By Nelfi Syafrina No 406 Foto diambil dari google image
Vei dan teman-temannya baru pulang sekolah. Ia terlihat bergegas menuju rumah. Matahari bersinar begitu terik, membuatnya sangat haus. Beberapa kali Vei mengusap peluh yang mengalir di keningnya.
Ketika menyeberangi jalan, mata Vei melihat secarik kertas. Seperti kebiasaannya, Vei memungut kertas itu untuk dibuangnya ke tong sampah. Sayangnya tidak ada tong sampah di sekitar Vei. Vei lalu memasukkan kertas itu ke kantong bajunya.
“Nanti, di rumah saja ku buang sampah ini,” gumam Vei sambil meneruskan langkahnya.
“Assalamualaikum,” Vei membuka pintu rumahnya. Tidak ada yang menyahut. Vei yakin ibu masih di pasar. Ibunya memang berjualan di pasar membantu ayah. Mereka punya toko kelontong di pasar yang tak jauh dari rumah. Ia masuk ke rumahnya. Dilemparkannya tas ke kursi. Ia buru-buru menuang air ke gelas. Lalu meneguknya hingga habis.
“Vei! Main yuk!” terdengar suara Ken memanggil. Ken sahabatnya. Mereka selalu bersama. Teman-temannya sering meledek Vei seperti cowok. Mungkin karena Vei suka bermain dengan Ken. Apalagi Vei juga suka memanjat pohon dan bermain layangan bersama Ken. Mereka sudah seperti saudara.
Vei berlari ke pintu,“sebentar Ken! Aku baru saja sampai,” sahut Vei. “Duduk dulu deh, aku ganti baju dulu ya?” Vei berlari ke kamarnya. Beberapa menit kemudian Vei sudah kembali dengan baju rumahnya. Kaos dan celana selutut, pakaian Vei sehari-hari. Di tangannya ada secarik kertas.
“Kertas apaan tuh Vei?” Ken memandangi kertas yang di tangan Vei dengan rasa ingin tahu.
“Aku menemukannya di jalan, tadinya ku pikir ini sampah. Tapi coba kamu lihat deh,” Vei menyerahkan kertas itu kepada Ken.
Kening Ken berkerut. Ia bingung membaca tulisan yang ada di kertas itu. Baru sekali itu ia melihat tulisan seperti itu. “Jimat kali Vei,” ujarnya ragu.
“Jimat.., Jimat apaan?” Vei kembali memperhatikan kertas itu.
“Itu ... yang pernah kita lihat dulu di warungnya Mpok Mumun,” Ken mengingatkan Vei. Mereka pernah melihat tulisan Arab yang ditempelkan di dinding warung Mpok Mumun. Menurut guru ngaji Vei, orang-orang sering menggunakan tulisan arab tertentu menjadi jimat. Ketika Vei bertanaya pada Mpok Mumun tentang tulisan itu, dia mengatakan bahwa tulisan itu didapatnya dari orang tuanya dulu. Katanya biar warung mereka laris.
Tapi Vei dan Ken sudah mengingatkan Mpok Mumun bahwa itu sama saja dengan syirik dan hukumnya adalah dosa bagi umat islam yang menjadikan itu sebagai jimat. Setelah itu Mpok Mumun tidak memajangnya lagi.
“Gak mungkin tulisan ini jimat Ken. Lihat aja, tulisan ini tidak menggunakan huruf Arab,” bantah Vei. Dia memperhatikan lagi tulisan yang menurutnya aneh itu. Di awalnya ada huruf E, selanjutnya seperti huruf Y terbalik dan seperti angka 3 terbalik. Ada juga seperti huruf A kecil untuk tegak bersambung. Semua huruf itu tidak bisa dibaca Vei secara utuh. Meskipun ia sudah beberapa kali membolak-baliknya. Kalaupun dibacanya dengan menggunakan Bahasa Indonesia, bunyinya akan terdengar aneh.
“Bisa saja yang punya jimat ini membuatnya bukan dengan tulisan Arab.” Ken bersikeras dengan pendapatnya.
“Tapi, kalau ini jimat, kenapa orang itu membuangnya?” Vei masih ragu dengan pendapat Ken.
“Barangkali orang itu nggak sengaja menjatuhkan kertas ini.”
“Gak mungkin ah, mending kita tanya aja yuk, barangkali ada yang tahu ini tulisan apa?” ajak Vei. Sifat detektifnya muncul. Selau saja begitu jika ada seseuatu yang mengganjal hainya, dia akan mencari tahu samapi dia mendapatkan jawabannya.
Ken menggangguk,”Tapi mau tanya ke siapa?”
“Iya, ya.” Vei menggaruk kepalanya.”Ah sudahlah, besok aja kita tanya bu guru,” putus Vei.
“Tapi jangan dibuang ya Vei. Kalau ini bener jimat, ntar kamu bisa kualat loh,” goda Ken.
“Aku gak takut kualat. Kan ada Allah yang menjagaku. Aku hanya ingin tahu ini tulisan apa? Dan artinya apa?” sahut Vei yakin. Vei meletakkan kertas itu di meja belajarnya.
“Kamu udah makan Ken? Aku mau makan dulu ya,” Vei berjalan menuju ruang makan. Ken mengiringi langkah Vei. Vei membuka tudung saji yang menutupi lauk di atas meja makan. Ada ikan bakar dan sayur labu siam kesukaannya di situ. Aroma ikan bakar membuat perutnya semakin keroncongan.
“Makan yuk,” ajak Vei sambil menyendokkan nasi ke dalam piring. Ken menggangguk ia mengambil piring dan ikut makan bersama Vei. Sebelumnya tak lupa mereka membaca doa sebelum makan. Lahap sekali mereka.
Lalu Vei mencuci piring yang baru saja digunakannya, demikian juga Ken. Setelah itu mereka main kelereng di depan rumah. Sebentar saja mereka main, Ken dan Vei kembali teringat isi kertas tadi.
“Mungkin nggak ya, itu salah satu tulisan dari negara lain? Seperti Jepang dengan huruf kanjinya?” tebak Vei. Ia pernah juga melihat tulisan dengan huruf berbeda, yang digunakan masyarakat India. Tapi tulisan yang dibacanya tadi bukan seperti tulisan atau huruf dalam bahasa India.
“Bisa aja, kita cari di google aja yuk Vei,” saran Ken. Mereka penasaran sekali ingin mengetahui arti dari tulisan itu. Vei mengangguk. Ia segera mengemasi kelerengnya. Setelah itu mereka masuk ke rumah.
Hati-hati Vei menyalakan colokan komputer. Lalu memasang modem internet dan mulai mencari google. Di komputer muncul Tab Google. Vei mengklik Google Terjemahan. Beberapa saat kemudian mereka terlihat asyik mencocokkan tulisan di kertas itu dengan beberapa tulisan dari berbagai negara. Vei sudah mencoba menyamakan dengan huruf dari negara Turki, India dan Israel. Tapi hasilnya tidak satupun yang sesuai dengan tulisan di kertas itu.
“Kita scan aja tulisannya Vei.”
“Ya ampun! Kenapa gak kepikiran dari tadi ya?” Vei menepuk keningnya. Ia segera menyalakan mesin scanner. Lalu diletakkannya kertas itu. Setelah proses scan berhasil, mereka langsung mengcopy tulisan itu dan menyalinnya ke menu terjemahan Google. Begini bunyi tulisan itu: Ελευθερία ή Θάνατος.
Vei mengklik satu persatu pilihan negara yang menggunakan bahasa seperti di tulisan itu. Tapi terjemahan yang diinginkannya tidak muncul.
"Mungkin ini memang jimat Vei," Ken hampir menyerah.
"Nanti dulu, masih ada beberapa negara lagi yang belum diterjemahkan," sahut Vei, matanya tak lepas dari komputer.
"Yes! ini dia," pekik Vei. Ia berhasil menemukan jawabannya di negara Yunani. Ternyata tulisan itu berararti "Merdeka atau Mati".
“Hahaha... ternyata artinya itu. Nggak jadi kualat kan aku?” Vei tak kuasa menahan geli. Ken pun ikut terkekeh.
***
NB : Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Community.
Silakan bergabung di group FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H