Mohon tunggu...
Neil Armstrong
Neil Armstrong Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Selain Pemilu Empat Kali Setahun, Negara Ini Juga Tak Punya Kepala Negara Tunggal

26 Januari 2019   20:14 Diperbarui: 26 Januari 2019   20:25 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun politik bersemi kembali. Gambar-gambar calon pemimpin jadi menyesaki ruang publik dan mengotori dinding pemukiman kumuh. Pemilu sesungguhnya perihal yang baik dilaksanakan gara-gara pemilu adalah tidak benar satu layanan publik untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah supaya sesuai bersama keperluan rakyat.

Tapi bagaimana cara rakyat mempengaruhi kebijakan pemerintah terkecuali arah kebijakan dan pandangan politik calon pemimpinnya saja tetap abu-abu? Apa jadinya terkecuali dalam pemilu penduduk langsung pilih program yang di idamkan alih-alih foto wajah orang asing yang tak sadar visi misinya?

Voteforpolicies.org.uk adalah web yang sanggup mengajarkan penduduk perihal mahapentingnya program dan betapa tak relevannya ketokohan seseorang. Situs itu sanggup membawa dampak politik lebih akuntabel bersama penjabaran program tanpa sedikit pun merujuk partai atau sosok tertentu.

Di laman depan hanya tertera tulisan Partai 1, Partai 2, dan seterusnya. Setelah pilih no partai, pengunjung web sesudah itu diminta pilih berasal dari daftar kategori yang sanggup dipelajari jadi berasal dari isu pendidikan, hak pekerja, hukum dan HAM, ekonomi, kesehatan, sampai kriminalitas.

Dari web Voteforpolicies.org.uk, aku sesudah itu teringat perihal video yang menyebutkan sistem politik di Swiss. Swiss dikatakan tidak benar satu negara bersama sistem politik paling egaliter di semua dunia gara-gara Pemerintah Swiss membagi wilayahnya ke dalam kanton-kanton (semacam provinsi dalam konfederasi) yang berhak membawa dampak perundangannya sendiri.

Sistem Federalisme Negara Swiss
Dengan sistem ini tiap-tiap area fleksibel benar-benar enteng beradaptasi bersama masalah dan keunggulannya masing-masing. Hanya ada tiga perihal yang ditentukan oleh Pemerintah pusat yakni konstitusi, mata uang, dan kebijakan luar negeri.

Negara Ini Pemilu Empat Kali Setahun dan Tak Punya Pemimpin Tunggal

Uniknya lagi, negara itu ternyata menganut sistem pemilu semi-langsung, di mana penduduk laksanakan voting untuk pilih perwakilan yang akan duduk di dewan perwakilan rakyat tetapi juga berhak mengajukan penambahan, penghapusan, dan modifikasi undang-undang tanpa melalui instansi perwakilan.

Jadi terkecuali penduduk tidak sepakat bersama draft produk hukum yang dibuat parlemen, mereka tinggal mengajukan petisi yang ditandatangani oleh sekurang-kurangnya 50.000 orang untuk level kanton dan 100.000 untuk level konstitusi nasional.

Referendum ini bahkan dilaksanakan tiap-tiap empat bulan sekali. Jadi tiap-tiap empat bulan, penduduk Swiss pergi ke TPS untuk menyetujui atau tidak menyetujui rancangan undang-undang yang disusun parlemen selama empat bulan sebelumnya. Berkat sistem ini, tingkat partisipasi politik sangatlah tinggi. Terhitung lebih berasal dari 60% mengimbuhkan suaranya pada polling di tahun 2015.

Negara Ini Pemilu Empat Kali Setahun dan Tak Punya Pemimpin Tunggal

Swiss dikatakan tidak benar satu negara bersama sistem politik paling egaliter di semua duniayang mempunyai kekuasaan yang hampir absolut, parlemen Swiss (perwakilan berasal dari kanton-kanton yang juga tak mempunyai kebolehan absolut) mengangkat tujuh orang yang berperan serupa layaknya menteri.

Ketujuh orang ini mempunyai kebolehan politik yang serupa dan secara bergantian menjadi perwakilan negara untuk tugas-tugas internasional tiap-tiap tahunnya.

Walaupun begitu, ada lebih dari satu kekurangan berasal dari sistem politik di atas yang kudu aku jelaskan disini.

Pertama, kendati efektif dan efektif, mahalnya sistem direct democracy menjadi rintangan banyak negara menerapkan perihal serupa. Biaya pemilihan kepala area 2018 di Indonesia saja menelan dana Rp 20 triliun. Bayangkan terkecuali kudu menggelar hajatan yang serupa tiap-tiap lebih dari satu bulan sekali. Yang ada negara ini akan bubar bersama sendirinya.

Kedua, nasib rakyat ditentukan oleh rakyat sendiri. Artinya tanpa sistem pendidikan dan informasi yang mapan dan juga kesadaran berpolitik yang tinggi, hampir kemungkinannya sangat kecil parlemen sanggup merumuskan kebijakan yang baik.

Selain itu hampir kemungkinannya sangat kecil pula rakyat sanggup pilih atau bahkan merumuskan kebijakan dalam referendum tanpa dibayangi nafsu hewani yang egoistik.

Bersatu tetapi Tidak Kaku
Negara Ini Pemilu Empat Kali Setahun dan Tak Punya Pemimpin Tunggal

Memang sampai hari ini belum ada sistem politik kenegaraan yang sanggup dikatakan sempurna, tetapi secara privat aku percaya sistem politik federasi layaknya di atas jauh lebih sesuai bersama kultur dan kondisi geografis Indonesia.

NKRI tak kudu selamanya dimaknai bersama laksanakan segala aktivitas bersama-sama kan? Setiap wilayah sanggup mengembangkan potensi dan menyelesaikan masalahnya sendiri supaya nantinya sanggup menjadi bahan pembelajaran dan membantu membantu wilayah lain yang tetap tertinggal. Toh bhinneka tunggal ika sesungguhnya telah memaparkan rancangan itu bersama gamblang.

Atau terkecuali belum siap menjadi negara federasi, mengapa tidak rombak pernah saja sistem pemilihan umumnya supaya lebih masuk akal? Dengan mekanisme pemilu yang baik, rakyat akan dijauhkan berasal dari para predator politik hasil perselingkuhan penguasa dan pengusaha.

Sebab terkecuali partai atau tokoh terpilih berkat programnya tetapi akhirnya ingkar janji, maka bersama sendirinya partai dan tokoh berikut akan terdelegitimasi dan tersingkir secara alami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun