Teori sastra feminis adalah sebuah pendekatan yang mengkaji teks sastra dengan menggunakan perspektif feminis, yang mengkritik ketidaksetaraan gender dan memberikan perhatian khusus pada bagaimana peran wanita digambarkan dalam sastra. Teori ini menyoroti bagaimana struktur patriarkal dalam masyarakat tercermin dalam karya sastra, serta bagaimana karya sastra dapat memperjuangkan kesetaraan gender, mendorong pemberdayaan perempuan, dan membongkar stereotip gender yang ada.
   Feminisme sebagai gerakan sosial dan intelektual bermula pada abad ke-19, dengan gelombang pertama yang berfokus pada hak suara perempuan dan hak-hak dasar lainnya. Namun, dalam konteks sastra, teori feminis mulai berkembang pesat pada abad ke-20, terutama setelah Perang Dunia II, seiring dengan munculnya gelombang kedua feminisme yang menuntut kesetaraan gender dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam dunia seni dan sastra.
Salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam teori sastra feminis adalah Simone de Beauvoir, dengan karyanya The Second Sex (1949), yang menyatakan bahwa "perempuan bukanlah makhluk yang dilahirkan, melainkan yang dibentuk oleh budaya dan masyarakat." Beauvoir mengkritik konstruksi sosial mengenai peran perempuan dan menyatakan bahwa perempuan selalu diposisikan sebagai "yang lain," sementara laki-laki adalah pusat atau subjek.
Pengaruh Teori Sastra Feminisme
Teori sastra feminis telah memberi dampak besar dalam berbagai aspek sastra, baik dalam hal penulisan, pembacaan, maupun analisis. Banyak karya sastra yang sebelumnya dianggap klasik kini dapat dilihat dengan perspektif baru yang lebih kritis terhadap isu-isu gender. Karya-karya yang pada awalnya dianggap biasa atau bahkan negatif bagi perempuan kini dapat diterima dan diberi nilai yang lebih kritis.Â
Sebagai contoh, karya-karya seperti Cerpen Kunang-Kunang dalam Bir, Jane Eyre karya Charlotte Bront dan The Yellow Wallpaper karya Charlotte Perkins Gilman, yang sebelumnya hanya dianggap sebagai karya sastra penting, kini dianalisis lebih dalam dengan menyoroti tema-tema perempuan dan ketidaksetaraan gender.
Selain itu, teori sastra feminis juga mendorong banyak penulis perempuan untuk menulis lebih banyak karya yang berfokus pada pengalaman perempuan, baik itu melalui novel, puisi, atau drama. Penulis seperti Toni Morrison, Maya Angelou, dan Chimamanda Ngozi Adichie adalah contoh penulis yang karya-karyanya sangat dipengaruhi oleh teori sastra feminis, dan telah memberikan kontribusi besar terhadap kebangkitan suara perempuan dalam sastra global.
Ciri-ciri Teori Sastra Feminisme
1. Dekonstruksi Representasi Gender
Teori sastra feminis memfokuskan pada bagaimana karakter perempuan digambarkan dalam teks. Dalam banyak karya sastra, perempuan sering kali digambarkan dalam peran-peran tradisional yang pasif atau submisif, seperti ibu rumah tangga, pasangan yang setia, atau objek seksual. Teori ini berusaha menggali dan mengkritik bagaimana stereotip semacam ini memperkuat ketidaksetaraan gender.
2. Analisis Struktural Patriarkal