Hari Minggu pagi aku bangun tidur jam 9, semuanya terasa indah setelah kuingat kembali kejadian tadi malam. Aku harus berpikir untuk mengatur bagaimana cara membawa Fira ke dalam keluargaku, terutama membuat Ibu menerima kenyataan bahwa aku memilih Fira ketimbang Pipit. Kulirik jam dikamarku, Fira berangkat ke airport jam 11 karena pesawatnya berangkat jam dua siang. Aku sudah bilang akan mengantarkan dia ke airport. Setelah semalam, rasanya aku tak sabar ingin segera bertemu dengannya, rasanya aku kembali seperti remaja yang baru jatuh cinta. Aku bangkit dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi. Selesai mandi dan berpakaian, aku keluar dan kulihat Ibu sedang menonton TV bersama dengan Ayah. Aku menghampiri Ibu, tiba-tiba ada perasaan ingin memeluk Ibu. Aku duduk disebelahnya sambil merangkul bahunya andai semudah itu mengatakan kepada Ibu bahwa aku sudah tahu perasaanku yang sebenarnya. Aku takut kalau Ibu bereaksi tidak seperti yang kuharapkan.
"Mau kemana lagi Ran? Tadi malam kamu pulang jam berapa?" Ibu seperti menyelidikiku.
"Ngobrol di rumah teman Bu." Aku menjawab sekenanya. Instingku mengatakan tidak bijaksana untuk membicarakan masalah Fira saat ini, aku ingin semuanya berjalan mulus. Aku langsung pamit kepada Ibu.
Aku juga tidak ingin mengatakan rencanaku pagi ini, karena tidak ingin  Ibu menghubungkan Fira dengan putusnya aku dan Pipit. Jam 10.30 aku sampai di rumah Fira, aku bertemu dengan Mama dan Papanya, mereka sedang menonton tv. Seperti biasa mereka sangat ramah kepadaku, aku merasa sangat dekat dengan mereka. Kelihatannya Fira pun belum bercerita tentang kami kepada mereka, bagaimanapun orang tua Fira tahu kalau aku punya pacar Pipit makanya mereka percaya bahwa hubungan kami hanya sahabat. Dengan berubahnya status saat ini, memang kami perlu sedikit hati-hati supaya tidak ada diantara orang-orang yang kami sayangi itu menjadi berbalik menentang hubungan ini. Aku dan Fira sepakat untuk menyimpan hubungan kami untuk sementara waktu sampai kami yakin bisa membuat mereka mengerti.
"Maaf ya Randy, Fira jadi ngerepotin. Kelihatannya Fira sering sekali ngerepotin kamu ya." Mamanya Fira berkata.
"Tidak apa-apa tante, kasihan Fira kalau berangkat sendiri, kebetulan saya lagi sempat kok." Fira berdiri di belakang orang tuanya, menggodaku, bibirnya menirukan ucapan 'I love you'. Tentu saja aku tidak bisa melakukan apa-apa selain melihat kearahnya, penuh debaran, cantik sekali dia pagi ini dengan jeans pudar dan blus putih. Seandainya saja aku bisa menemani dia ke Bali. Aku bahkan sudah punya niat akan membawa Fira ke sana pada waktu honey moon kami nanti. Akhirnya Fira siap untuk berangkat, dia hanya membawa satu tas pakaian kecil. Aku membantu dia membawakan tas itu ke dalam mobil lalu berpamitan dengan orang tuanya. Setelah keluar dari pekarangan rumahnya baru Fira menyapaku dengan manja,
"Hai...bisa tidur tadi malam?" Fira menyentuh tanganku, aku membalas meremas jemarinya yang halus. Aku menggeleng.
"Kenapa? Aku langsung tidur, mungkin saking senangnya ya, biasanya aku suka susah tidur." Aku melirik ke arahnya sambil tersenyum,
"Aku justru nggak bisa tidur."
"Kok begitu?"
"Justru ngebayangin kamu terus, sementara aku tahu supaya bisa cepat ketemu kamu, seharusnya aku cepat tidur. Itu teori Ibuku kalau menyuruh aku cepat tidur waktu aku kecil dulu." Fira tertawa mendengar teori Ibuku, dia bilang sepertinya teori itu sangat benar. Tidak ada esok kalau malam belum berakhir.