Mohon tunggu...
uilaper.id
uilaper.id Mohon Tunggu... Lainnya - ui laper bikin ngiler

We provide food recommendations for you, UI citizen!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Novel: Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

9 Maret 2021   02:00 Diperbarui: 9 Maret 2021   02:16 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : novel tere liye

Judul                           : Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Pengarang                : Tere-Liye

Penerbit                     : PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit             : 2010

Tebal halaman         : 264 halaman

Ukuran buku             : 20 cm

ISBN                              : 978 – 979 – 22 – 5780 – 9

Darwis atau yang lebih sering dikenal dengan nama pena Tereliye adalah salah satu penulis novel Indonesia yang karyanya sudah tidak diragukan lagi. Beberapa karyanya pun sudah diangkat ke layar lebar, diantaranya Hafalan Sholat Delisa, Bidadari-Bidadari Surga, Moga Bunda Disayang Allah dan Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Walaupun begitu, beliau hanya menjadikan menulis sebagai hobinya karena di kesehariannya beliau bekerja kantoran sebagai akuntan.

Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin salah ialah satu karya terbaik dari beliau. Walaupun sudah bertahun-tahun lalu novel ini diterbitkan, nyatanya novel yang satu ini berhasil membekas dalam benak pembacanya. Alur yang menarik membuat pembaca selalu merasa penasaran dan ingin terus membacanya. Dari ketertarikan itu, maka berikut sekilas resensi saya terhadap novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

Sinopsis

Tania menggambarkan kisahnya serta mendeskripsikan dirinya sendiri seperti apa dan bagaimana kehidupannya. Sepeninggal bapaknya, mereka tinggal di rumah kardus hingga akhirnya Tania serta Dede berjumpa dengan malaikat mereka ialah Danar di suatu bis tempat mereka mengamen. Danar begitu baik hingga keluarga ini menganggapnya semacam malaikat. Tania sangat mengagumi Danar sebab tidak hanya baik, Danar pula mempunyai wajah yang mempesona.

Setelah mengenal Danar, kehidupan Tania, Dede, serta ibunya berganti yang awal mulanya tinggal di rumah kardus, saat ini tinggal di rumah kontrakan yang di biayai oleh Danar. Tania serta Dede dapat melanjutkan sekolah kembali. Danar serta Tania juga terus menjadi dekat semacam keluarga, apalagi Danar juga kerap mengajak Tania serta Dede buat berangkat ke toko buku yang terletak di Jalur Margonda Raya, sampai tempat tersebut jadi kesukaan untuk mereka, sebab disitu mereka dapat bertukar cerita, melamun, mengkhayal serta menikmati indahnya malam dari bilik kaca lantai 2 toko buku tersebut.

Seiring berjalannya waktu, ikatan mereka terus menjadi erat. Hingga akhirnya Danar membawa seseorang perempuan yang bernama Ratna yang membuat Tania jadi jengkel. Sejak itu, Tania mulai memahami kata cemburu walaupun umur Tania baru 12 Tahun.

Beberapa bulan setelah itu, datanglah satu cobaan besar lagi buat Tania. Cobaan yang membangun dirinya jadi individu yang lebih kokoh. Cobaan tersebut ialah ibunya jatuh sakit serta dokter memvonis kalau ibunya terserang kanker paru-paru stadium IV. Akhirnya seminggu saat sebelum umur Tania yang ke- 13 tahun, ibunya wafat. “Bagaikan Daun yang jatuh tak pernah membenci angin”, ia membiarkan dirinya jatuh begitu saja tidak melawan serta mengiklaskan seluruhnya, begitulah semangat yang diberikan Danar kepada Tania.

Sepeninggal ibunya, Tania kecil harus belajar dengan aktif supaya bisa mencapai kesuksesesan serta sanggup menaikkan derajat keluarganya. Sampai akhirnya Tania menemukan beasiswa ASEAN scholarship buat melanjutkan pembelajaran junior high school ataupun SMPnya di Singapore. Tania tumbuh berusia di Negara orang.

Hari demi hari terlewati. Tania berkembang jadi wanita yang semakin besar serta berusia. Ia terus belajar dengan aktif demi menggapai kesuksesan. Tania wajib mengerjakan laporan akhir kegiatan sosial senior high school buat kelulusannya. Selaku penerima beasiswa, Tania wajib menulis laporan tentang kasus negeri masing-masing. Ia diberikan tiket kembali berangkat ke Jakarta, serta melaksanakan penelitian sepanjang 2 minggu. Tetapi Tania tidak memberitahukan kepulangannya kepada Danar.

Sampai datang hari kelulusan Tania di senior high school. Dede, Danar, serta Ratna nyatanya tiba ke sekolah Tania. Di hari itu Tania memperoleh berita baik, sebab prestasi yang sudah diraihnya. Tania mendapatkan jatah kursi kelas terbaik semester depan di NUS. Sayangnya seluruh berita itu tertutup begitu saja dikala Danar memutuskan menikah dengan Ratna. Semenjak saat itu, Tania memutuskan tidak kembali ke Indonesia, lebih tepatnya tidak mendatangi pernikahan Danar. Tania tidak ingin datang sebab Tania menyangka Danar mencintainya, tetapi realitanya Malaikat itu tidak sempat mencintainya. Sementara itu Tania telah berupaya buat jadi yang terbaik, menuruti seluruh perkataannya, serta tumbuh jadi wanita yang menawan, pintar, serta dewasa.

Pelan-pelan Tania menunjukkan perubahan sifatnya kepada Danar. Tania seakan menjauhi Danar serta tidak ingin kembali dikala pernikahannya. Perihal ini lalu membuat lelaki jakun itu risau. Ratna memutuskan berangkat ke Singapore membujuk Tania supaya dapat kembali dihari pernikahannya. Namun usahanya juga percuma.

Setelah pernikahan itu berlangsung, Tania ataupun Danar tidak sempat menghubungi satu sama lain. Agar tidak terlalu memikirkan perihal tersebut serta berlarut dalam kesedihan, Tania senantiasa aktif bekerja, baik menjajaki organisasi hingga membuka suatu toko kue.

Beberapa bulan setelah itu, Tania menemukan peluang buat liburan. Tania memutuskan pulang ke Indonesia secara diam-diam. Walaupun Tania merahasiakan kepulangannya kepada Danar, tetapi entah mengapa Danar mengetahuinya. Pada dikala Tania berziarah ke pemakaman Ibunya, Dede, Danar, Ratna, serta Adi (salah satu teman Tania semenjak ASEAN scholarship dahulu) pula berangkat ke ziarah makam ibu Tania. Pada saat di pemakaman Dede berkata“ Ibu pergi bukan sebab tidak sayang lagi pada Dede. Bunda pergi untuk mengajarkan suatu.” Ia paham saat ini kalau hidup itu harus menerima, paham serta memahami. Tidak hirau melalui apa penerimaan, penafsiran, serta uraian itu tiba.

Setelah menghabiskan waktu berliburnya di Indonesia, Tania wajib kembali ke Singapore melanjutkan kuliahnya. Akhirnya Tania lulus kuliah sesuai jadwal, dengan nilai yang baik serta disaat hari wisuda datang, ia hanya sendiri tanpa di dampingi Dede, Danar, maupun Ratna. Dikala itu, seketika Ratna memberitahu Tania melalui chatingan bahwasannya terdapat keganjilan dari Danar sepanjang 6 bulan terakhir ini yang tidak sering berbincang dengannya, Danar lebih banyak diam serta kerap kembali larut malam.

Akhirnya Tania memutuskan buat kembali ke Indonesia menanyakan secara langsung kepada Danar apa yang tengah terjadi sesungguhnya. Tetapi saat sebelum Tania bertanya kepada Danar, Dede menggambarkan seluruh yang dia ketahui selama ini kepada Tania, bahwa Danar pula mempunyai perasaan yang sama seperi Tania. Danar menuliskan perasaannya dalam novel “Cinta Pohon Linden” yang tidak akan pernah selesai dia tulis. Perbandingan umur yang cukup jauh membuat Danar merasa tidak pantas menyayangi Tania. Tidak sepatutnya dia menyayangi gadis kecil seperti Tania.

Tania memutuskan untuk menemui Danar di bawah Pohon Linden serta menanyakan perasaan ia kepadanya. Tania memberi tahu Danar tentang perasaan Tania kepadanya. Setelah memberitahukan perihal tersebut, mereka saling mengetahui perasaan masing-masing, tetapi semua telah terlambat. Biar bagaimanapun, Danar sudah menikah dengan Ratna. Pada akhirnya Tania kembali ke Singapore serta memutuskan untuk meninggalkan seluruh cerita cintanya dan tidak akan kembali lagi ke kota ini maupun ke Indonesia.

Kelebihan :

Kelebihan dari novel ini diantaranya Tere Liye sukses mengajak para pembaca untuk mempunyai logika dalam berpikir yang lebih rasional serta berbeda. Pembaca serasa dihipnotis seakan-akan dibawa pada keadaan yang benar-benar pelik. Ia juga mengambil kesimpulan tidak hanya dari satu sudut pandang, tetapi dilihat dari sudut pandang lainnya. Jadi bagi pembaca yang mengikuti novel-novel Tere Liye pasti sudah paham gaya khas Tere Liye dalam membuat ending. Tidak selalu memaksakan happy ending.

Bahasa yang digunakan di dalam novel ini cukup puitis, penggunaan bahasanya pun sangat tepat sehingga novel ini mampu menyentuh hati dan membuat imajinasi muncul saat membacanya. Bahasa percakapan dalam novel ini bersifat narasi serta dialog, sehingga saat membacanya tidak terlalu memberikan efek jenuh atau kebosanan, malah disini kita di ajak untuk melihat hal sangat bervariatif dan menarik.

Kelemahan :

Kelemahan dari novel Tere Liye yang satu ini tampaknya tidak memakai editor maupun penyunting di dalam penerbitan novelnya, disini saya tidak melihat nama dari editor di halaman ISBNnya. Walau tidak memakai editor, rasanya tidak sedikitpun mengurangi arti dan makna dari ceritanya. Walaupun begitu, alur campuran yang digunakan terkadang cukup membuat pembaca kesulitan. Pembaca harus bener-benar teliti dalam membaca novel ini. Dan terdapat beberapa gaya bahasa yang cukup sulit untuk dipahami bagi kaum awam.

Cover buku ini sudah diperbarui ke versi baru dimana desainnya lebih minimalis dengan sentuhan yang manis. Walaupun untuk sebagian pembaca novel Tere Liye yang satu ini, lebih suka dengan seri cover versi sebelumya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun