Lagi-lagi esuk dele sore tempe. Dalam pepatah Jawa, kalimat itu mengacu pada karakter manusia yang tidak memiliki pendirian atau inkonsisten. Namun begitulah yang kini menjadi cerminan Pemerintah RI. Dalam hal ini terkait pelarangan mudik.
Telah kita ketahui bersama, pada 21 April lalu Presiden Jokowi akhirnya setuju untuk memberlakukan larangan mudik demi memutus rantai penyebaran Covid-19. Akan tetapi, pelarangan mudik oleh istana saat itu justru membuat masyarakat bingung. Sebab Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan yang unik demi menjawab pertanyaan media mengenai alasan baru dikeluarkannya larangan mudik meski sudah ada 900 ribu orang 'curi start' mudik sebelumnya. Pria asli Solo itu mengatakan bahwa mereka yang curi start itu pulang kampung dan bukan mudik.
Sumber : Tempo [Najwa Shihab Jelaskan Soal Pulang Kampung vs Mudik Jokowi]
Pernyataan dari Jokowi mendapat reaksi dari berbagai pihak, sebab pernyataannnya dapat menjadi bumerang yang membingungkan masyarakat. Buktinya dapat terlihat saat ada pemudik yang tertahan di Pelabuhan Merak. Salah satu pemudik itu mengetahui bahwa pemerintah telah melarang mudik, namun ia mengaku bahwa apa yang dilakukannya sebagai 'pulang kampung'.
Sumber : Republika ['Saya Nggak Mudik, Hanya Pulang Kampung']
Meskipun begitu, larangan mudik akhirnya berjalan dan tertuang melalui Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Mereka yang membandel dan tetap mudik atau pulang kampung dengan tegas diminta untuk balik arah, tak tanggung-tanggung, jumlahnya sudah mencapai 23 ribu kendaraan. Sehingga tren mudik pun berangsur-angsur menurun. Artinya, potensi penyebaran virus corona ke daerah lainnya juga akan ikut menurun.
Tapi mengapa, setelah lebih dari 1 minggu aturan larangan mudik berjalan, istana, dan Kemenhub malah mewacanakan untuk memberikan pelonggaran?
Pada 1 Mei 2020 Jubir Kemehub Adita Irawati mengatakan, kendati larangan mudik masih berlaku, namun pemerintah kemungkinan akan memperbolehkan perjalanan mendesak demi keberlangsungan aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, Kemenhub akan Menyusun aturan turunan dari Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 berupa Surat Edaran Dirjen.
Lewat aturan turunan itu, Kemenhub akan menyediakan transportasi penumpang secara terbatas yang tetap memenuhi protokol kesehatan. Surat edaran Dirjen nantinya akan mengatur kegiatan transportasi baik darat, laut, maupun udara bagi masyarakat yang akan berpergian dengan kebutuhan yang penting dan mendesak.
Usut punya usut, ternyata rencana pelonggaran aturan mudik ini datang dari istana sendiri. Saat rapat terbata, Presiden Jokowi meminta agar Kemenhub mengkaji kembali kebijakan penutupan penerbangan penumpang dalam negeri. Jokowi beralasan bahwa ada laporan di daerah tentang distribusi bahan pokok yang terhambat karena pembatasan transportasi udara.
"Karena yang namanya pesawat kalau yang jalan hanya kargonya saja, penumpangnya tidak, tentu saja hitungannya akan sulit. Karena sebetulnya kargo itu mengikuti pesawat yang berpenumpang. Ini tolong betul-betul kita exercise sehingga jangan sampai distribusi bahan pokok terganggu," kata Jokowi pada 28 April 2020 lalu.
Bukankah pelonggaran aturan ini hanya akan menyebabkan kegagalan dari tujuan pelarangan mudik yang merupakan bagian dari implementasi memutus rantai penyebaran corona?
Bahkan Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) turut mengkritik rencana pelonggaran aturan terkait mudik itu. Salah satu PB IDI, Halik Malik mengingatkan pemerintah bahwa pembatasan mobilitas penduduk adalah salah satu strategi utama pencegahan Covid-19. Pemerintah menurutnya harus tetap konsisten dalam menjalankan pembatasan itu.
Sumber : Republika [Demi Ekonomi, Aturan Larangan Mudik akan Diperlonggar]
Apabila terhambatnya arus logistik menjadi alasan, bukankah republik ini telah memiliki telekomunikasi yang memadai untuk saling berkoordinasi dalam pengiriman kargo? Sehingga keikutsertaan manusia dalam transportasi tidak lagi menjadi alasan kuat dalam pengiriman logistik.
Wajar saja kiranya kita mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memutus rantai virus corona apabila pelonggaran tersebut tetap dilakukan. Lagipula dari awal rakyat telah dibikin bingung dengan adanya istilah mudik vs pulang kampung yang diutarakan Presiden. Apalagi ketika ada pelonggaran terkait mudik ini. Masyarakat tentunya akan makin bingung, dan banyak nantinya yang memilih untuk tetap mudik. Akibatnya arus mudik pun akan makin meningkat sekaligus meningkatkan angka penyebaran Covid-19 di seluruh Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H