Mohon tunggu...
Negara Baru
Negara Baru Mohon Tunggu... Freelancer - Tentang Saya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi Sudut Pandang Baru Negara Kita

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tak Bijak Kyai Buka Pesantren di Tengah Pandemi

12 Juni 2020   18:36 Diperbarui: 16 Juni 2020   12:46 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wapres Maruf. kompas.com

Dalam Rakornas dengan KPAI pada 11 Juni 2020, Wapres maruf menyatakan pesantren zona merah dan orange dapat dibuka apabila mendapatkan rekomendasi dari Gugus Tugas. Sebab ia menilai pesantren lebih aman dibandingkan Pendidikan tatap muka apabila ada persiapan yang baik. Seperti melakukan sterilisasi di pesantren sejak awal, menjaga santri tetap di pesantren, hingga melarang orang luar masuk.

Sumber : Sindonews [Tak Hanya Zona Hijau, Wapres Buka Peluang Pesantren di Zona Merah Dibuka]

Bukankah di sini ada pertentangan antara pernyataan Gustu Covid-19 Doni Monardo dengan Wapres Maruf Amin? Keputusan Maruf Amin mendesak pesantren dibuka terlebih dahulu sungguh aneh karena pesantren termasuk dalam Sektor Pendidikan.

Oleh karena Wapres Maruf mendesak pembukaan pesantren, maka pemerintah menyiapkan anggaran guna mendukung pembukaannya kembali. Menurutnya kesiapan infrastruktur dan prasarana pesantren masih minim. Pesantren misalnya tidak memiliki standar baku perbandingan jumlah santri dan luas kamar tidur. Kamar yang seharusnya hanya diisi 5 orang, pada kenyataannya dapat diisi 10 orang. Dengan kata lain, sangat sulit menerapkan physical distancing. Namun pesantren tetap harus dibuka kembali karena belajar di rumah menimbulkan persoalan, seperti kurangnya akses internet.

Upaya Wapres Maruf berhasil dengan adanya penggelontoran anggaran Rp 2,36 triliun untuk perbantuan ponpes. Menko PMK Muhajir Effendy menyatakan, anggaran tersebut telah disetujui oleh Kemenkeu dan dipakai sebagai penunjuang new normal di ponpes. Dana akan disalurkan ke 21 ribu ponpes serta 1,2 juta ustaz secara proporsional. Namun anggaran sebesar itu tak lepas dari kritikan.

Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah PBNU (RMI-PBNU) Abdul Ghofarrozin menyatakan dana Rp 2,36 triliun tidak akan cukup menunjang penerapan new normal 21 ribu ponpes. Berdasarkan rapat pembahasan dana bantuan untuk pesantren, kisaran yang akan didapat masing-masing ponpes adalah Rp 25 juta bantuan umum dan Rp 1,5 juta bantuan layanan internet. Pria yang akrab dipanggil Gus Rozin itu mempertanyakan nasib ponpes yang memiliki santri lebih dari dua puluh ribu. Ia juga mengkritik Kemenag yang tidak menyinggung kebutuhan seperti tes massal, ruang karantina, perbaikan sanitasi, dan kebutuhan internet bagi para santri.

Sumebr : Bisnis [Wapres: Pemerintah Siapkan Anggaran untuk Buka Kembali Pesantren]
Sumber : CNN Indonesia [NU Sebut Rp2,36 T untuk New Normal di Pesantren Terlalu Kecil]

Berdasarkan seluruh paparan di atas, bukankah ada baiknya pesantren sebagai bagian dari sektor Pendidikan ikut dibuka terakhir seperti sekolah umum? Apalagi pihak pesantren akan diberi kucuran dana Rp 2,3 triliun dari pemerintah untuk perbantuan menerapkan protokol kesehatan. Dengan adanya bantuan ini, pesantren diharapkan dapat menggunakan dana tersebut untuk berbenah menjelang pembukaannya kembali. Tak bijak kiranya ketika pesantren memanggil para santri untuk kembali ke pondok saat fasilitas yang sesuai dengan protokol kesehatan belum memadai.

Terkait kritikan PBNU tentang kurangnya dana bantuan untuk pesantren, harus diingat saat ini seluruh dunia tengah mengalami krisis karena pandemi corona. Banyak sektor lain yang harus menjadi perhatian pemerintah. Lagipula apabila argumennya karena kekhawatiran ketidaksanggupan ponpes dengan jumlah santri puluhan ribu orang menerapkan protokol new normal, bukankah artinya ponpes tersebut adalah ponpes yang sangat besar dan tidak memiliki permasalahan keuangan?

Contohnya dapat kita lihat saat Kyai pendiri Ponpes Amanatul Ummah Surabaya menolak bantuan pemerintah untuk membangun gedung asrama santri. Padahal Kyai itu memiliki 10.000 santri. Bahkan hingga saat ini, ponpes miliknya tak pernah berhenti membangun gedung untuk sarana pendidikan.

Sumber : Bangsa Online [Kiai Asep Tolak Bantuan Presiden Jokowi Bangun Asrama Santri, Kenapa?]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun