Mohon tunggu...
Isadur Rofiq
Isadur Rofiq Mohon Tunggu... Penulis - penulis

Kau lupa Ambo, cerita hikayat lama dongeng-dongeng itu ada penulisnya. tapi ceritamu, Allah Penulisnya. @negararofiq

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Kita yang Mengakhiri

12 Maret 2019   10:25 Diperbarui: 12 Maret 2019   10:52 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

oleh : Is'adur Rofiq. 


Hujan kayaknya sudah reda, aku hendak pulang dan meninggalkan masjid. Seperti biasa, pas di rumah sudah ditunggu laptop yang sejak kemarin belum aku sentuh. Kerinduan akan diksi yang aku tulis segera terbayar dengan suara risih keyboard. Entah apa yang akan aku tulis, tiba-tiba lamunan membawaku pada suatu kisah masa lalu yang kelam. Sampai saat ini aku belum percaya mengapa kisah itu selalu hadir ditengah pikiranku yang sedang merangkai diksi-diksi tulisan.

***

Sebuah kisah masa lalu dimulai!

Sudah beberapa hari ini aku jadi pengangguran setelah resmi menanggalkan status mahasiswa. Tuntutan moral agar bisa bekeja disuatu perusahaan yang sesuai dengan bidang jurusanku tak bisa dielakkan.

Pagi ini rasanya cerah sekali, aku bergegas pergi ke suatu kantor perusahaan besar di kota ini. Kata temanku, perusahaan tersebut akan menerima karyawan baru diposisi konsultan proyek. Dengan semangat, setiap langkahku disertai doa agar bisa diterima. Di depan pintu, aku disambut resepsionis cantik dengan rambut terurai panjang, "Ada yang bisa saya bantu bapak?" ujarnya dengan senyum ramah. "Apakah betul perusahaan ini akan menerima karyawan diposisi konsultan proyek?" tanyaku. "Betul pak, silahkan menemui direktur perusahaan di ruang 10 lantai 2," jawabnya. "terimaksih banyak Bak." Ujarku sambil bergegas ke ruangan direktur perusahaan.

Saat sampai di depan ruangan direktur, ternyata sudah banyak yang mengantri. Aku harus bersabar duduk di paling belakang. Sudah 1 jam lebih aku menunggu, rasanya mata ini ingin terpejam meskipun sebentar. "Fejri silahkan masuk!" ujar ajudan direktur yang membuyarkan kantukku. Lalu aku masuk ke ruangan dengan disambut senyuman oleh sang direktur. Tanpa bicara satu katapun ia meminta kelengkapan administrasi yang aku bawa. beberapa menit kemudian Ia bertanya "Dengan siapa kamu datang kesini?", "Sendiri saja Ibu," jawabku. "Belum punya istri kah?" ujarnya, "Belum Ibu," jawabku sedikit malu. "Jika orang jualan di pasar, pasti sebelumnya ada modal yang harus dikeluarkan. Kamu sekarang berani melamar pekerjaan di perusahaan ini, lalu apa modalmu Fejri?" tanyanya dengan serius. "Saya punya orang tua yang selalu shalat tahajjud mendoakanku." Jawabku sedikit gugup. Entah apa yang ada dibenak direktur ini hingga Ia sedikit meneteskan air mata. "Interviewnya sudah ya," ujarnya sambil mengusap air mata. "Iya Ibu, terimakasih." Jawabku. Aku bergegas keluar.

Di perjalanan menuju pulang, aku heran mengapa interviewnya sebentar sekali. padahal peserta sebelumnya hampir 30 menit didalam ruangan. Sedangkan aku paling Cuma 5 menit. Apa aku bersalah cuma bilang punya orang tua sebagai modal dalam berkarier? Sehingga sang direktur meneteskan air mata karena aku sebagai pelamar karyawan baru tidak mempunyai orientasi konkret memajukan perusahaannya. Entahlah, intinya aku tetap berpegang teguh terhadap prinsip hidup: bahwa orang tuaku adalah orang yang membawaku pada kebaikan.

Sudah dua malam aku tidak bisa tidur. Mungkin sudah gak sabar menunggu kelulusan besok pagi. Telah aku paksa mata ini untuk merem, tapi sama saja, tetap sulit untuk tidur. Sudah jam 2 pagi, aku mencoba keluar dari kamar kontrakan dan duduk di teras agar pikiranku tenang. Dalam kesunyian, tak terasa air mata menetes. Aku teringat bagaimana perjuangan orang tuaku bekerja membiayai kuliahku, dan sampai saat ini aku belum bisa membalas kebaikannya. "Oh iya, kalau jam segini, ibuku kan shalat tahajjud," gumamku dalam hati. Aku segera mengambil handphone untuk menelponnya. "Halo ada apa Fej?" sahut ibu mengangkat teleponku. "Gak ada apa-apa bu, cuma kangen aja," jawabku. "Oalah, tak kira sudah sakit kamu," ujar Ibu. "Alhamdullah sehat Bu" kataku. "Besok kan ya pengumuman kelulusan karyawan baru?" Tanya ibu. "Iya buk, doakan saya selalu ya" Jawabku. "Gak usah kamu suruh nak, setiap saat aku selalu doakanmu." Ujar ibu. Sekitar 10 menit aku bicara sama ibu, hingga akhirnya ibu menutup percakapan dengan kata-kata seperti biasanya "Jangan lupa ke masjid dan jaga kesehatan".

Cukup dengan mie instan untuk sarapan pagi ini, lumayan lah buat ngirit uang. Sudah gak sabar menunggu pengumuman kelulusan karyawan baru 2 jam lagi. Aku mencoba menenangkan diri dengan shalat dhuha dan baca Alquran. Suara dering handphone mengagetkanku ditengah hanyut dalam kekhusukan membaca Alquran. Dengan segera, aku buka notifkasi email tersebut: "Yth. Fejri Alamsyah, dengan ini kami menyampaikan, bahwa anda kami terima di perusahaan kami. Untuk kelengkapan berkas maksimal dipenuhi hari rabu". Alhamdulillah ya Allah. Sungguh tak kuasa membendung air mata tangisan bahagiaku ini.

Dengan langkah yang cukup tergesa-gesa, aku mendatangi perusahaan dengan mambawa berkas yang kemarin berum lengkap. Diruangan, aku telah ditunggu sang direktur yang kayaknya agak sibuk pagi ini. "Duduk dulu Fej, saya masih mengarsip berkas-berkas marketing" ujarnya. "Iya bu terimakasih," jawabku sambil duduk. Aku mencoba melihat isi rungan direkturku ini, kayaknya Ia orang agamis. Aku lihat banyak lukisan ayat-ayat Alquran yang terpampang di dinding ruangan ini. Yang paling aku suka adalah lukisan yang terpampang dipojok bagian barat, yang bertuliskan ayat "Inna ma'al 'usri Yusroo". Ayat ini memang menjadi favorit bacaan saya ketika sedang punya masalah. Yakin, setelah kesusahan pasti akan ada kemudahan. Begitulah kira-kira prinsip yang diajarkan pada ayat Alqur'an ini. "Sudah lengkap berkas yang saya minta?" tanya direktur mengagetkanku. "InsyaAllah lengkap" ujarku sembari memberikan berkas yang aku bawa. beberapa menit Ia periksa, lalu Ia berkata "Bagus, sudah lengkap, mulai minggu depan sudah bisa mulai kerja". Sungguh senang hati ini mendengar ucapan sang direktur. "Baik bu, terimakasih atas kesempatannya, sungguh senang bisa menjadi bagian dari keluarga besar perusahaan ini" ujarku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun