Rabu 28 September 2022, Pengadilan Negeri (PN) Makassar kembali menggelar sidang kasus Paniai yang terjadi pada 7 Desember 2014 silam.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menetapkan bahwa peristiwa Paniai tersebut merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM berat.
Kejadian ini bermula saat kelompok pemuda menegur anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang membawa mobil tanpa menyalakan lampu. Namun, teguran ini ternyata menyebabkan pertengkaran yang berujung penganiayaan oleh TNI.
Sehari setelahnya, 8 Desember 2014, rombongan masyarakat Ipakiye mendatangi Polsek Paniai dan Koramil untuk meminta penjelasan atas kasus yang telah terjadi.
Namun, masyarakat merasa tidak mendapatkan tanggapan dan memicu ketegangan situasi yang memanas. Akibatnya, masyarakat melakukan aksi pelemparan batu pada pos polisi dan pangkalan militer. Menanggapi aksi ini, aparat malah melakukan penembakan untuk membubarkan massa yang mengakibatkan tewasnya beberapa warga sipil.
Dalam sidang tersebut, Jaksa mengungkapkan bahwa terdapat empat orang tewas, tujuh menderita luka tembak, dua luka robek, dan satu lainnya luka iris.
Jaksa penuntut umum menetapkan Mayor Infanteri Purnawirawan Isat Sattu selaku mantan Perwira Penghubung Kodim 1705/Paniai sebagai terdakwa.
Hal ini dikarenakan terdakwa yang memiliki kewenangan secara efektif bertindak sebagai komandan militer tidak melakukan tindakan yang layak untuk mencegah dan menghentikan anggotanya yang melakukan penembakan dan kekerasan sehingga mengakibatkan empat orang tewas.
Berdasarkan uraian kasus di atas, dapat dilihat bahwa terdapat empat unsur pelanggaran HAM yang terjadi dalam kasus ini, yaitu hak untuk hidup, hak untuk bebas, hak dari seorang anak, dan hak untuk perempuan.
Dilansir dari BBC (19/02/2020), Komnas HAM berpendapat bahwa pelaku pelanggaran HAM di Paniai berasal dari aparat TNI yang menyebabkan terjadinya kasus penembakan dalam aksi damai tersebut.