Mohon tunggu...
Meuthia Ayu Nelarenata
Meuthia Ayu Nelarenata Mohon Tunggu... -

like culture, i'm liquid and open to new ideas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Audiens Bingung!

14 April 2010   15:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:47 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah nyaris empat tahun saya menimba ilmu tentang media, periklanan dan hubungan masyarakat. Sudah nyaris empat tahun pula saya selalu "sok tahu" tentang media, periklanan dan hubungan masyarakat. Dan sudah nyaris empat tahun pula saya selalu tidak bisa menikmati program-program yang ditawarkan oleh televisi swasta yang mengudara setiap hari.

Tidak, saya tidak akan menggunakan istilah keren atau bahasa berat-berat seperti sauh kapal, tidak! Kali ini saya cuma kepingin curhat kok!

Begini, saya ingat sekali ketika dulu, waktu jaman semester satu sebelum umur saya sudah dua satu dosen saya pernah berkata yang kira-kira bunyinya seperti ini,

"Mulai dari sekarang siapkanlah diri kalian karena kalian sama sekali tidak akan bisa menikmati produk media seperti dulu. Setelah kalian menggali ilmu komunikasi nantinya secara otomatis otak kalian akan selalu menganalisis apa sebenarnya yang ada di belakang media. Bersiap-siaplah!"

Waktu masih semester satu sebelum umur saya sudah dua satu mah cuek bebek aja, santai kaya di pantai! Seperti biasa, omongan dosen di kelas cuma numpang lewat di telinga mahasiswa. Ibarat orang yang suka tiap minggu dateng ke fast food buat nukerin sms dengan paket lima ribuan yang dicurhatin soal gerakan anti-kapitalisme, menanggapi sekenanya, "iya iya" saja biar cepat.

Tapi setelah semester tujuh dan umur saya sudah jalan dua dua, saya baru merasakan imbasnya. I can't even enjoy reality show. Sewaktu sedang menonton saya malah sibuk ngeliatin arah kamera dan bersorak, "yaela, ini mah keliatan banget bohongnya. Masa adegan si talent lari eh kameranya udah nungguin paling depan." Terus waktu nonton sinetron sendirinya cuma bisa geleng-geleng sambil mengeluh, "aduh kenapa sih sinetron Indonesia isinya usaha pengen ngebunuh orang semua, mau di season satu kek, mau udah season delapan kek. Contoh tuh serial barat, mau lebay juga tetep aja keren, edukatif lagi!" Niat mau pinter dikit coba-coba deh nonton berita, eh malah nyeletuk gini, "Yaolo ni apaan sih, nggak nge-cover both side!" Giliran ngeliat berita musibah di tipi saya cuma bisa geleng-geleng sambil istiqfar terus ngomel lagi, "Yailah, orang kena musibah kok ditanya bagaimana perasaannya?!" Ya pokoknya hal-hal seperti inilah yang membuat saya mulai merasa sinting. I just think too much!

Mungkin karena sudah terlanjur stress karena memiliki imaji dan standar tinggi tentang produk media (tapi mendapati kenyataan bahwa hasilnya tidak seperti itu). Tak bisa menerima kenyataan, akhirnya sedikit demi sedikit saya mulai mengacuhkan media. Kalau ada gerakan "Matikan TV Anda 24 jam saja" mungkin saya mampu melakukannya selama tiga hari eh dua hari deh. Puncak stress saya dalam bermedia terjadi dalam minggu-minggu ini. Sungguh! Saya adalah tipe orang yang paling malas sekali menonton berita. Tapi karena sudah jenuh melihat acara talk show dan kuis tebak-tebak lagu yang saya juga tidak mengerti, akhirnya terpaksalah saya menonton berita. Tapi apa yang saya dapatkan, lagi-lagi ngedumel. Kok isinya aneh-aneh semua ya yang masuk berita. Balita ngerokoklah, makelar kasus lah, balita makan kapas lah, artis video 3gp mau jadi wakil rakyat lah.

Aduh aduh, lama-lama sepertinya saya bisa gila! Otak saya yang udah panas gara-gara ngurusin rumpon jadi makin penuh. Kenapa jarang sekali media yang menyediakan porsi berita yang seimbang? Maksudnya ya jangan kayak saya ini, nonton berita jadi malah ngebebanin pikiran, jadi mikirin nasib negara. Mbok ya, ada yang seneng-seneng dikit gitu lho! Apa saya aja yang nggak nonton berita versi senang-senangnya kali ya? Begitulah, intinya sekarang saya sama sekali tidak bisa menikmati media. Saya benar-benar merasa terpaksa! Saya sungguh sangat merasa dipaksa untuk mengisi prime time saya dengan air mata palsu dan kasus pembunuhan berencana (sinetron maksudnya)

Jadi kapan kiranya media di Indonesia akan benar-benar menyediakan materi yang benar-benar sangat dibutuhkan oleh audiensnya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun