Dari awal beberapa pihak memang sudah mempertanyakan fungsi dari staf khusus Presiden Jokowi. Bahkan pernyataan terkait Presiden Jokowi bagi-bagi pos jabatan marak ditengah publik, kenapa tidak ? Ya, karena perhelatan pilpres 2014 dan 2019 begitu banyak kelompok yang beramai-ramai mendukung Jokowi sehingga pembagian kue kekuasaan baru bisa tercover ditahun 2019, bahkan belum semua.
Bahkan, kelompok yang beramai-ramai ini beberapa kali memanuverkan Presiden Jokowi pada saat pembagian jabatan eksekutif untuk membantunya dalam menjalankan pemerintahan yang kedua kalinya. Misalnya saja, Projo. Projo salah satu relawan yang massif mendukung Jokowi  Pada saat pengumuman kabinet, projo kecewa dengan nama-nama kabinet Jokowi dan ingin membubarkan diri. Alih-alih, pembubaran ini pun tak kunjung terlaksana ketika ketua umumnya berkemeja putih ke Istana dan memperoleh kedudukan Wakil Kemnterian Desa dan PDTT.
Baik, kita kembali pada pokok persoalan staf khusus Presiden Jokowi. Polemik Kehadiran staf khusus Presiden Jokowi ini bukan saja ditengah-tengah kelompok oposisi bahkan hal yang sama di kelompok pendukungnya. Terjadi pembengkakan staf khusus Jokowi dari 6 menjadi 13 dengan 7 tambaham stafsus milenial.
Kehadiran dari 7 Stafsus ini kita harus apresiasi. Karena, Presiden Jokowi mengcover kelompok milenial dengan jumlah populasi 30 persen di bangsa ini untuk turut masuk dalam pos-pos jabatan publik. Seharusnya, keistimewaan yang didapat oleh kelompok milenial ini harus mampu membuktikan profesionalitas kerjaan yang dirasakan publik dan mampu memberikan pikiran-pikiran segar untuk Presiden Jokowi.
Desakan dari berbagai masyarakat umum, meminta Jokowi untuk membubarakan stafsus milenial, karena kehadiran mereka hanya menjadi benalu dipemerintahan jokowi dan kerja nyatanya tidak dirasakan oleh publik. Desakan ini bermula ketika dua orang stafsus Jokowi yang berulah.
Menurut, Ari Junaedi bahwa pengunduran diri dari stafsus milenial yang berulah ini, seharusnya diikuti oleh stafsus milenial yang lain karena kehadiran dan kerjanya tidak dirasakan oleh publik.
Bahkan Adian Napitupulu pentolan aktivis 98 juga sedang menunggu hasil dari kinerja mereka. Adian menyampaikan, stafsus ini harus melakukan sesuatu supaya kesannya bukan hanya pajangan saja dibirokrasi. Bahkan Adian melanjutkan bahwa, Jokowi lebiha giat kerjanya dari pada ke 7 Stafsus tersebut.
Belum lama ini, Dua Stafsus Milenial Jokowi tersandung Birokrasi. Dugaan Penyalahgunaan wewenang oleh kedua stafsus ini beramai-ramai dikritik oleh masyarakat. Awalny Stafsus Jokowi, Andi Taufan Garuda Putra, pada awal bulan menyurati camat diseluruh Wilayah Indonesia terkait kerja sama program antara pemerintah dan PT Amartha Mikroa Fintek terkait relawan Desa Lawan covid - 19 yang notabene ia sendiri adalah pendiri dan ketua eksekutif Amartha. Adams Belva Syah Devara selaku stafsus sekaligus pendiri ruang guru juga terlibat dalam kasus yang diduga menyalahgunakan wewenang karena perusahaan miliknya menjadi salah satu perusahaan penyedia pelatihan lainnya dalam pelatihan Kartu Prakerja oleh Pemerintah.
Alih-alih, polemik ini semakin mencuat. serangan pengunduran diri tersebut semakin kuat. Kesadaran penuh dari stafsus tersebut merespon apa yang dikehendaki oleh masyarakat.
Melalui surat terbukannya pada tanggal 21 April 2020, Adams Belva Syah Devara resmi mengundurkan diri dari Staf Khusus Jokowi. Kemudian, disusul oleh Andi Taufan Garuda Putra mengundrkan diri dari Stafsus Jokowi yang telah menyampaikan surat pengunduran tersebut pada tanggal 17 April.
Lalu, Apakah polemiknya telah selesai ?