Dalam kehidupan sosial muncul maskulinitas yang dinilai sebagai guide bagi laki-laki, bagaimana mereka harus bersikap dan berperilaku  yang didukung oleh budaya patriarki. Max Meber, dalam kutipan Walby mendefinisikan, "patriarki sebagai sebuah sistem kekuasaan/pemerintahan yang mana kaum laki-laki mengatur dan mengendalikan masyarakat melalui posisi mereka sebagai kepala rumah tangga".Â
Dalam sistem tersebut dominasi dari para lekaki muda yang belum menjadi kepala keluarga juga tidak kalah pentingnya, jika tidak lebih penting dibandingkan elemen dominasi laki-laki terhadap perempuan melalui rumah tangga. Â Â
Disinilah lahir stigma dimana masyarakat mengaitkan perilaku dan sikap kasar dengan maskulinitas seorang laki-laki. Â Kimmell (2005) menyatakan bahwa, maskulinitas adalah sekumpulan makna yang selalu berubah tentang hal-hal yang berhubungan dengan laki-laki sehingga memiliki definisi yang berbeda pada setiap individu dan waktu yang berbeda.Â
Namun yang ditemukan justru karakteristik yang membatasi seseorang ketika bersikap sebagai seorang laki-laki, seperti laki-laki harus bisa mengendalikan emosi pada situasi yang penuh tekanan, laki-laki harus tangguh, laki-laki tidak boleh menangis, ataupun bersikap dominan seperti apa yang masyarakat patriakisme lakukan. Masyarakat yang seperti itulah yang membentuk standar maskulinitas dimana laki-laki dituntut untuk bisa berpenampilan macho, tegas, tidak cengeng, memiliki jiwa kepemimpinan, dan harus selalu jago dalam berbagai hal.
Adakah dampak maskulinitas?
Maskulinitas memang memiliki nilai positif untuk membangun identitas seseorang di linkungan sosial, seperti sifat maskulin tersebut digunakan untuk melindungi kaum yang membutuhkan perlindungan. Namun jika seseorang tidak mencapai maskulinitas yang dicapai, maka makna positif maskulinitas akan berubah menjadi toxic masculinity, seperti ketika lelaki menangis karena larut dalam situasi spesial baginya, maka ia akan diejek oleh teman-temannya.
Istilah toxic masculinity mulai diterapkan pada tahun 1990an oleh pakar psikologis, Shepherd Bliss. Baginya, penggunaan istilah ini penting untuk membedakan nilai positif dan negatif dari istilah 'maskulinitas'. Hasil penelitian yang dilakukan Sheperd, Â bahwa adanya dampak negatif dari maskulinitas yang bisa merusak hidup seorang lelaki yang menyebabkan depresi bahkan berujung bunuh diri.
Seperti apa contoh toxic masculinity di kehidupan sehari-hari?
"Lu laki-laki jangan nangis dong, kaya perempuan aja"
"Lu cowo apa cewe? Bawel banget jadi cowo"
"Lu kan laki, masa gini aja gabisa"
"Lu kan cowoo, masa melambai kaya perempuan sih"