Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kematian

16 Maret 2019   06:43 Diperbarui: 16 Maret 2019   06:51 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah.

Apa yang terlintas dalam pikiran kita ketika kita mendengar kata mati atau kematian?
Orang-orang yang menangisi kita karena kehilangan atau bayangan anak yang akan menjadi yatim atau piatu atau yatim piatu kah?

Kematian adalah pemutus kita dengan nikmat dunia. Selesai waktu kita hidup di dunia fana ini. Sebagian orang takut mendengar kata mati tapi mereka tidak takut menyia-nyiakan hidup. Padahal suka tidak suka kematian pasti datang menghampiri kita, sepasti matahari terbit setiap pagi, ketika habis rejeki yang menjadi hak kita. Tidak akan datang kematian kepada seseorang yang belum habis rejekinya. Setiap mahluk yang bernyawa pasti mengalami mati,  itulah sunatullah.

Allah berikan kita modal hidup sekian tahun. Kita gunakan untuk apa? Untuk apa Allah berikan kita usia? Untuk apa Allah ciptakan kita, manusia? Ketahuilah bagi yang belum memahami hakikat penciptaan manusia oleh Sang Khalik bahwa kita, termasuk pula bangsa jin, diciptakan hanya untuk satu tujuan yaitu menyembahNya. Tidak untuk yang lain-lain. Tidak untuk mengejar kekayaan, kekuasaan apalagi demi mendapatkan cinta seseorang. Memang benar kita miliki peran masing-masing dalam masyarakat, tapi peran itu wajib dijalani dalam kerangka ibadah, menyembahNya.

Bagaimana kita bisa berjalan menujuNya jika kita tidak memahami hakikat penciptaan kita. Orang-orang yang mengisi hidupnya dengan maksiat bagaikan orang yang tersesat di hutan belantara dan menolak menggunakan GPS yang tersedia. Mencari alamat tanpa GPS di suatu tempat yang tidak ada satu manusia pun yang bisa ditanya pasti bikin kita frustrasi, apalagi menjalani hidup tanpa hadirnya Allah di hati kita, sudah pasti gelap. GPS bagi manusia dan jin adalah syariat Islam dan Allah telah menetapkan Islam itu rahmatan lil alamin. Untuk menghidupkan GPS maka kita harus mengkaji syariat Islam karena esensial bagi navigasi kehidupan kita.

Dibalik setiap kejahatan pasti ada hati yang gelap gulita. Kegelapan disebabkan oleh tiadanya cahaya yang masuk. Sebagaimana kegelapan yang ada di lapisan laut dalam yang tak tertembus oleh cahaya matahari.

Hati manusia yang menolak Allah bisa lebih gelap daripada laut yang terdalam. Akibatnya, manusia yang bersangkutan akan berubah menjadi manusia galau bahkan berpotensi menjadi perusak jika tak memahami arah tujuan.

Manusia yang tersesat berpotensi menyesatkan manusia lain yang juga kehilangan GPS mereka. Sebetulnya setiap manusia memiliki built-in GPS yang terhubung langsung dengan Sang Pencipta, namun karena sesuatu hal dia jadi terhalang dari GPSnya. Bisa jadi disebabkan kebodohan dia sendiri atau lingkungan penuh syubhat atau maksiat yang menyebabkan dia menjadi terhalang dari GPS kehidupannya.

Kembali kepada hakikat kematian dan hubungannya dengan waktu yang diberikan Allah kepada manusia (dan jin). Adalah jelas  bahwa kematian pemutus nikmat dunia dan bisa jadi awal penderitaan di tahap hidup berikutnya di alam kubur (barzakh) yang lamanya tak bisa kita bayangkan.

Kesulitan karena sebab kematian bagi yang ditinggal mati hanya bersifat sementara. Namun nikmat atau siksa yang menanti manusia yang mati tak terhingga lamanya, selama Allah menahan kiamat. Jika nikmat kubur maka beruntunglah si fulan, jika siksa kubur maka meranalah si fulan.

Kematian adalah pemutus nikmat dan siksa dunia. Kematian mutlak milik Allah. Sebagaimana hak menghidupkan pun milik Allah. Tidak akan pernah kita berjumpa dengan Allah selama kita di dunia fana ini. Kenikmatan menatap wajah Allah hanya diberikan kepada mereka ahli surga, bukan penghuni neraka. Jika ingin menatap wajah Allah maka kita harus masuk surga. Surga hanya dicapai dengan cara menahan hawa nafsu yang bisa merusak hakikat penciptaan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun