(BUKAN) Pahlawan Tanpa Tanda Jasa!
Terima kasih GURU, yang telah sabar mengajari kami mengenal huruf, mengejanya patah-patah, hingga kami bisa melahap dengan cepat ribuan kata dalam buku.
Terima kasih GURU, yang tanpa lelah menuntun kami di terjalnya jalan kehidupan, bergegas mengulurkan tangan saat kami sedikit saja terpeleset dalam sesatnya akhlak.
Terima kasih GURU, yang tiada habis membagi pengetahuannya, apapun itu wujudnya, meski kadang justru membuat kami membencimu.
Terimakasih ku, ku ucapkan pada guruku yang tulus/Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan untuk bekalku nanti/Setiap hariku di bimbingnya/agar tumbuhla bakatku/kan kuingat selalu nasihat guruku/terimakasihku ku ucapkan.
Guruku dulu adalah sosok yang selalu ada dalam syair indah sang penyanyi, pelita kehidupan, patriot pahlawan tanpa tanda jasa. Guruku adalah sosok insane sepuh yang masih terus mengajar demi mencerdaskan anak bangsa. Yang tiada lelah berjalan ribuan mil demi kami murid-murid bengal. Yang selalu sabar mengajari kami, membagi ilmunya dengan trik-trik yang membuat kami selalu ingin belajar, selalu ingin tahu. Yang selalu bercerita bagaiman hebatnya Indonesia kita, membuat aku dan teman-teman selalu ingin melakukan yang terbaik untuk negri ini, membuat kami selalu penasaran ingin menjelajah setiap sudut nusantara.
Sungguh, beliau-beliau, guruku di Ibtidaiyyah dulu, benar-benar mengabdikan diri untuk bangsa. Tanpa pamrih, ikhlas mengabdi, meskipun beberapa adalah guru honorer yang tak seberapa gajinya.
Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak guru/namamu akan selalu hidup dalam sanubariku/semua baktimu akan ku ukir didalam hatiku/sebagai prasati terima kasihku tuk pengabdianmu/engkau sebagai pelita dalam kegelapan/engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan/engkau patriot pahlawan bangsa/Tanpa Tanda Jasa!!!
Lalu sekarang? Nyessek ketika melihat ribuan guru honorer berkali-kali demo menuntut hak-nya! Rela berpanas-panasan, rela menteriakan keadilan! Tapi apakah mereka juga rela berpanas-panasan menempuh jarak ribuan meter untuk menepati kewajibannya?
Yang saya tahu dari ruangan guru, adalah celoteh guru bagaimana dia selalu berkeluh, “Ah ngapain serius-serius mengajari mereka, honornya tak seberapa!!! Bikin pusing saja…” lalu guru lain, “Harusnya kita yang di gaji paling banyak, kita yang telah mengajari mereka membaca, hingga kelak mungkin mereka menjadi presiden, dokter, dan profesi duit banyak lainnya, tapi sayangnya, hanya ratusan ribu yang selalu habis ditengah bulan…”
Saya masih remaja, belum menjadi guru, saya tahu celotehan itu, karena ruangan mereka dekat dengan kuping saya. Miris, sungguh miris, sudah tak ada lagikah Pahlawan tanpa tanda jasa? Ikhlas seperti yg sering mereka ajarkan kepada muridnya?
Atau mungkin ada yang salah dengan system keuangan negeri ini? Segitu tipiskah gaji seorang guru? Lupakah mereka, siapa yang membuat mereka duduk di kursi elite? Atau???
***
Tengoklah sisi lain kehidupan guru berseragam, rapi, wangi, dan bersepatu. Di sudut Musholla kecil, seorang guru sejati selalu hadir tepat waktu, patah-patah mengajari santrinya membaca al-Qur’an, lain waktu mengajari mereka bab bekal kehidupan, mengingatkan mereka selalu, untuk hidup berperikemanusiaan yang baik tanpa perlu membacakan pancasila. Berapa gajinya?
Serupiah-pun tak ada, karena tak ada gaji untuk guru tanpa seragam! Padahal lewat merekalah, manusia-manusia terdidik yang berakhlakul karimah terbentuk, lewat merekalah generasi manusia yang selalu Takut pada Tuhan YME tercipta. Tapi, tak ada “guru tanpa seragam” bukan yang sibuk meneriakkan keadilan di tengah-tengah jalan?
Tragis sekali dunia pendidikan negeri ini... :(
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H