Abis nonton Pangeran, Mingguan edisi Pak Mahfud MD Bocor Alus, sempat terbersit pikiran, apa sih manfaatnya Pak Mahfud membuat---atau jikalau tidak membuat---dan meng-endorse Golfud (Golongan Mahfud) ini?
Seperti yang sudah-sudah, aku membawa dampak hipotesis-hipotesis gembel. Hal pertama yang nampak adalah Mahfud MD coba mengorganisasi swing voters di Indonesia sebagai penentu pemilu 2019.
Swing voters, atau pemilih non partisan, adalah group pemilih yang kian th. kian bertambah jumlahnya. Bayangkan, dari cuma sekitar 7,3% terhadap pemilu 1999, sampai 30--40% dari keseluruhan 192 juta pemilih terhadap 2019 nanti.
Sudah memahami kan kenapa mengorganisir swing voter ini terlalu penting. Karena di dalam perspektif struggle for power, barangsiapa yang bisa menggaet dari group ini paling tidak 10 % saja, maka ia memiliki posisi tawar tinggi. Terlepas dari tokoh mana yang memenangi pemilu presiden nanti.
Disini memahami bahwa para swing voter memang adalah sebuah komoditas politik. Dimana isikan kepala (dan surat suaranya) dijajakan oleh tokoh atau organisasi kepada tokoh atau organisasi lainnya yang butuh nada untuk menaiki tangga kekuasaan.
Yang kedua, Golfud bersama dengan Mahfud MD sebagai otaknya, menginginkan perlihatkan spesifik kepada Jokowi bahwa dirinya udah tidak benar menolak dampak Mahfud di masyarakat bersama dengan mengangkat Ma'ruf Amin di detik-detik terakhir pemilihan cawapres.
Kalau Mahfud MD sukses mengorganisir pemilih non partisan, bukan tak kemungkinan terhadap akhirnya Jokowi bakal "mengemis" kepada Mahfud untuk menggerakkan Golfudnya ke di dalam kantong nada Jokowi.
Dan jikalau Mahfud adalah makhluk politik yang memiliki ego tinggi, tak ada yang lebih manis daripada menyaksikan orang yang dulu "mengkhianatinya" kini bersimpuh memohon bantuannya.
Aku tak harus mengulas segi ideologis mengapa suara-suara ini penting dan Mahfud berharap orang-orang yang berbaris di dalam Golfud rela menggunakan hak suaranya.
Kamu bisa baca sendiri mengenai itu di google bersama dengan keyword "legitimasi", atau "delegitimasi", dan lain-lain. Atau anda bisa dengar penjelasannya segera di dalam wawancara di atas.
Tak pelak, lahirnya Golfud memasang Mahfud MD di dalam posisi yang unik. Kukira sampai saat ini belum ada tokoh yang terlalu dulu isikan posisi yang sama.
Ya kemungkinan ada terhadap jaman dulu, tetapi tokoh-tokoh di dalam cerita politik klasik menguasai "swing voters" bersama dengan menguasai elit politik dan konglomerat. Sedangkan kini, posisi Mahfud baru bisa eksis sehabis adanya sosial media dan pemahaman politik yang memadai di level akar rumput.
Lagipula, eksistensi swing voter ini tumbuh subur karena cuma ada dua kandidat presiden. Hal yang mirip berjalan di Amerika Serikat yang mana cuma ada dua partai yang boleh bertarung untuk jadi yang nomer satu.
Tapi ohoho, tak semudah itu, Ferguso. Karena sifatnya yang "independen", pemilih non partisan ini memiliki banyak sekali ide mengenai bagaimana calon pemimpin yang ideal. Ketika "pemimpin" group tanpa pemimpin ini tak bisa mengumpulkan ide-ide tersebut, maka swing voter cuma bakal jadi golput-er.
Artinya, jikalau benar Mahfud menginginkan menggunakan Golfudnya sebagai bargaining chip, maka hal pertama yang harus dilaksanakan sehabis mendeklarasikan Golfud adalah membangun jaringan komunikasi yang luas.
Jaringan komunikasi ini dibutuhkan agar semua anggota Golfud bisa dimobilisasi di dalam waktu yang singkat dan ada garis komando yang jelas.
Sebenarnya ada hipotesa-hipotesa lain mengenai bagaimana Mahfud bisa menggunakan golongannya di dalam percaturan politik. Semisal jadi menteri di rezim selanjutnya, jadi capres atau cawapres di 2024, dan lain-lain. Tapi marilah kami cukupkan pembahasan sampai sini saja karena ternyata membawa dampak hipotesa ngawur itu termasuk butuh tenaga dan pikiran. Wassalam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H