Mohon tunggu...
Neli Amelia
Neli Amelia Mohon Tunggu... Administrasi - Berkelana di mimpi-mimpi

Samarinda

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Tradisi Ramadan yang Ada di Samarinda

10 Mei 2019   00:01 Diperbarui: 10 Mei 2019   00:48 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://spotun1k.blogspot.com 

Iringan suara alat musik sederhana  mewarnai sahur di Samarinda, mereka menggunakan alat-alat  yang sederhana seperti rebanda dan kendang hingga botol bekas minuman pun menjadi alat tempur untuk membangunkan warga sekitar yang disebut juga dengan " Bagarakan Sahur".  Bagarakan berasal dari kata "garak" yang berarti gerak. Kata "garak" diberi imbuhan ba-an, sehingga menjadi "bagarakan" yang berarti bergerakan.  Biasanya yang memainkannya adalah anak-anak dan pemuda setempat dengan pekikan " Sahur, Sahur, Sahur !!". 

Tradisi ini telah lama sekali dilakukan hingga pernah suatu hari dilombakan. Mereka membunyikannya dengan irama yang indah bukan sekadar asal main hingga mengagetkan orang tidur. Meski tradisi ini mulai jarang dilakukan karena orang-orang sudah terbiasa dengan bunyi alarm untuk membangunkan tidur, namun saya rasa ini adalah suatu tradisi yang layak untuk dilakukan karena selain mengasah kreativitas dalam memanfaatkan barang-barang bekas untuk membentuk suatu alunan musik, hal ini pun tidak jarang menjadi perekat kebersamaan warga sekitar dan menurut saya sangat mengasyikkan bila mereka lewat depan rumah dan tidak menggangu sama sekali jikalau dilakukan dengan beradab sesuai tujuan awal yaitu membangunkan orang untuk sahur. 

Sumber: http://spotun1k.blogspot.com 
Sumber: http://spotun1k.blogspot.com 

Kalau tadi berbicara masalah membangunkan sahur, yang ini berkaitan dengan kuliner di Samarinda dan merupakan tradisi yang sudah turun-temurun juga loh. Setiap tahun ada suatu Masjid tertua di Kota Samarinda yang bernama Masjid Shiratal Mustaqim yang didirikan pada tahun 1881 dan lokasinya berada di Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang yang mempertahankan tradisi membuat Bubur Peca untuk menu berbuka puasa.

Kata "Peca" berasal dari bahasa Bugis, yang berarti 'lembut'. Bubur ini dibuat dari paduan beras yang diaduk perlahan, secara terus menerus dalam panci besar panjang yang berisi air mendidih. Bumbu yang digunakan meliputi daun pala dan kayu manis yang direbus hingga masak.

Selain itu, ada bumbu utama yang merupakan gabungan dari beberapa rempah, tak ketinggalan bawang merah, bawang putih, jahe, dan kunyit. Lalu ditambah salah satu potongan daging ikan, sapi, ayam, hingga tudai (kerang). Jika anda penasaran, mari datang berbuka puasa di Masjid yang juga menjadi tempat bersejarah bagi masyarakat Kota Samarinda. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun