Mohon tunggu...
Nehemia Putu
Nehemia Putu Mohon Tunggu... -

-Life IS Simple||Jalani dan nikmati suka dukanya-

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cita-cita Menjadi "Petani" Kenapa Tidak

14 Oktober 2014   15:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:05 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali ketika masih SD ditanyakan cita-cita maka jawaban yang muncul adalah Ingin menjadi Pilot, Dokter, Guru, Presiden dan lainnya. Sangat jarang bahkan mungkin tidak pernah di dengan ada yang bercita-cita sebagai "Petani". Sedemikian hinakah perkerjaan sebagai petani di mata rakyat indonesia.

Sektor pertanian seperti yang pernah kita dengan dahulu saat zaman Orde Baru pernah menjadi salah satu sektor yang memiliki peran penting bagi Indonesia, sektor pertanian pernah di banggakan oleh rakyat indonesia sehingga Indonesia pernah di sebut Macan Asia karena sektor pertanian, namun sebutan itu berangsur-angsur di lupakan saat reformasi, seolah-olah pertanian tidaklah penting lagi. Pemerintah lebih percaya dengan Import Beras dari Vietnam untuk memenihi kebutuhan beras dalam negeri, padahal petani-petani indonesia masih hidup. Banyak lahan pertanian kini sudah di ubah menjadi lahan perkebunan, biaya produksi sektor pertanian semakin mahal, pupuk, pestisida, irigasi atau pengairan, harga jual padi dan sejumlah permasalahan pelik lainnya harus di hadapi oleh petani indonesia.

Sekilas cerita pertanian di sekitar penulis. Sektor pertanian memang merupakan salah satu tonggak penunjang hidup masyarakat di sini, berawal dari program transmigrasi tahun 70an yang bisa dikatakan sukses, para petani di sepuatan sulawesi tengah - parigi moutong, telah menikmati hasil dari sektor pertanian ini walaupun banyak hal yang menjadi catatan penting yang mungkin bisa di jadikan patokan bagi dinas terkait.

harga lahan pertanian semakin mahal, sehingga sudah sangat tidak mungkin untuk membuka lahan baru, harga per Ha lahan pertanian sudah mencapain 200jutaan, harga yang lumayan fantastis. Pendapatan jika di hitung sacara kasar untuk 1 ha perpanen menghasilkan 4 ton beras (asumsi panen berhasil) dengan harga per kg beras Rp6.000 petani sudah mengantongi 24 juta, di kurangi  biaya peroduksi sekitar 5-7 juta sehingga perkiraan petani setiap 3 bulan bisa mengantongi 15 juta. hasil yang lumayan dengan biaya hidup di pedesaan. Dan bisa di bayangkan jika pemerintah mau ikut dalam serta dalam proses ini seperti membantu dalam penyediaan bibit berkwalitas, subsidi pupuk dan pestida dan menjaga harga beras stabil khususnya saat panen maka akan makin banyak Petani-Petani baru muncul dan dengan sendirinya maka Swasembada Pangan khusus beras dapat kembali di dapat dengan bantuan tangan Petani Indonesia.

sangat berharap pemerintahan yang baru akan meningkatkan perhatian kepada sektor pertanian, sektor penunjang pertanian, teknologi pertanian dan pada petani itu sendiri.

Cita-cita menjadi petani kenapa tidak. Bangga menjadi Petani dan Bangga menjadi Anak petani.

salam - indonesia Hebat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun