Dear Doctors
Saya simpati dan apresiasi para dokter dan nakes (tenaga kesehatan) di Indonesia dan seluruh dunia yang menjadi garda terdepan dalam bencana covid19 dan penyakit-penyakit pandemi lainnya.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan simpati kepada kalangan medis, saya ingin menyampaikan catatan bahwa untuk situasi serangan virus ini setidaknya ada dua approach yang dapat diupayakan. Pertama penanganan pasien yg positif atau suspect corona dan yang kedua pencegahan agar penularan dapat diredam.
Bayangkan para dokter dan nakes itu pasukan TNI kita lengkap dari tamtama sampe jendral bintang 4 ada di sana. Kita diserang musuh yang tidak kelihatan bagai ninja dan rakyat cuma mengandalkan TNI dan segenap jajarannya. Rakyat tidak mengerti skill bela diri dan keluarga.Â
Pasti TNInya yang babak belur berjuang jungkir balik tanpa ada bantuan dari rakyat yang cuma bisanya menonton, bikin kacau dan memberi komen saja (termasuk saya nih). Bukankah kemerdekaan kita pun diperoleh melalui perjuangan bersama rakyat dan tentara.
Saya amat sangat bersimpati dan berempati kepada kalangan medis sebagai garda terdepan pertahanan, tapi saya juga punya kritik, boleh kan. Kritik saya ini pun karena saya sayang kepada para dokter dan nakes.
Kritik saya berlandaskan hadits Nabi shalallahu alaihi wasallam:
"Dalam riwayat Imam Al-Qudha'i disebutkan bahwa Amr bin Umayah RadhiyAllahu 'anhu berkata, "Aku bertanya, 'Wahai Rosululloh!! Apakah aku ikat dahulu unta tungganganku lalu aku berTawakkal kepada Allah, ataukah aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?', Beliau menjawab, 'Ikatlah untamu lalu bertawakkallah kepada Allah." (Musnad Asy-Syihab, Qayyidha wa Tawakkal, no. 633, 1/368)"
Tawakkal tidaklah berarti meninggalkan usaha.
[Simak selengkapnya disini. Klik]
"Ikat ontamu dan bertawakal lah kepada Allah". Â Apa benang merah hadits di atas dengan masalah penanganan kasus pandemi Covid19 saat ini? Benang merahnya adalah sikap tawakal.
Sudahkah kita ikat onta kita? Apa bentuk 'onta' dalam hal kasus wabah saat ini? Ketahanan tubuh. Â Sudah kah kaum medis back to basic yaitu memahami lagi cara kerja virus, sistem imun dan autophagy sebagai ikhtiar?
Saat ini hampir semua jajaran medis yang saya lihat fokus pada simptom saja, artinya tindakan represif. Berhadapan one on one dengan serangan virus. Saya berharap ada gerakan nakes yang mengedukasi masyarakat tentang  sistem imun alami kita.
Kalau sudah kita lakukan edukasi itu, barulah kita bertawakal menunggu apapun bentuk pertolongan Allah.
Bersamaan dengan kegiatan dokter mengobati pasien suspect di rumah sakit, ada kelompok dokter dan nakes yang mengedukasi masyarakat. Persis seperti analogi TNI/Menhan yang menyuruh kita siskamling, maka ajari juga ke kita semua cara megang senjata, nyelepet musuh atau sekedar pake bambu runcing. Jika kita lakukan ini insyaa Allah potensi munculnya kasus baru akan berkurang.
Kalo musuhnya tidak kelihatan seperti Covid19 ini, tanpa upaya back to basic rule akan sulit buat kalangan medis dan kita semua untuk keluar dari situasi yang rumit ini.
Ajari kembali masyarakat tentang hakikat yang amat mendasar bahwa virus hanya takluk pada antibody kita. Dalam hal ini edukasi tentang autophagy, intermittent fasting dan cara melakukannya adalah hal yang paling realistis. Apalagi negara belom tentu punya uang utk beli vaksin (autophagy berbayar), itu kalau benar ada vaksinnya.
Perlu diingat, virus mutasi tiap saat, tanpa siskamling/hankamrata dalam bentuk pendidikan autophagy, kecil harapan kita utk bisa balik ke kondisi semula. Selama rakyat belum paham prinsip ketahanan diri melalui autophagy, selamanya dokter dan nakes akan terus menjadi korban keadaan.
Mari berpikir holistik tidak sesaat ataupun emosional. Ketahanan tubuh itu diperoleh melalui proses, kalo obat kimia instan. Kalau mau mencapai tingkat kesehatan yang baik, memang harus mau melewati pembenahan dan perubahan. Perubahan no 1 ya mindset.
Semoga catatan saya bisa dipahami bukan dalam konteks julid tapi prihatin yang setulusnya.
-neladusan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H