“Kalau saya, pada dasarnya tidak mempermasalahkan urusan pribadi masing-masing. Yang menjadi masalah, ada urusan pribadi yang tidak bisa diterima secara norma dipublikasikan, saat ke ranah (publik) dan membuka diri kemudian mengajak secara tidak langsung, menurut saya itu yang melanggar etika dan norma, dan pasti saya tindak!” – Ridwan Kamil.
Komunitas sesama jenis ini belakangan semakin berani dan frontal menampakkan eksistensi diri mereka di ranah publik. Membiaskan batas antara kebebasan individu dan ruang publik. Yang paling mutahir dengan menggugat Menristekdikti, Menteri Pendidikan, Walikota Bandung, dan beberapa anggota DPR terkait pernyataan mereka di media massa yang dianggap menyebarkan kebencian terhadap kaum LGBT.
Selama ini kaum LGBT selalu memelintir pemahaman peraturan dan menjadikannya justifikasi atas publikasi eksistensi mereka, keliru dan terbolik-balik dalam memaknai Hak Asasi Manusia. Salah satunya Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945 :
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, … serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dariancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Hal yang menjadi batasan atas frasa berbuat sesuatu tersebut tidak diindahkan. Sebagai individu yang menjadi bagian dari entitas masyarakat yang kental dengan nilai/norma budaya dan agama, batasan tersebut ada pada frasa ancaman ketakutan, padahal kalimat tersebut ada dalam pasal yang sama. Publikasi yang dilakukan adalah satu ancaman dan ketakutan / kekhawatiran akan bergesernya nilai budaya, norma agama yang selama ini dipelihara sebagai identitas masyarakat tempat dimana mereka berada.
Konsep Privasi dan Ruang Personal tidak dapat diartikan sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya. Tidak semua hal bisa dimaknai sebagai hak di dalam hidup seorang individu, ia tidak dapat sepenuhnya memaksakan pemenuhan hak hingga 100 persen. Dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial, individu harus memperhatikan tuntutan dan harapan sosial terhadap perilaku yang ia lakukan di lingkungan masyarakat dimana ia tinggal. Kaum LGBT asyik beranggapan bahwa apa yang dapat terjadi di AS terkait legalitas pernikahan sejenis, publikasi kegiatan homoseksual, dapat pula terjadi di Indonesia. Ada unsur yang sangat membedakan yang menjadi identitas bagi kedua negara ini, yakni budaya.
Homoseksual dan lesbian sebagai hak privasi adalah urusan individu yang menjalani, hal tersebut menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing terhadap diri dan agama yang diyakini. Namun, ketika menampakkan diri ke ranah publik dengan ajakan, kampanye, diskusi, serta kegiatan-kegiatan lain yang masuk dalam lingkup publikasi baik itu langsung maupun tidak, disitu terjadi benturan dengan hak orang lain yang berada di ruang publik. Sesungguhnya hal inilah yang menjadi permasalahan yang semakin hari semakin larut dan harus diantisipasi. Berlarut-larut artinya harus ada tindakan tegas berupa sanksi pidana atas kegiatan publikasi yang dilakukan kaum LGBT.
Sumatera Selatan melalui Perda Kota Palembang No. 2 tahun 2004 tentang Pemberantasan Pelacuran, melakukan tindakan tepat dalam mengantisipasi hal ini. Pasal 8 Perda tersebut menyatakan bahwahomoseks, lesbian, sodomi, dan pelecehan seksual termasuk dalam perbuatan pelacuran, dan atas pelanggaran yang dilakukan diancam dengan sanksi penjara.
Di tahun 2003, pemerintah pernah ingin melegalkan pelarangan atas kegiatan homoseksual walau pada saat itu gagal disahkan. Ada pula UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman sanksi penjara maksimal 12 tahun, salah satu pengertian bentuk pornografi dalam pasal tersebut adalah kegiatan homoseksual dan lesbian.
Peraturan yang belum diupayakan salah satunya dengan membentuk SKB (Surat Keputusan Bersama)para Menteri, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Menristekdikti (mengantisipasi kegiatan publikasi LGBT di lingkungan institusi pendidikan), Menteri Sosial (memberi arahan dan pemahaman tentang nilai-nilai sosial yang ada di Indonesia), Menteri Agama (menuntun kembali pemahaman individu tentang esensi pernikahan), Menteri Dalam Negeri (mencegah berkembangnya paham LGBT di seluruh Indonesia), Menteri Kesehatan (memberi pemahaman tentang ancaman kesehatan pelaku LGBT seperti HIV AIDS) serta yang terutama Menteri Hukum dan HAM (memberi pemahaman yang benar tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia). Menkominfo juga dapat dilibatkan terkait tupoksi Kementeriannya dalam mengawasi arus informasi dan publikasi LGBT di media sosial.
Melihat SKB yang sebelumnya pernah dikeluarkan pemerintah terkait larangan kegiatan Jemaah Ahmadiyah yang diputuskan bersama oleh para Menteri terkait terdapat poin-poin yang dapat dijadikan pedoman untuk SKB Menteri mengenai kegiatan publikasi kaum LGBT seandainya hal ini dilakukan, antara lain:
- Pertimbangan poin (b):
Bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum - Pertimbangan poin (e):
Bahwa warga masyarakat wajib menjaga dan memelihara kerukunan untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat - Penetapan poin (kelima):
Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud diatasdapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
SKB Menteri menjadi kontrol yang paling mungkin dilakukan sebelum membawa isu LGBT ke produk hukum yang lebih tinggi seperti UU. Peraturan Menteri dalam hal ini SKB pasca dikeluarkannya UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah berkekuatan hukum sehingga bersifat mengikat.
Tujuan dibentuknya SKB adalah bukan untuk mendeskreditkan warga negara Indonesia yang menjadi pelaku LGBT namun agar kerukunan dan ketertiban kehidupan bermasyarakat tetap terjaga, dan yang lebih penting adalah untuk memelihara moral dan nilai-nilai masyarakat yang telah menjadi identitas budaya bangsa kita.
Dan dengan atau tanpa adanya satu peraturan pun yang melarang publikasi LGBT ke ranah publik, semoga saudara-saudara kita ini menyadari bahwa penyakit yang mereka idap sebenarnya dapat disembuhkan. Ah.. Sudah terlalu banyak tulisan yang mengatakan tentang hal ini, dengan berbagai dalih juga mereka selalu mencari pembenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H