Mohon tunggu...
Neina Qonita Ungu
Neina Qonita Ungu Mohon Tunggu... -

it's me.... just ordinary girl...^_^

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ikhlas Bersahabat

3 Januari 2012   11:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:23 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Langit rabu yang cerah kala itu masih tersimpan di benakku. Untuk pertama kalinya, aku melangkahkan kaki keluar desa. Sebelumnya, aku tidak pernah berpergian jauh. Sejak taman kanak-kanak sampai aku SMA aku bersekolah di yayasan yang sama. Yayasan tersebut tidak jauh dari rumahku. Hanya terhalang beberapa rumah saja. Bahkan kelas yang dipakai saat aku SMA terlihat jelas dari rumah.

Bukan, bukan masalah aku yang udik yang ingin aku ceritakan. Hari dimana aku mengambil tanda kelulusanku masuk perguruan tinggi, aku melihat pemandangan yang mengharukan. Dua perempuan yang sepertinya mempunyai hubungan emosional yang sangat dekat, bersama-sama berjualan gorengan dan serabidi usia senjanya. Bagian mana yang mengharukan? Ah, mungkin aku saja yang berlebihan. Ternyata, dua nenek itu adalah sepasang sahabat. Mereka tinggal di satu rumah, yang sebetulnya lebih cocok disebut pos ronda. Ya, dulu bangunan tersebut pos ronda, namun kini telah disulap menjadi tempat tinggal.

Banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan. Terutama masalah kenapa mereka tidak bersama keluarganya. Mana mungkin, keluarga mereka menolak untuk mengurus perempuan yang usianya sekitar 80 tahunan, yang sudah renta seperti mereka?

Karena penasaran, aku bertanya pada orang yang kebetulan sedang mengantri membeli dagangan nenek itu. Darinya aku mendapat jawaban yang membuatku menangis. Aku kira, cerita seperti itu hanya ada di film-film saja.

Dua nenek sudah bersahabat dari mereka kecil. Kemana pun mereka selalu bersama. Hingga akhirnya mereka jatuh cinta pada laki-laki yang sama. Laki-laki yang dicintai mereka pun, mempunyai perasaan yang sama terhadap keduanya. Namun hebatnya mereka lebih memilih untuk mundur dan memilih persahabatan.

Ingatanku menerawang ke masa sebelum aku tumbuh dewasa seperti sekarang ini. Aku ingat dimana aku mempunyai teman dekat laki-laki. Demi mendapatkan hatinya, aku sampai berani bersaing tidak sehat dengan sahabatku sendiri. Hei.. ingatkah sahabat? Kau sampai bilang aku ini wanita tidak baik? Itu bukan salahnya, ini salahku yang tidak bisa mengalah demi kebahagiaannya.

Klasik memang jika yang dibicarakan masalah persahabatan. Tema yang satu itu kiranya tidak pernah habis untuk dibicarakan. Sayangnya, meski sering aku bicarakan, tidak sedikit pun aku mengerti akan maknanya.

Sahabat.. meski persoalan yang kita alami hari ini bukan lagi masalah laki-laki, tetapi aku berharap semoga kita tetap bisa melewati segalanya bersama. Bukankah kita ingin persahabatan kita seperti dua nenek yang aku ceritakan??? Bisakah kau ikhlas menjadi sahabatku?

Ya, semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun