Lembaga pemeringkat Fitch Ratings membeberkan kerugian akibat kegagalan tata kelola perusahaan mencapai 3,5 miliar US Dollar atau setara dengan 49 triliun rupiah bagi investor sejak 2018. Pandemi corona hanya memperparah efeknya.
Beberapa kasus gagal bayar terjadi di industri keuangan non-bank (IKNB) akibat regulasi yang tidak diatur dengan ketat seperti halnya sektor perbankan. Menurut Fitch, IKNB lebih kecil dan banyak dimiliki swasta sehingga lebih rentan terhadap penyimpangan tata kelola daripada entitas yang lebih besar dan terdaftar yang biasanya akan menarik perhatian lebih besar.
Maka setelah Jiwasraya, bermunculanlah kasus gagal bayar di tengah pandemi. Seperti pada Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta dengan gagal bayar 14 triliun rupiah.
Selain gagal bayar yang terjadi dalam bentuk investasi seperti yang terjadi pada Jiwasraya dan Indosurya, gagal bayar utang juga terjadi pada perusahaan-perusahaan Indonesia. Seperti emiten PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) dan empat anak perusahaannya yang mengalami gagal bayar utang obligasi dan utang bank sindikasi. Nilai pokok utang gagal bayar itu mencapai 3,23 triliun rupiah ditambah nilai bunga dari utang obligasi dan sindikasi yang mencapai 72,16 miliar rupiah ditambah nilai bunga untuk mata uang dolar AS setara 23,56 miliar rupiah. Sehingga TELE mengalami gagal bayar utang sebesar 3,33 triliun rupiah.
Kasus gagal bayar perusahaan terjadi pula di PT Modernland Realty Tbk (MDLN) yang mengumumkan penundaan obligasi dengan nilai pokok 150 miliar rupiah dan jatuh tempo pada 7 Juli 2020 lalu. PT Kota Satu Properti Tbk (SATU) turut terjebak arus perusahaan mengalami gagal bayar. Mereka baru saja menyelesaikan sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) pada 3 Juli 2020. Beruntung mereka dapat berdamai dengan 7 dari 8 kreditur dan diberikan kelonggaran penundaan kewajiban pembayaran selama 32 hari.
Sumber : CNBC Indonesia ['Hantu' yang Baru Gentayangan: Gagal Bayar, Rugikan Rp 49 T]
Lalu ada juga kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life), yang sempat gagal bayar. Namun mereka akan bertanggung jawab dalam penyelesaian gagal bayar produk asuransinya. Mekanisme pembayaran pun akan dilakukan secara bertahap dengan tahapan awal akan mengembalikan polis yang memiliki nominal premi sebesar 50 juta rupiah.
Sumber : KataData [Sempat Gagal Bayar, Kresna Life akan Kembalikan Premi Secara Bertahap]
Solusinya?
Muncul pertanyaan di benak kita semua, apakah yang sebaiknya dilakukan para investor? Apakah mereka harus diam saja di tengah pandemi tanpa melakukan investasi? Sementara apabila investasi tidak dilakukan, tentunya akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Oleh karena itu, ada baiknya investor berinvestasi pada perusahaan yang terbukti tangguh dan tidak ikut terseret tren gagal bayar Jiwasraya. Investor sebaiknya melihat dengan teliti track record dari perusahaan-perusahaan yang akan dijadikan target investasi.
Masih ada kok perusahaan finansial di Indonesia yang selamat dari jebakan Jiwasraya. Masih ada saham-saham yang layak diinvestasikan tanpa harus khawatir kena jebakan batman. Masih banyak produk reksa dana maupun asuransi yang menerapkan GCG yang baik.
Lupakan Jiwasraya, Hanson, Bakrie, Kresna, Wanaartha, Asabri, Indosurya, Modernland, dan sederet perusahaan finansial yang memiliki manajemen keuangan buruk, kemudian memanfaatkan pandemi untuk berlindung dan mengatakan krisis karena pandemi.