Anak yang melakukan semua jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat proses belajar serta tumbuh kembangnya disebut sebagai pekerja anak. Dalam Konvensi tentang hak-hak anak dari PBB pasal 32 ayat 1 menyatakan bahwa “Negara peserta mengakui hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari melakukan setiap pekerjaan yang mungkin berbahaya atau mengganggu pendidikan anak, atau membahayakan kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak”. Perlu diketahui bahwa, definisi seorang anak menurut WHO adalah individu yang berusia 0-18 tahun. Definisi ini mencakup tahap-tahap perkembangan anak, mulai dari bayi hingga remaja yang hampir dewasa. Berdasarkan definisi tersebut, sebuah negara haruslah menjamin hak setiap anak untuk mendapat kehidupan yang layak, perawatan kesehatan yang baik, pendidikan yang optimal, dan perlindungan dari segala bentuk eksploitasi dan kekerasan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, saat ini jumlah pekerja anak dengan rentang usia 5-17 tahun pada tahun 2023 di Indonesia mencapai 1,01 juta atau setara dengan 1,72% dari total anak-anak di Indonesia. Angka ini bukanlah jumlah sedikit dan negara berkewajiban untuk menjamin semua hak yang seharusnya didapat oleh setiap anak di Indonesia tanpa terkecuali. Sampai saat ini, fenomena pekerja anak masih sering dijumpai. Isu pekerja anak termasuk ke dalam pelanggaran hak anak, baik di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan. Anak dengan status pekerja anak termasuk dalam kategori pelanggaran hak anak untuk mendapatkan perlindungan khusus. Eksistensi seorang anak sebagai bagian dari masyarakat harus selalu dijaga, mereka berhak untuk mendapat perlindungan, berhak atas lingkungan yang bersih dan sehat, dan berhak untuk mendapat pendidikan yang layak.
Fenomena pekerja anak didasari oleh beberapa faktor, diantaranya ialah karena budaya dan tradisi masyarakat. Sebagian masyarakat meyakini bahwa bentuk bakti seorang anak pada orang tuanya ialah dengan cara membantu orang tuanya bekerja. Pola pikir seperti inilah yang cukup membuat miris karena anak-anak berpotensi besar untuk dimanfaatkan kelemahannya dan dieksploitasi. Larangan tentang pekerja anak telah diatur dalam undang-undang dan anak-anak adalah makhluk yang rentan untuk mendapatkan kekerasan baik secara verbal maupun fisik. Selain faktor budaya dan tradisi masyarakat, faktor lain yang mendukung adanya pekerja anak adalah faktor ekonomi. Anak yang terlahir dari keluarga miskin cenderung akan dipaksa untuk ikut bekerja dalam rangka membantu kebutuhan keluarganya.
Prinsipnya, tugas utama seorang anak adalah belajar dan bukan bekerja. Dan pada dasarnya, pengusaha dilarang mempekerjakan anak sesuai ketentuan pasal 68 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, atas dasar itulah terdapat ketentuan bahwa pekerja anak usia di bawah 18 tahun harus mendapat perlindungan dan dan perusahaan yang ingin mempekerjakan anak harus memenuhi beberapa syarat yang berlaku. Beberapa syarat tersebut, yaitu ada ijin dari orang tua/wali anak, ada perjanjian antara pengusaha dan orang tua/wali, ada waktu kerja maksimal, pekerjaan dilakukan di siang hari tanpa mengganggu waktu sekolah, ada jaminan keselamatan kerja, ada hubungan kerja yang jelas, dan ada upah yang jelas. Ini adalah salah satu bentuk perlindungan pemerintah/negara kepada pekerja anak di Indonesia.
Peningkatan kesadaran masyarakat tentang isu pekerja anak di Indonesia masih harus melewati jalan yang cukup panjang dan penuh tantangan. Seluruh elemen masyarakat harus terlibat aktif dalam menyuarakan hak-hak anak dan mengadvokasi isu yang berkaitan dengan pekerja anak. Permasalahan pekerja anak merupakan permasalahan kita bersama dan menjadi isu yang terbilang cukup krusial. Kasus-kasus terkait pekerja anak yang selama ini terjadi di sekitar kita menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak di Indonesia yang belum terpenuhi hak nya sebagai seorang anak dan warga negara Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya keterlibatan dari berbagai pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengusaha, pemberi kerja, hingga masyarakat dan orang tua guna melakukan pembinaan dan pengawasan dengan tujuan untuk meminimalisir semakin tingginya angka pekerja anak di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H