Mohon tunggu...
Nia K. Haryanto
Nia K. Haryanto Mohon Tunggu... Penulis - Blogger, Freelancer

Kuli Ketak Ketik... http://www.niaharyanto.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Yuk Kelola Sampah Organik Rumah Tangga!

6 Desember 2017   06:26 Diperbarui: 6 Desember 2017   08:06 4821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komposter pot (Foto: Rara)

Teman-teman, pernah kepikiran gak seperti apa 'nasib akhir' dari sampah yang kita buang dan lalu diambil petugas sampah? Saya sih, jujur gak pernah. Begitu dibuang ke tempat sampah, dan lalu diambil petugasnya, udah saya lega, rumah saya bebas dari sampah. Begitu dan begitu seterusnya. Baru deh, acara Hari Bakti Balitbang PU yang ke-72, hari Minggu kemarin di Car Free Day Dago membuka mata saya.

Iya, saya baru tahu kalau ternyata, sampah yang kita buang dan diambil oleh petugas sampah itu masih panjang perjalanannya. Dia akan dipilih berdasarkan jenisnya, dan kemudian diolah sesuai dengan jenis-jenisnya itu. Harusnya seperti itu. Sebab ada jenis sampah yang bahaya jika diperlakukan sama dengan jenis sampah yang lain.

Dari situ saya mikir. Sampah yang kita hasilkan, kan, banyak, ya? Kebayang dong lamanya proses akan seperti apa? Tiap hari lho kita menghasilkan sampah. Jika semua sampah yang terkumpul diperlakukan seperti itu, tentu pekerja yang terlibat di dalamnya haruslah banyak. 

Dan ini jelas membuat biaya yang dikenakan kepada kita untuk sampah akan sangat besar. Padahal kenyataannya, biaya yang kita bayarkan tidaklah mahal. Jadi wajar jika penanganan sampah sering kali tidak sesuai harapan.

Volume Sampah yang Selalu dan Semakin Banyak

Untuk kota Bandung, jarak pembuangan sampah hingga ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) itu relatif jauh, 65 km. Satu hari, mobil sampah konon hanya mampu mengangkut 2 rit saja, dari 4 rit yang diharapkan. Logis, jika itu pada akhirnya membuat volume sampah di Tempat Penampungan Sementara (TPS) sering kali numpuk melebihi kapasitasnya.

Hal ini rupanya menjadi salah satu concern Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Balitbang PUPR). Volume sampah yang selalu banyak, yang menumpuk dan meluap di TPS, yang akhirnya menggunung di TPA. 

Sehingga untuk hal tersebut,Balitbang PUPR melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah pemberian pelatihan-pelatihan ke masyarakat mengenai pengelolaan sampah. Dari mulai upayapenggunaan kembali sampah yang masih bisa digunakan (reuse), pengurangan jumlah sampah (reduce), maupun pendaur-ulangan sampah (recycle). 

Dan sasaran yang dibidik adalah rumah-rumah tangga. Kenapa demikian, sebab sampah rumah tangga itu jumlahnya sangat banyak.Jika bisa dikelola dengan maksimal, volume sampah akan sangat significant berkurang.

Pengolahan sampah berbasis masyarakat (dokpri)
Pengolahan sampah berbasis masyarakat (dokpri)
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Diskusi ringan dengan Bu Lia Meilany Setyawati di acara Hari Bakti PU minggu lalu itu benar-benar menambah wawasan saya. Bu Lia cerita panjang lebar mengenai pengelolaan sampah yang dilakukan Balitbang PUPR untuk sampah rumah tangga. Dari pemilahan jenis sampah, pengolahan sampah dapur, hingga berbagai macam yang berkaitan dengan sampah rumah tangga.

Menurut Bu Lia, sampah itu seharusnya dipilah menjadi 5 macam. Yaitu sampah barang bekas berbahaya dan beracun (B3), sampah organik, sampah residu, sampah daur ulang, dan sampah guna ulang. Akan tetapi untuk skala rumah tangga, pemilahan sampah menjadi 3 jenis saja itu sudah bagus. Yaitu sampah organik, sampah anorganik, dan sampah B3.

Sampah organik itu meliputi semua yang berasal dari sel-sel hidup. Seperti daun-daun kering dari halaman, kulit buah, sisa makanan, potongan-potongan sayur, tulang-tulang ikan, bahkan hingga ke cangkang telur. 

Adapun sampah anorganik itu meliputi semua sampah yang bahannya bukan berasal dari sel-sel hidup. Contohnya kaleng, plastik, botol, dan sejenisnya. Sedangkan sampah B3 itu adalah golongan sampah yang berbahaya dan beracun.

Pada tahu kan sampah B3? Itu lho, sampah yang punya sifat mudah meledak, mudah terbakar, reaktif, beracun, infeksius, dan korosif. Misalnya saja botol bekas parfum yang mudah meledak, botol bekas alkohol, kemasan bekas pestisida, jarum suntik, dan lain-lain.

Pengelolaan sampah rumah tangga yang paling sederhana adalah memilah mana saja barang-barang bekas yang bisa dimanfaatkan kembali tanpa harus dibuang ke tempat sampah. Seperti misalnya mengumpulkan kertas koran dan jenis kertas-kertas lainnya, serta barang-barang yang terbuat dari plastik dan lalu menyalurkannya kepada tukang rongsokan.

Itu untuk yang bisa digunakan kembali. Untuk sampah B3, langsung saja dipisahkan. Jika kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, lebih baik kumpulan sampah B3 tersebut diberikan ke tukang sampah. Dan biar petugas sampah yang mengerti caranyalah yang mengelola sampah B3 tersebut.

Pengelolaan Sampah Organik Rumah Tangga

Hal yang bisa kita lakukan sendiri adalah mengelola sampah organik rumah tangga. Benar, semua sampah dari daun-daun kering dari halaman, kulit buah, sisa makanan, potongan-potongan sayur, tulang-tulang ikan, bahkan hingga ke cangkang telur tadi bisa kita olah menjadi kompos. Ada pun caranya, Bu Lia menjelaskannya melalui 3 cara, yaitu Metode Kascing, Metode Komposter Pot, dan Metode Komposter Tanam (Komposter Rumah Tangga).

1. Metode Kascing

Tahukah teman-teman apa itu Kascing? Kascing adalah kependekan dari bekas cacing. Yupp, kompos yang dihasilkan melalui metode ini merupakan produk yang dikeluarkan oleh cacing. Jadi metode kascing itu menggunakan cacing sebagai agen pengubah sampah menjadi kompos.

Secara detailnya, media yang digunakan dalam metode kascing itu menggunakan tanah, kompos, dan kotoran hewan (misal kotoran sapi) dengan perbandingan 1 : 1 : 3. Setelah semua diaduk, media tersebut dimasukkan ke dalam wadah dengan ditambahkan air, sehingga kadar air media menjadi 55%. Barulah setelah itu, cacing tanah (cacing kalung) ditambahkan ke dalam media dengan jarak 5 cm.

Tinggi media tidak boleh lebih dari 60 cm. Sebab perlu diingat bahwa cacing itu sifatnya sering masuk dan ke luar dari tanah untuk bernapas. Dan kisaran masuk ke dalam tanahnya itu sekitar 60 cm. Lebih dari itu, cacing tidak mau. Jadi kemungkinan besar, media yang berada di bawah 60 cm dari permukaan, tidak akan 'diolah' cacing.

Sekitar 2 hari dari penambahan cacing, kascing sudah bisa dipanen. Jumlah kascing biasanya adalah setengah dari jumlah cacing yang ditambahkan. Misalnya ditambah cacing 1 kg, maka kascing yang dipanen sekitar 0,5 kg. Panen kascing ini bisa dilakukan setiap hari. 

Jangan salah, selain bisa digunakan sebagai kompos untuk sendiri, kascing ini bisa dijual. Dan harganya lumayan, yaitu sekitar Rp7.000,00 per kg. Jika dijual ke Malaysia, harganya sekitar 5 RM.

2. Metode Komposter Pot

Sesuai namanya, metode komposter pot ini menggunakan pot. Jadi, sampah yang diolah menjadi kompos tak perlu dikeluarkan dari pot lagi. Tetapi sudah jadi media tanam. Jika sudah jadi, misalnya kita punya bibit cabe atau tomat, tinggal masukkan saja bibit tersebut ke dalam komposter pot tersebut. Tanpa perlu ada penambahan ini itu.

Detail dari komposter pot itu sendiri terdiri atas kerikil atau ranting-ranting kecil di bagian terbawah (sebagai area untuk pengaliran air), kompos sedikit, sampah dapur yang sudah dicacah dengan ukuran maksimal 5 cm, dan lalu ditutup dengan tanah. 

Jika masih ada, tambahkan sampah, ditutup dengan tanah. Begitu seterusnya sampe penuh. Lalu diamkan selama 1 bulan. Dan setelah 1 bulan, media tersebut, teksturnya sudah menyerupai kompos. Yang bisa langsung ditanami bibit tumbuhan.

Komposter pot (Foto: Rara)
Komposter pot (Foto: Rara)
3. Komposter Rumah Tangga

Komposter rumah tangga adalah tempat membuat kompos yang ukurannya besar dan ditanam di dalam tanah.Untuk 1 rumah tangga, komposter ini bisa penuh dalam waktu 7 bulan. Barulah dengan didiamkan selama 3 bulan, kompos akan siap dipanen. 

Tapi dalam 1 rumah tangga, komposter seperti ini harus 2. Jadi saat menunggu kompos jadi, kita memasukkan sampah ke komposter tanam yang lain. Dan kompos yang dihasilkan, sebelum dipakai sebagai media tanam harus dicampurkan dengan tanah dengan perbandingan kompos : tanah itu 1 : 3. Sebab jika langsung, komposnya bersifat panas.

Sampah Pun Berkurang

Bersyukur saya ikut acara Hari Bakti PU minggu lalu itu. Saya jadi terdorong untuk melakukan salah satu yang diceritakan. Misalnya yang paling sederhana, yaitu komposter pot atau komposter metode kascing. Lumayan kan, sampah organik dapur yang jumlahnya bisa 50% dari sampah total bisa dikurangi. Sementara sisanya, sampah anorganik dan sampah B3, kita serahkan saja kepada petugas sampah. Toh sekarang, sampah plastik bisa dimanfaatkan sebagai aspal plastik.

Oke deh teman-teman, sampai di sini tulisan saya tentang pengelolaan sampah sesuai yang diceritakan Bu Lia dari Balitbang PU. Selain cerita Bu Lia, saya juga dapet ilmu baru yang lain. Tapi nanti deh saya ceritanya. Saya belum mengerti secara detail mengenai ilmu tersebut. Teman-teman bisa memperoleh informasinya dari kompasianer lain yang juga ikut hadir di acara Hari Bakti Balitbang PU kemarin.

Semoga informasi dari saya bermanfaat, ya. Dan semoga juga teman-teman tergerak hati untuk mengelola sampah organik rumah tangga dengan bijak. Lumayan banget, jika semua sampah organik rumah tangga diolah dengan bijak, volume sampah total bisa berkurang 75%. 

Jadinya, gak akan ada deh cerita gunungan sampah yang terbengkalai, baik di TPS mau pun di TPA. Dan lingkungan pun bisa semakin ramah kepada kita. Sampai jumpa!

Mengenal komposter lebih dekat (dokpri)
Mengenal komposter lebih dekat (dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun