

Jadi jauhilah diri qta sebagai orang tua dari MERASA paling berjasa dalamhidup anak-anak qta. Mungkin mereka kalo bisa memilih, akan melakukan pilihan yang akan mengejutkan qta seperti tadi. 

Karena selalu ada dua sisi untuk setiap hal

Maka

Panutan, Teladan itu apa-apa yang DILAKUKAN dan YANG TIDAK DILAKUKAN

Orang tua yang ADA, HADIR disekitar anak dan orang tua yang TIADA, TIDAK HADIR disekitar anak itu sudah SAMA-SAMA MENGASUH, MENDIDIK anak

Jadi bae-bae lah introkesi lebih mendalam lagi saat mendapati anak berperilaku buruk. Jangan sampai orang tua itu sepasang tapi selalu hanya SALAH SATUnya yang selalu MERASA paling benar sendiri, MERASA BUKAN PENYEBAB saat menghadapi anaknya berkelakuan buruk hanya karena TIDAK PERNAH ADA disekitar anak. Yang bergaransi tidak jadi solusi dan tidak akan ada yang hepi.

Mendidik anak sejak dini juga berarti bernyali untuk terus menerus intropeksi diri, memperbaiki diri tanpa henti. Dengan berlaku intropeksi dan memperbaiki diri sudah mendidik anak untuk berani mengakui, jujur dan menjadi diri sendiri yang original asli bukan imitasi.

Agar ke  depannya tidak tergoda untuk menjadi potokopi dari orang lain yang biasanya akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. (korupsi karena ingin bergaya hidup seperti iklan di majalah atau ditipi, operasi plastik agar jadi mirip selebriti dan lainnya)

Hmm.. walo mendidik anak sejak dini seperti identik dengan dunia pendidikan terutama pendidikan formal tapi yang terbayang oleh kami, anak-anak kami nanti adalah anak-anak yang mandiri juga sejak dini dengan kemampuan mereka menghasilkan uang sendiri untuk keperluan pendidikan atau hidup mereka nanti. Sehingga kami lebih fokus untuk merencanakan membangun jiwa entrepreneur sedini mungkin dalam jiwa mereka. Anti gengsi dan mencegah dari kecanduan pujapuji.

Mendoktrin ini pada diri sendiri dan anak-anak. Bahwa mamam gengsi, pengen dikagumi dan dipujapuji itu ngeriii. Bisa membuat orang melakukan apa saja yang tidak semestinya.

Juga ini, agar selalu waspada saat ingin berkeluh kesah, coba dicek ini...karena bisa dipastikan 3 inilah yang membuat diri MERASA kurang.

Dan ini, agar hidup itu dijalani dengan hepi. Targetnya dari dunia sampai akherat nanti. Yang artinya materi, jadi kaya itu MEDIA, PERANTARA bukan tujuan. Agar dalam pencariannya selalu takut tentang halal haramnya.

 Ada ini juga, tameng saat melihat iklan di berbagai media yang mengemas hidup itu bahagia lewat benda harta berharga, gaya hidup yang banyak gaya padahal semua itu semata jualan belaka yang fokusnya agar membuat yang nonton pengen beli

 Ada lagi yang ini agar mereka mawas diri saat melihat orang lain yang mereka idolakan dimasa pertumbuhannya. Kriteria kehebatan manusia itu terletak dari banyaknya manfaat yang dihasilkan dari perkataan perilakunya. Bukan banyak harta, bukan seberapa populernya, seberapa banyak yang memujanya...

 

 Sejak dunia pendidikan sudah penuh dengan orang-orang, guru-guru yang lebih sibuk fokus ngemodus penuh akal bulus demi mulungin fulus daripada MENDIDIK dan MENGAJAR yang membuat kami tidak lagi menggiurkan untuk dijadikan panutan dan patokan mendidik anak maka fokus mendidik sejak dini menjadi semakin penting maka fokus kami beralih menjadi pada baiknya budi pekerti, bagusnya pikiran dan hati, hepi, mandiri, segera bisa nyari duit sendiri :)) dan kesadaran bahwa hidup di dunia ini berlanjut lagi nanti...setelah mati.

 

Walo berusaha untuk terus intropeksi diri dan memperbaiki saja tidak jadi membuat hasil didikan qta sempurna. Jadi berbesar hati lah.  Bahwa qta orang tua tidak sempurna dan begitulah pula dengan anak-anak qta

*semua gambar adalah koleksi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun