Alkisah di sebuah perkampungan yang bernama Leuwi Loa, hiduplah seorang Nenek dan Cucunya. Mereka hidup dalam kemiskinan. Walaupun demikian, ia suka berderma dan membantu yang mengalami kesusahan. Karena sifatnya itulah, banyak orang yang suka pada mereka.
Pagi sekali, datanglah seorang peremuan tengah baya yang mempunyai anak tiga dengan maksud meminta tolong untuk meminjam beras . Perempuan baya beranak tiga itu sudah enam bulan ditinggal suaminya pergi bekerja tapi sampai saat ini belum pulang juga .Untuk menapkahi ketiga anaknya perempuan baya itu setiap harinya menerima belas kasihaan para tetangganya .
“ Nek, tolonglah saya! Hari ini saya tidak bisa memberi makan anak- anak .” kata perempuan baya itu sambil menundukan wajahnya.”
“Saya malu sekali, sering datang untuk meminjam beras. Seandainya nanti suamiku pulang insaallah saya akan membayar hutang yang sudah tidak terhitung lagi ke Nenek .” Kata perempuan baya itu sambil menyeka air mata yang meleleh ke pipinya yang pucat pasi.
“Hari ini Nenek hanya punya beras dua liter saja Nyai. Kalau Nyai membutuhkannya, bawa saja satu liter agar anak- anak bisa makan.” Kata Si Nenek itu sambil beranjak dari duduknya berjalan menuju dapur.
Karena sifatnya penyayang dan baik hati, beras yang ia punya dua liter itu pun dia berikan satu liter beras ke perempuan baya itu.
Dengan gembiranya perempuan baya itu menerima beras dari tangan Si Nenek. “Terima kasih Nek, semoga Allah SWT melimpahkan pahala dan rizki yang besar kepada Nenek yang telah menolong saya.” Diciumnya tangan Si Nenek dengan penuh hormat.
“Aamiinnn...cepat pulang Nyai ! Anak- anak pasti menunggumu. Kasihan mereka pasti lapar.” Jawab Si Nenek itu dengan penuh kasih sayang. Maka pergilah perempuan baya itu meninggalkan rumah Si Nenek itu.
Di luar mentari mulai tersenyum indah. Burung- burung bernyanyi riang dan beterbangan kesana kemari. Hawa dingin masih menyelimuti kampung itu, membuat orang malas untuk beranjak ke luar rumah. Sepulangnya dari perempuan baya itu seperti biasanya Si Nenek selalu memasak nasi untuk sarapan cucunya yang ia sayangi bernama Udin. Diasur- asurnya kayu ke dalam tungku yang mulai padam. Saat itu cucunya yang bernama Udin memanggil neneknya yang sedang memasak di dapur.
Nek !!! Nenekkkk .....!!!! teriak Si Udin dari kamar berbilik yang sempit dan pengap itu. Si Nenek itu tidak menjawab mendengar teriakan cucanya itu karena mulutnya masih meniup selongsongan yang ditujukan ke tungku yang apinya sudah mulai padam
“Nenekkkkkkkkk !!!!!! teriak Si Udin semakin keras teriakannya. “ Ya Cucukuuuu.....ada apa ? Nenek lagi masak di dapur. Datanglah kesini Cu!” jawab Si Nenek itu sambil memasukan kembali kayu ke tungku . Karena perih kena asap itu mata Si Nenek mengeluarkan air mata.Ia menyeka air matanya dengan ujung kebaya yang lusuh dan kumal itu. Maafkan Udin Nek ! Udin tidak tahu kalau Nenek ada di dapur, hingga Udin berterik kencang . Nenek marah ya sama Udin hingga Nenek menangis? Kata Si Udin sambil menundukan wajahnya yang polos penuh penyesalan.