Mohon tunggu...
Sid noise
Sid noise Mohon Tunggu... Buruh - Jangan Mau di Bungkam

Akun subsidi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Realitas Virtual, Korona, dan Krisis Sebenarnya

2 Agustus 2020   20:36 Diperbarui: 2 Agustus 2020   21:16 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kekhawatiran masyarakat atas corona virus sangat besar sampai menimbulkan banyak spekulasi bahkan sampai ada yang menghubungkannya dengan teori konspirasi seperti senjata biologis yang bocor kemudian ada yang dikaitkan dengan ulah Amerika untuk menghambat ekonomi Cina ada juga yang menghubungkannya dengan pola makan orang china.

Melihat dari itu semua kita tahu bahwa masyarakat bumi sedang mengalami masalah hyper realitas, kita tidak menyadari realitas sesungguhnya karena kita sadar bahwa realitas saat ini menjadi komoditas media yang mempunyai kepentingan yang dijadikan referensi oleh manusia untuk berpikir atau mengetahui bukan berdasarkan indrawi (realitas virtual).

Apa daya kita jika penyedia informasi (media) ini berbohong atau menyisipkan informasi yang salah bagaimana cara kita memisahkan berita faktual dan opini?

Kita sampai lupa bahwa di dunia ini ada yang lebih mengerikan dibanding covid-19 ada di depan mata kita, membunuh lebih banyak manusia, merusak lingkungan lebih parah lagi padahal sangat dekat dengan kita tapi kita abaikan karena kita tidak paham bahwa hal ini sangat berbahaya, untuk hampir setiap jenis manusia di planet ini.

Yang penulis mau bicarakan dalam hal ini bukan terkait penyakit tapi kesadaran kita sebagai manusia yaitu makanan sisa.

Makanan sisa secara statistik membunuh lebih banyak manusia, merugikan ekonomi lebih besar daripada korona, juga memiliki efek antar generasi yang jauh lebih menakutkan.

Makanan sisa yang kita lihat dan kita buang selama ini menyebabkan 1,5 juta bayi di planet ini meninggal. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada covid-19 yang diberitakan oleh media secara luas, tetapi fakta mengenai terbunuhnya jutaan bayi dan orang dewasa yang tanpa kita sadari juga bahwa kita bagian yang harus di salahkan terkait makanan sisa ini, kita salah satu pihak yang harus disalahkan.

Apa hubungan nya dengan makanan sisa?

1. Kemanusiaan

Di indonesia saja per orang dalam satu tahun menghasilkan sisa makanan sebanyak 300-400 kg jika diakumulasikan indonesia menghasilkan makanan sisa 500 kali lebih berat dari monas, 7500 ton per hari sampah makanan kita buang bagai menyeka ingus, dan laporan ABD menyebutkan 22 juta orang indonesia kelaparan dan kurang gizi, dengan kenyataan indonesia bukan negara maju sehingga membuat 30% bayi di indonesia ini stunting atau kurang gizi.

Kasus terbanyak terjadi di hotel dan ketering dan fakta makanan terbuang itu seharusnya bisa menghidupi masyarakat kita yang kelaparan. Dalam hal ekonomi indonesia mengimpor sampah makanan senilai 27 triliun untuk di olah menjadi pakan ternak tapi kita membuang lebih banyak dari itu.

Begini, sampah makanan yang kita buang ini menjadi polusi yang upaya untuk membersihkan nya menghabiskan dana 2 triliun, lalu kita beli sampah makanan dari luar senilai 27 triliun untuk industri pakan ternak sementara ada 22 juta saudara kita sebangsa tanah dan sebangsa air terancam mati kelaparan lalu kita panik soal virus corona?

Kita merugikan negara sebanyak 27 triliun untuk belanja sampah lalu kita buang 2 triliun untuk upaya pembersihan sehingga secara ekonomis nilai kerugian kita 29 triliun.

Pemerintah DKI Jakarta saja tahun lalu mengajukan anggaran 2 triliun hanya untuk MEMPERBAIKI sekolah, lalu berapa banyak bangunan sekolah BARU yang kita bisa buat jika 29 triliun itu tidak kita buang?

29 triliun itu jutaan mulut bisa terisi makanan, bos.

Padahal indonesia dikenal dengan negara dunia ketiga, negara miskin, Indonesia masih merangkak, politik dan pertumbuhan ekonomi kita jelek, tapi kita membuang begitu saja 29 triliun seperti menyeka ingus ini baru masalah makanan.

2. Lingkungan hidup

Sisa makanan yang kita buang itu mengahasilkan efek rumah kaca lebih besar 27 kali lipat dari karbondioksida bayangkan dampak gas metana yang ditimbulkan oleh makanan sisa yang kita buang.

Pemanasan global ini dampak ekonomi sosial sampai korban jiwa nya itu luar biasa, kira berfikir bagaimana cara pemanfaatan sampah plastik yang membunuh biota laut dan hewan darat tapi apakah kita memikirkan sampah makanan yang membunuh manusia di planet ini.

Sampah makanan ini 55% dari seluruh sampah yang ada.

Kenapa tidak kita gunakan dengan mekanisme tertentu hal ini dijadikan subsidi untuk fakir miskin, 1/3 - 1/2 makanan yang kita makan setiap hari itu di buang.

Dengan fakta seperti ini kenapa kita harus makan atau jajan di tempat yang mahal, mewah, padahal itu semua memperburuk kesehatan, karena dengan cara makan kita yang seperti itu kita merubah lingkungan menjadi semakin buruk, dampak nya lintas generasi.

Sesekali kunjungi BPS dan lihat data orang yang mati kelaparan dan kurang gizi di indonesia sebelum membuang sisa makanan mahal dan mewah yang kita bangga karena sanggup membelinya.

Kita masuk ke bahasan global / dunia,

Indonesia itu penghasil sampah makanan terbanyak kedua di dunia di bawah Saudi Arabia yang katanya negara Islam. Sementara tetangga Saudi yaitu yaman sedang mengalami krisis pangan yang luar biasa, coba pikirkan sekali lagi mana yang lebih fatal dari pada agama maksud saya virus corona, sampah makanan kita di dunia itu 1,3 miliar ton per tahun dan itu menurut FAO bisa memberi makan 800 juta orang di dunia dan berapa manusia yang kelaparan di planet ini?

Sekitar 790 juta orang, jadi dengan mekanisme tertentu kita bisa alihkan makanan sisa itu bukannya dibuang tapi diberikan pada 790 juta orang, sayangnya distribusi pangan mekanismenya tidak terpikirkan dan kalah dengan ketakutan akan virus corona, mers, sapi gila, flu burung dan lain sebagainya.

Dampak kita menyia-nyiakan makanan ini kita membunuh 1,3 juta bayi di dunia karena kita terlalu banyak makan, Yaman 18 juta orang kelaparan 11 juta di antaranya tidak bisa makan tanpa bantuan dan Indonesia negara yang damai tanahnya subur gemah ripah loh jinawi 22 juta orang mengalami kelaparan dan gizi buruk, tanpa mengurangi simpati terhadap covid-19 kita bandingkan. Dari makanan yang kita buang ratusan juta orang kelaparan beberapa juta di antaranya meninggal, mana yang harusnya lebih kita khawatirkan?

Kembali lagi ini adalah hyper realitas di mana pengetahuan terbagi dan bergantung pada media masa dan kita begitu egois merasa kita mampu membeli makanan tapi virus tidak memandang kemampuan ekonomi seseorang untuk terjangkit.

Dalam masalah agama apapun itu agamanya saya yakin kita sangat berdosa

"Bukan termasuk orang beriman oranv yang kenyang sedangkan kita tahu saudara kita kelaparan." (HR. Bukhori)

Dalam konteks agama kita makan makanan haram.

Mari kita termasuk saya mengupayakan makanan yang efektif dan efisien yang tidak menghambur-hamburkan yang setiap suapan dari piring kita itu kita pikirkan banyak orang yang terancam mati karena kelaparan.

Bukan untuk menyalahkan siapa-siapa tapi kita coba introspeksi paling tidak kita melakukannya untuk diri kita sendiri dengan cara menghemat makanan dan jika memang harus di buang maka carilah cara agar tidak merusak lingkungan terlebih bisa bermanfaat seperti dibuat pupuk dan olahan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun