"Siapa luh Siapa Gueh"
Tidak bisa dipungkiri, memang sudah begitu lah jiwa yang terbentuk kebanyakan masyarakat yang hidup di kota besar. Setiap orang ingin cepat, setiap orang berlomba mendapatkan kenyamanannya sendiri. Menutup mata bahwa ada yang lebih membutuhkan sebuah kursi kereta dibanding dirinya.
Segala upaya yang si dinda rasa sudah diperjuangkannya untuk mendapatkan kursi di kereta itu lah yang menutup mata hatinya akan arti sebuah "Kepedulian"
Dia merasa, dia sudah berjuang untuk kursi itu, dan dia merasa kenapa si ibu juga tidak melakukan hal yang sama?
Memang ada benarnya, pembelaan si dinda itu jika saja bukan seorang ibu yang sedang hamil yang meminta kursinya.
Seorang ibu dengan kondisi yang sedang hamil pastilah tidak akan seleluasa seorang dinda yang bisa bangun pagi, yang jam 5 pagi bela-belain lari-larian untuk dapet kursi di kereta.
Mata hati seorang dinda memang sudah tertutup dengan ke "Aku"annya. Sebenarnya hal sepele memang, tapi ketidakpedulian seperti itu perlu diredam.
Konsepnya manusia tetaplah makhluk sosial yang selalu membutuhkan sesamanya, tak terkecuali kita yang hidup di kota besar.
Dinda dan ocehannya bisa menjadi refleksi kepada diri kita masing-masing, apakah di saat kita mengalami situasi yang dinda alami, kita akan mengoceh hal yang sama?????
Neiy Foenale
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H