Mohon tunggu...
Neiy Foenale
Neiy Foenale Mohon Tunggu... karyawan swasta -

just wanna care how to pleasant my God and my people around

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia Pemakai Barang Bekas Import Terbesar di Asia

28 April 2014   21:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:06 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Perna kah anda membeli barang seken import? (Hayo, ngaku jangan malu-malu :D )

Beberapa Pekan lalu, salah satu TV swasta meliput, tertangkapnya sebuah kapal yang ternyata bermuatan barang bekas ilegal asal  Singapura, Korea, Cina, Malaysia, Thailand, dan Vietnam di perairan menuju pelabuhan tanjung balai, SUmatera Utara. Setelah aparat membongkar muatan yang terdiri dari goni-goni besar, didapati berisi berbagai jenis produk sandang seperti baju, celana, jacket, dan lain sebagainya. Muatan itu pun kemudian di sita.

Pemerintah melarang masuknya barang bekas dari berbagai negara ini, namun senada dengan liputan dari berita tersebut menyatakan, peminat yang besar akan barang import bekas ini lah yang menyebabkan barang-barang tersebut kerap diupayakan masuk ke Negeri ini.

Penayangan selanjutnya akan berita penangkapan barang ilegal ini adalah, bahayanya memakai barang bekas. Dengan kondisi barang yang memang sudah bekas, lalu penyimpanan yang lama di dalam goni-goni (harus menempuh perjalanan panjang hingga sampai ke Indonesia), tentunya bisa dipastikan tanpa perlu uji laboratorim bahwa terdapat banyak sekali bateri. Belum lagi aksi ilegal ini, terkadang mengharuskan barang disimpan di laut untuk menghindari razia oleh TNI angkatan laut yang bertugas, tentu membuat barang basah dan kondisi sampai di Indonesia sudah lembab dan berbau apek. Bahanya langsung tentu dapat mengganggu pernafasan pembelinya (sesak dan batuk-batuk). Belum lagi bahaya gatal-gatal dan infeksi kulit. Dari Liputan berita tersebut menyatakan bakteri yang terkandung di dalam pakaian bekas adalah bakteri yang terdapat di air liur dan juga kotoran manusia.

Wow, menjijikan ya.

Tapi Indonesia menikmatinya, buktinya barang ini masih beredar di banyak kota. Dan terus diupayakan penyelundupannya.

Di kota saya sendiri, Medan, terdapat pasar khusu yang tersebar di beberapa titik khusus penjualan barang-barang bekas import ini. Yang paling besar dan terkenal ada di Simpang melati, kecamatan Medan Sunggal. Pasar ini dikenal dengan sebutan Pasar Melati, atau anak-anak muda sering menyingkatnya dengan sebutan PAMELA (Pasar Melati).

Kalau memang barang-barang itu ilegal, lalu mengapa pasar ini dibiarkan berkembang? Mengapa Pemerintah tidak menutup saja pasar-pasar seperti ini? Jadi aparat tidak perlu mengintai penyelundupan akan komoditi ini.

Senada dengan Walikota Batam (lupa namanya) pernah berkomentar tentang maraknya barang bekas import di pelabuhan Batam, mengatakan begini "untuk apa ditangkap atau dicegah? Toh itu sumber penghasilan warga? Memang Pemerintah belum mampu membuka lapangan pekerjaan untuk mereka, jadi untuk apa ditindak lanjuti",ujarnya kala itu.

Tentu perkataan beliau benar adanya. Memang, di satu sisi, kehadiran barang selundupan ini akan mengurangi rejeki pedagang-pedagang yang menjual katakanlah barang produksi dalam negeri. Tapi, juga merupakan pendapatan kan untuk pedagang barang bekas ini.

Masuknya barang bekas ini menjanjikan mengepulnya dapur para pedagang. Omset yang mereka terima, bisa menyeimbangi omset pedagang pakaian baru. Karena menjanjikan, makanya usaha ini masih eksis dimana-mana.

Apakah ini cerminan, betapa miskinnya kita, sehingga barang bekas negara orang pun terpaksa ditampung?

Saya bilang tidak. Karena jika kalian melihat langsung apa yang terjadi di Pasar Melati, tentu kalian akan sependapat dengan saya, peminat barang bekas bukan orang miskin. Bisa dilihat, ada parkiran khusus untuk mobil-mobil pelanggan Pasar Melati. Mereka yang berduit juga belanja barang bekas.

Mengapa bisa demikian?

Hal ini juga dipicu akan kebanggaan masyarakat kita menggunakan barang branded. Sehingga bekas pun diabaikan, yang penting bisa gaya pakai barang branded. Salah satu kenalan, istri Manajer kerap sekali mendapat pujian dari teman-teman pengajiannya, karena pakaian-pakaian branded yang dikenakannya. Ini lah yang menyebabkan si kenalan tadi kerap datang dan belanja di pasar bekas. Namun, penuturannya, saat ada yang menanyakan dimana dia membeli itu, dia enggan mengatakan di pasar bekas, dia mengatakan dari butik atau saat berkunjung ke luar negeri (pencitraan mode on).

Lalu, anda yang pernah berbelanja barang bekas, apa alasan anda?

Saya, sendiri yang pernah membelinya mengakui kualitas bahan dan keawetan warna yang jauh lebih baik ketimbang barang baru yang beredar di pasar yang pernah saya beli dagangannya, bahkan kualitas matahari juga masih kalah.

Saya suka mencari tas kulit branded di melati. Dengan harga yang tak setimpal dengan harga-harga tas di mall, saya sudah mendapatkan tas yang bagus, kuat, dan branded. Pernah saya belanja tas di matahari, tas dengan brand belezza, ratusan ribu, tapi hanya bertahan beberapa bulan, dikarenakan bahan kulitnya yang pvc. Jika dengan uang yang sama, saya belanja tas di pasar bekas, saya bisa dapat dua tas dengan kulit original, jadi kuat dan tidak gampang ngelupas. Bisa dikatakan, puring dalam tas seken yang saya beli adalah kulit yang digunakan di luaran tas yang dijual di mall.

Jika pun ada produk tas dengan kulit asli, buatan negeri sendiri, saya belum mampu untuk memilih membeli produk sendiri. Karena kisaran tas dengan kulit lembu asli, atau ular misalnya, dibandrol dengan harga di atas Rp 500.00. Ukuran beli beras saya untuk setengah tahun.

Pertimbangan seperti ini juga yang membuat usaha barang bekas ini ada dan berkembang. Kalau Pemerintah memang berniat untuk memajukan produk buatan negeri untuk dipakai semua penduduk, yah harus ada solusi agar rentang harga tidak semencolok itu antara produk sendiri dengan produk bekas luar negeri.

Supaya kita, Indonesia terbebas dari image pengumpul barang rongsokan luar Negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun