Mohon tunggu...
Neila Sakinah
Neila Sakinah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Loan to Value: Stimulus Kredit Sebagai Pemulih Ekonomi Nasional

21 November 2024   16:11 Diperbarui: 21 November 2024   20:47 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Krisis keuangan global telah memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga stabilitas sistem keuangan. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 2008 menyebabkan terjadinya penurunan perekonomian yang sangat parah serta durasi yang tidak menentu. Terjadinya gejolak pada sektor keuangan menyebar ke sektor riil yang berdampak terhadap negara maju, berkembang, serta negara dengan pendapatan rendah.

Krisis yang terjadi pada tahun 2008 telah memberikan pelajaran bahwa menjaga stabilitas perekonomian tidak cukup hanya dengan menjaga stabilitas harga tetapi juga perlu menjaga stabilitas sistem keuangan. Sistem keuangan memiliki kecenderungan untuk menciptakan prosiklikalitas, yaitu keadaan dimana perekonomian tumbuh lebih cepat ketika fase ekspansi dan perekonomian memburuk ketika fase kontraksi. Ketika perekonomian sedang mengalami fase ekspansi bank cenderung meningkatkan penyaluran kredit seiring dengan permintaan kredit yang naik dan cenderung mengabaikan risiko, namun sebaliknya ketika perekonomian sedang dalam fase kontraksi maka bank cenderung menurunkan penyaluran kredit seiring dengan permintaan kredit yang turun.

Dalam perkembangannya, sejalan dengan perubahan tatanan sektor keuangan, terutama pasca krisis keuangan 2008/2009, bank banyak sentral menerapkan instrumen kebijakan makroprudensial dalam artian yang lebih luas. Dalam kaitan ini, beberapa instrumen yang sebelumnya lebih dikenal sebagai instrumen mikroprudensial (seperti loan-loss provisioning requirements, atau loan to value) atau instrumen moneter (seperti reserve requirements) juga digunakan untuk mencegah risiko sistemik dan menjaga stabilitas sistem keuangan dalam siklus kegiatan ekonomi.

Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan Loan To Value atau Financing To Value (LTV/FTV) sebagai instrumen makroprudensial untuk mengatur perkembangan kredit, yang tidak hanya mengatur penawaran kredit tetapi juga mengatur permintaan kredit dari masyarakat khususnya sektor properti. Kebijakan LTV pada dasarnya membatasi jumlah kredit yang bisa didapatkan debitur berdasarkan nilai agunan berupa properti saat pemberian kredit. Rasio LTV yang semakin kecil menunjukkan arah kebijakan yang semakin ketat terhadap penyaluran kredit dibidang properti dan sebaliknya jika rasio LTV semakin besar menunjukkan kebijakan yang semakin longgar untuk mendorong penyaluran dan permintaan kredit di bidang properti.

Instrumen Loan to Value (LTV) ratio ini dikeluarkan karena adanya fenomena pertumbuhan kredit di sektor properti serta harga indeks properti yang meningkat jauh dari ketentuannya akan mengakibatkan timbulnya gelembung harga properti. Selain itu instrumen menjadi pengingat bahwa krisis keuangan pada tahun 2008 terjadi karena tingginya pertumbuhan kredit di sektor properti. Loan to value (LTV) properti merupakan angka rasio antara nilai kredit atau pembiayaan yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan harga penilaian terakhir. Penetapan rasio maksimum Loan-to-Value (LTV) merupakan salah satu jenis instrumen kebijakan makroprudensial yang bersifat countercyclical dan diterapkan untuk mengurangi jumlah pinjaman yang diberikan oleh institusi keuangan.

Pada akhir tahun 2019, Indonesia mengalami penurunan perekonomian dibawah 5%, dan disusul dengan kondisi terparah pada kuartal 2 tahun 2020 yaitu sampai -5,32%. Hal ini dikarenakan melemahnya daya beli masyarakat yang berimbas juga kepada penurunan kredit di sektor properti. Oleh karena itu, Bank Indonesia tetap memperlonggar kebijakan LTV. Kebijakan ini dilanjutkan untuk mempertahankan minat dan daya beli masyarakat dalam membeli properti yang memiliki daya ungkit terhadap perekonomian. Rasio LTV/FTV kredit/pembiayaan properti tetap longgar yaitu paling tinggi 100% untuk semua jenis properti, bagi bank yang memenuhi persyaratan rasio NPL/NPF Total Kredit/Pembiayaan dan rasio NPL/NPF Total Kredit/Pembiayaan Properti.

Dengan adanya kebijakan tersebut, perekonomian Indonesia mulai mengalami peningkatan seiring dengan oeningkatan kredit property. Pada triwulan IV 2023 total nilai kredit KPR dan KPA secara tahunan tumbuh 12,17% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 12,32% (yoy). Relatif stabilnya penyaluran KPR dan KPA secara tahunan ditopang oleh masih meningkatnya penyaluran KPR dan KPA secara triwulanan pada triwulan IV 2023 sebesar 2,63% (qtq), meski lebih rendah dari triwulan sebelumnya (4,93%, qtq).

Di sisi lain, secara triwulanan, menurut data dari survey harga properti residensial yang dilakukan Bank Indonesia bahwa harga properti residensial primer pada triwulan IV 2023 juga terindikasi meningkat terbatas sebesar 0,25% (qtq), lebih rendah dibandingkan perkembangan harga pada triwulan sebelumnya (0,48%, qtq). Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan harga yang lebih rendah di seluruh tipe rumah pada triwulan IV 2023 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kenaikan harga rumah tipe kecil, tipe menengah, dan tipe besar masing-masing 0,36% (qtq), 0,17% (qtq) dan 0,25% (qtq), lebih rendah dibandingkan perkembangan harga triwulan sebelumnya sebesar 0,62% (qtq), 0,52% (qtq), dan 0,25% (qtq).

Laju inflasi yang meningkat menjadi sebab indeks harga properti menjadi meningkat pula. Hal ini pun disampaikan oleh Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati yang menjelaskan bahwa pengaruh terbesar dalam sektor properti salah satunya adalah inflasi. Hal ini mengakibatkan harga rumah terus meningkat sehingga semakin sulit digapai oleh masyarakat, Akibatnya indeks harga properti pun semakin meningkat setiap kuartalnya, hingga semakin sulit digapai oleh mayoritas masyarakat Indonesia.

Maka, jika dilihat dari data diatas menunjukkan bahwa setelah adanya kebijakan LTV, belum mampu menjaga harga properti agar tetap rendah, secara agregat harga properti cenderung mengalami kenaikan, sementara di berbagai wilayah indonesia juga mengalami kenaikan harga properti. hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Loan to Value (LTV) yang telah diterapkan belum sepenuhnya efektif dalam mengendalikan harga properti. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk membatasi jumlah pinjaman yang dapat diperoleh pembeli properti, dampaknya terhadap penurunan harga properti masih belum signifikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun