Itu Bowo dan Budi. Itu Ibu Budi. Itu bapak Budi. Itu kakak Budi. Wati Kakak Budi. Bowo suka makan nasi goreng Wati. Masih ingat kah kita pelajaran membaca sewaktu SD seperti ini? Tapi kini, kita tidak akan membicarakan mata pelajaran saat kita kecil. Karena ada maksud tertentu dari nasi goreng Wati tersebut.
Rabu, 24 Juli 2019 telah terjadi pertemuan antara Prabowo dan Megawati di kediaman presiden RI ke-5 itu di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Setibanya di lokasi, Prabowo disambut oleh Megawati beserta dua anaknya Puan Maharani dan Prananda Prabowo, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, dan Kepala BIN Budi Gunawan.
Di kediaman Megawati mereka makan siang bersama. Sebagai tuan rumah, Megawati menyiapkan santapan spesial untuk Prabowo, yakni nasi goreng kesukaannya. "Bu Mega penuhi janjinya memasak nasi goreng untuk kami. Luar biasa nasi gorengnya, saya sampai nambah," kata Prabowo. Ia pun mengatakan akan menunggu Bu Mega jalan-jalan ke Hambalang.
Pertemuan tersebut mengingatkan kita kembali akan memori Pilpres 2009 yang lalu. Saat itu Megawati dan Prabowo maju di kontestasi Pilpres sebagai Paslon dengan slogan MegaPro. Akan tetapi, hubungan itu tak seiring jalan selama beberapa lama. Bahkan selama 2 kali kontestasi Pilpres, posisi Megawati dan Prabowo selalu berseberangan.
Terlebih lagi ada massa Blok Islam kanan yang menunggangi Prabowo di Pilpres 2019. Mereka adalah kelompok yang terafiliasi dengan gerakan 212. Yakni PA 212, FPI, dan GNPF Ulama. Harapan mereka dalam mendukung Prabowo adalah agar dapat menggeser ideologi bangsa Indonesia dengan khilafah.
Bukan tanpa alasan, baru-baru ini pihak Islam Kanan itu secara terang-terangan mengakuinya. Seperti pernyataan dari Pelaksana Tugas Ketua PA 212 Asep Syarifudin yang mengharapkan khilafah tegak di Indonesia pada 2024. "Harapan saya 2024 khilafah tegak di Indonesia. Khilafah itu adalah syariat Islam. Kalau menolak khilafah itu menolak syariat Islam. Itu penodaan agama," ungkap Asep dalam sebuah diskusi di Cikini 18 Juli yang lalu.
Tapi kini Pilpres 2019 telah usai. Pertemuan Jokowi-Prabowo pun telah terjadi di Stasiun MRT pada tanggal 13 Juli 2019. Pertemuan ini sekaligus menandakan berakhirnya rivalitas antar Capres dan berakhirnya pula masa Blok Islam kanan dalam menunggangi Prabowo. Pencapaian itu dapat terwujud lewat campur tangan dari Kepala BIN Budi Gunawan (BG). Lewat kepiawaiannya dalam meluluhkan dan bernegosiasi dengan Prabowo maka terwujudlah pertemuan itu.
Sekarang kita kembali lagi pada pertemuan Prabowo dan Megawati. Saat penyambutan tersebut kita bisa lihat keberadaan BG. Keberadaan BG kembali mengingatkan kita akan perannya dalam mempertemukan kembali kedua tokoh bangsa ini. Oleh karena itu, bukan tak mungkin, berkat peran BG maka prospek MegaPro demi Indonesia dapat terjadi lagi.
Terkait pertemuan tersebut, pihak PA 212 sebelumnya mengatakan bahwa mereka tidak akan ambil pusing lagi. Mereka sudah tidak inginkan ikut campur tangan dengan urusan Prabowo. Kini blok Islam kanan telah benar-benar meninggalkan Prabowo yang selama ini mereka tunggangi.
BG sebagai kepala BIN yang bekerja dalam senyap sepertinya telah mengetahui bahwa pemikiran serta ideologi Blok Islam kanan sangat berbahaya bagi keutuhan Indonesia. Mereka telah menyusup diam-diam bahkan hingga lingkungan pemerintahan. Maka tak salah pula saat itu BIN menyatakan bahwa 40 masjid di lingkungan pemerintahan telah tersusup radikalisme. Temuan terbaru bahkan sangat mengherankan. ASN yang sedianya setia pada Pancasila, ternyata telah terpapar pula oleh radikalisme. Adanya ASN yang telah terpapar radikalisme menyebabkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo angkat bicara.
Ganjar Pranowo mengatakan "Sumpah janji menjadi PNS diingat lagi, kita ini memberi pelayanan kepada masyarakat. Kami sudah menemukan dari jejak digital, diduga terpapar radikalisme karena me-like organisasi terlarang dan khilafah, dia 'admin' organisasi perangkat daerah, jejak digitalnya terlacak. Silakan baik-baik mundur saja."