Empati berasal dari kata pathos (dalam bahasa Yunani) yang berarti perasaan yang mendalam. Empati pada awalnya digunakan untuk menggambarkan suatu pengalaman estetika ke dalam berbagai bentuk kesenian. Empati berbeda dengan simpati. Perasaan simpati sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang menggambarkan perasaan seseorang kepada orang lain. Beda antara empati dan simpati adalah, bahwa simpati lebih memusatkan perhatian pada perasaan diri sendiri bagi orang lain, sementara itu perasaan orang lain atau lawan bicaranya kurang diperhatikan. Sedangkan empati lebih memusatkan perasaannya pada kondisi orang lain atau lawan bicaranya. Empati juga berhubungan dengan bagaimana orang lain merasakan diri saya, baik masalah saya maupun lingkungan saya (Asri Budiningsih, 2013).
Istilah empati pertama kali digunakan oleh Carl Rogers (dalam Pangaribuan, 1998) seorang tokoh psikologi humanistik. Istilah-istilah seperti kehangatan (warmth), kepedulian (compassion), rasa hormat (respect), penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard), ketulusan (genuineness), dan pemahaman (understanding) di dalam teorinya banyak digunakan oleh para peneliti. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk mengkomunikasikan pemahaman terhadap perasaan, pikiran, dan motif-motif orang lain.
Kata empati mengandung makna bahwa seseorang mencoba untuk mengerti keadaan orang lain sebagaimana orang tersebut mengertinya dan menyampaikan pengertian itu kepadanya (Hansen, dkk., 1982). Empati berarti masuk ke dalam diri seseorang dan melihat keadaan dari sisi orang tersebut, seolah-olah ia adalah orang itu. Menurut Dahlan, seseorang dikatakan memiliki empati jika ia dapat menghayati keadaan perasaan orang lain serta dapat melihat keadaan luar menurut pola acuan orang tersebut, dan mengkomunikasikan penghayatannya bahwa dirinya memahami perasaan, tingkah laku, dan pengalaman orang tersebut secara pribadi (Pangaribuan, 1993).
Carkhuff mengartikan empati sebagai kemampuan untuk mengenal, mengerti dan merasakan perasaan orang lain dengan ungkapan verbal dan perilaku, dan mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain. Empati merupakan dimensi yang penting dalam proses pemberian bantuan. Brammer mengartikan empati sebagai cara seseorang untuk memahami persepsi orang lain dari kerangka internalnya. Sedangkan menurut Rogers empati merupakan cara mempersepsi kerangka internal dari referensi orang lain dengan keakuratan dan komponen emosional, seolah-olah seseorang menjadi orang lain, tetapi masih menyadari kondisinya yang seolah-olah tadi (Pangaribuan, 1998). Empati dikatakan akurat jika pemahaman individu terhadap keadaan orang lain benar, dalam arti sesuai dengan penghayatan orang yang diberi empati.
Hurlock (1991) menjelaskan bahwa empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami perasaan dan emosi orang lain serta kemampuan untuk membayangkan diri sendiri mengalami perasaan yang sama dengan orang tersebut.
Riess (2011) mengemukakan empati adalah kemampuan individu yang melibatkan proses kognitif dan afektif yang memungkinkan individu untuk menempatkan diri berada di posisi dan emosional orang lain. Kemampuan empati tersebut berupa respon emosional yang sangat menyerupai respon emosional orang lain, tanpa individu kehilangan kontrol dirinya (Taufik, 2012).
Berempati tidak hanya dilakukan dalam bentuk memahami perasaan orang lain semata, tetapi harus dinyatakan secara verbal dan dalam bentuk tingkah laku. Tiga tahap dalam berempati menurut Gazda, dkk., (1991) adalah:
- Tahap pertama, mendengarkan dengan seksama apa yang diceritakan orang lain, bagaimana perasaannya, apa yang terjadi pada dirinya.
- Tahap kedua, menyusun kata-kata yang sesuai untuk menggambarkan perasaan dan situasi orang tersebut.
- Tahap ketiga, menggunakan susunan kata-kata tersebut untuk mengenali orang lain dan berusaha memahami perasaan serta situasinya.
Proses ini tidaklah mudah, tetapi jika sering dilakukan akan menjadi terbiasa (otomatis). Respon-respon empati akan berpengaruh terhadap orang yang diberi empati. Orang tersebut merasa didengarkan, diperhatikan, dipahami masalahnya, dan dihargai. Respon-respon yang bermakna akan melahirkan interaksi yang bermakna juga.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan penting dalam pergaulan adalah berempati, yaitu kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, menerima sudut pandang mereka, menghargai perbedaan perasaan orang terhadap berbagai macam hal, menjadi pendengar dan penanya yang baik. Kemampuan-kemampuan tersebut sebagai suatu seni bekerja sama dan untuk menghindari konflik. Empati mengarah kepada kepedulian, mementingkan orang lain dan belas (Asri Budiningsih, 2013).
Adapun komunikasi interpersonal dapat didefinisikan sebagai proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang satu orang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang diketahui balikannya. Komunikasi interpersonal adalah proses membentuk hubungan dengan orang lain. Namun menurut Wood (2010: 21) menyatakan bahwa cara terbaik mendefinisikan komunikasi interpersonal adalah dengan fokus kepada apa yang terjadi bukan pada di mana mereka berada atau berapa jumlah mereka yang terlibat.
Merumuskan pengertian komunikasi interpersonal dapat dilakukan dengan mencari tahu makna dari interpersonal. Kata interpersonal adalah turunan dari awalan "inter" yang berarti "antara" dan kata "person" yang berarti "orang". Komunikasi interpersonal secara umum terjadi antara dua orang (Asri Budiningsih, 2013).