Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

If You're Not the One (4)

21 Januari 2019   12:33 Diperbarui: 17 Oktober 2020   07:19 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pict from pinterest

Jum'at pukul 10 tepat kami sudah sampai di kantor konsultan hukum Prawiradinata & Associates. Law firm ini salah satu dari segelintir law firm papan atas yang ada di Jakarta. Sebagaimana juga kantor law firm dimana aku bekerja, aura kemewahan sangat terasa pada waktu kita memasuki lobby. Di lobby sudah ada Soetarjo, Arman, Kepala Divisi Kepatuhan dan Henu, Kepala Divisi Hukum, mereka sudah datang sejak 20 menit yang lalu. "Pak Rahmat jadi datang pak?" Tanya Arman kepadaku.

"Mestinya begitu pak Arman, mungkin sebentar lagi sampai." Aku pun bertanya dalam hati, mestinya Rahmat sudah datang karena dia berangkat langsung dari rumahnya.

Tidak lama kemudian, Rahmat muncul, lengkap dengan jas warna abu-abu. "Mereka sudah datang semua?" Rahmat menanyakan steering committee plus Debitur yang akan kita temui pagi ini.

"Katanya sudah Rahmat, tapi mereka minta kita menunggu dulu karena ada sesuatu yang mereka ingin bicarakan sebelum ketemu kita." Rahmat hanya manggut-manggut mendengar jawabanku.

Tidak terasa sudah setengah jam kami menunggu di ruang tunggu, aku mulai resah.

"Kok lama sekali ya, sebenarnya yang seharusnya jadi pesakitan tuh Debitur, kok malah kita yang distrap sih." Komentarku sambil bercanda, aku melihat betapa nervousnya klienku, bagaimanapun juga karir mereka dipertaruhkan dalam masalah ini.

"Pak Randy yakin rencana kita bisa berhasil." Soetarjo bertanya penuh kecemasan, "kalau tidak saya bisa kena sanksi nih pak."

"Tenang saja pak Tarjo, mudah-mudahan semua sesuai dengan perkiraan kita. Kita lihat saja nanti mestinya sih mereka akan bereaksi seperti yang kita harapkan."

Akhirnya setelah menunggu hampir satu jam kami dipersilakan masuk ke ruang meeting yang besar sekali mampu menampung empat puluh orang sekaligus. Di dalam ruang meeting sudah ada sekitar dua puluh lima orang, sepintas aku melihat wajah-wajah yang aku kenal diantara muka-muka beragam bangsa. Sepertinya aku bisa merasakan aura konspirasi antara steering committee dan Debitur semoga perasaanku keliru. Namun kalaupun benar tidak akan banyak berpengaruh, rencanaku sangat bagus. Setelah berbasa basi sejenak, kami dipersilakan duduk di tempat yang sudah disiapkan. Ketua steering committee memberikan sambutan singkat sebelum akhirnya mempersilakan kami berbicara. Rahmat membuka pembicaraan kemudian dia mempersilakan aku untuk berbicara. Sesuai rencana aku menyampaikan latar belakang masalah, tentu semua dalam bahasa Inggris,

"Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami. Sebelumnya kami ingin menyampaikan penyesalan karena hingga saat ini klien kami belum juga dapat mengeluarkan Pernyataan Efektif." Aku melihat wajah-wajah tegang disekeliling meja rapat oval, terutama wajah dingin dan kaku orang-orang Jepang, tapi, bukankah wajah mereka seperti itu selalu, aku tidak perduli,

"Kiranya kami perlu sampaikan alasan mengapa hal itu terjadi. Terus terang kami memahami, sangat memahami, konsekuensi dari keterlambatan ini, kita semua tidak dapat mulai memberlakukan pengenaan bunga baru, pembayaran belum dapat didistribusikan, semua jadi buntu. Seratus persen dipahami." Aku berhenti sejenak, sambil menatap beberapa di antara mereka, sekarang giliran para kreditur kulit putih yang aku tatap, ada kesan meremehkan di wajah mereka, bullshit, kira-kira demikian yang mereka mau perlihatkan. Setelah itu, aku sempat melirik kearah Debitur, ada seringai licik di wajah mereka, seolah-olah berkata inilah dia biang kerok semuanya, rasain kalian akan dipermalukan di depan para kreditur asing. Lagi-lagi aku tidak perduli malah semakin menikmati. Aku tahu betapa gelisahnya klienku yang duduk di sebelahku, tapi aku tetap tenang dan melanjutkan,

"Tetapi...tahukah anda semua penyebab dari semua ini? Ada baiknya kita menyinggung sedikit definisi dari Pernyataan Efektif menurut Perjanjian Restrukturisasi kita, yaitu suatu pernyataan yang dikeluarkan kreditur pada saat telah terpenuhinya semua, SEMUA, persyaratan yang diatur dalam Perjanjian Restrukturisasi. Persyaratan itu meliputi kewajiban pemberian jaminan. Sedangkan yang disebut dengan jaminan adalah seluruh jaminan yang pernah diberikan berdasarkan perjanjian awal masing-masing kreditur dan jaminan yang diberikan kepada seluruh kreditur sindikasi." Aku melirik kearah Debitur, Presiden Direkturnya, Vivadinar Singh, mulai kelihatan nervous, tampaknya dia mulai menangkap arah pembicaraanku.

"Pertanyaannya adalah, apa yang anda semua akan lakukan jika anda berada di posisi kami. Akankah anda tetap mengeluarkan Pernyataan Efektif hanya karena merasa tidak enak kepada seluruh anggota sindikasi lainnya? Atau kalian memilih menahannya dengan sengaja dan penuh kesadaran karena anda tidak melihat cara lain selain hal demikian sehingga Debitur itu mau memberikan jaminan pengganti yang dijanjikan?" sengaja aku meninggikan nada suaraku dan berhenti sejenak sebelum melanjutkan,

"Benar sekali, kami memilih cara menahan Pernyataan Efektif dengan harapan kita akan mengadakan pertemuan seperti yang terjadi pagi ini, dan menanti saat dimana kami bisa melakukan penagihan jaminan yang dijanjikan anda, pak Vivadinar, di hadapan semua anggota steering committee agar semua pihak tahu bahwa keterlambatan ini sesungguhnya bukan kesalahan kami."

Sejenak setelah aku menyelesaikan kalimatku mulai terdengar suara-suara berkomentar. Beberapa orang diantaranya memberikan pandangan kesal kearah Vivadinar, beberapa orang lainnya bahkan mulai bereaksi. Sejauh itu semua sesuai dengan rencana.

"Baiklah saudara-saudara sekalian harap tenang sejenak. Kelihatannya kita menghadapi suatu situasi yang sedikit berbeda dari apa yang kita ketahui selama ini. Pak Vivadinar, apakah benar mereka telah meminta jaminan pengganti?"

Dengan berat hati terdengar jawaban "Benar",

"Apakah benar anda belum juga memenuhi permintaan mereka? Sadarkah anda apa konsekuensi dari hal itu?" semua mata memandang kearah Vivadinar yang tampak mulai merasa nervous. Dia sadar sudah masuk dalam perangkap yang aku buat.

"Benar dan kami tahu konsekuensinya, tapi..." sebelum Vivadinar bisa melanjutkan terdengar suara-suara yang menggambarkan kekesalan.

Selanjutnya rapat berjalan sesuai dengan rencanaku, Vivadinar berubah menjadi pesakitan, suatu posisi yang memang semestinya diduduki olehnya, bukan klienku. Dialah orang yang semestinya bertanggung jawab telah membuat perusahaannya menikmati uang klienku dan melalaikan kewajibannya.

Rapat selesai kira-kira lima belas menit sebelum waktu shalat Jum'at. Selesai shalat, kami semua pergi ke sebuah restoran mahal dan aku pesan Beef Back Ribs, kesukaanku. Makan siang saat itu merupakan salah satu makan siangku yang paling nikmat terlebih setelah kami meraih kemenangan. Debitur diperintahkan ketua steering committee untuk memberikan jaminan yang diminta selambatnya 1 bulan sesuai dengan yang disanggupi Vivadinar di hadapan semua anggota steering committee.

Sampai di kantor sudah pukul 3 sore. Aku merasa sedikit mengantuk paling enak saat seperti ini adalah ke pantry untuk membuat kopi sendiri. Sambil mengaduk kopi, terlintas bayangan Fira dibenakku, mestinya hari ini dia melakukan closing, pasti sibuk sekali. Aku dengar closing dilakukan di Grand Hyatt, tadi pagi. Aku pikir mestinya sudah selesai. Aku coba telepon ke hpnya, "Hi..." terdengar suara yang sudah sangat aku kenal.

"Hi... sudah selesai closingnya?"

"Sudah, tapi aku masih di Plaza Indonesia sekarang."

"Ngapain?"

"Pengen aja minum kopi dulu sebelum balik ke kantor, tadi makan siang di Grand Hyatt. Kamu dimana?"

"Aku lagi minum kopi juga, tapi di pantry, hehe...kamu minum dimana dan sama siapa?"

"Di Segafredo, sebenarnya tadi rame-rame tapi yang lain mesti kembali ke kantor duluan, sekarang aku lagi sama Robby, cuma dia yang bisa nemenin aku. Sekarang dia sedang ke rest room."

"Oh gitu. Mau ke kantor jam berapa?" aku mulai merasa perutku sedikit mulas, ternyata dia dengan Robby. Aku merasa sangat terganggu mendengarnya, aneh sebenarnya, kenapa aku mesti kesal. Sebenarnya hal biasa kalau kita habis rapat di luar apalagi di dekat mall seperti itu mampir sebentar untuk minum kopi sebelum kembali ke kantor, tentunya kalau memang sedang tidak ada Partner yang menunggu atau kerjaan lain yang mendesak. Aku sendiri juga pernah melakukannya dengan beberapa Partner yang lain atau sesama Associate mampir sebentar di suatu caf untuk sekedar minum kopi. Tidak ada istimewanya Fira melakukan itu, apalagi memang dia pantas mendapatkannya mengingat sudah tiga minggu ini dia tidak pernah melakukan hal lain selain bekerja dari pagi sampai pagi lagi. Hanya, kenapa mesti dengan Robby, itu saja yang kusesalkan.

"Ran, gimana rapat kamu tadi pagi, ok?" ternyata dia masih ingat kegiatanku, perasaanku jadi sedikit lebih baik.

"Ok, banget. Semua sesuai rencana, nanti aku ceritain kalau kamu sudah balik ke kantor ya. Nanti malam jadi dinner sama mereka?"

"Jadi, duh sebenarnya males banget."

"Ya sudah, cuma tinggal nanti malam aja kan, besok udah mulai free. Nanti aku temani nonton."

"Bener ya Ran, aku pengen banget santai, semua punggungku rasanya sakit. Aku pengen ke Bersih Sehat ah besok, wah enak dipijat."

"Ok, kalau udah balik telepon aku ya. Hati-hati Fir. Bye."

"Bye, Ran."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun