Mohon tunggu...
Neemra Zahra
Neemra Zahra Mohon Tunggu... -

Ikhlas itu indah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mesin Uang Parpol Rontok Satu Per Satu

11 Mei 2013   07:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:46 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dapat kita pungkiri bahwa parpol (partai politik) memerlukan UANG untuk kelangsungan hidupnya, termasuk untuk mendidik para kadernya agar sesuai harapan parpol di dalam membela kepentingan parpol terkait maupun kelak jika terpilih sebagai wakil rakyat atau pejabat tinggi di jajaran pemerintah RI, walau tak sedikit wakil rakyat dengan kemampuan sangat minim di dalam membela mereka yang diwakili. Darimana parpol memperoleh uang? ini perlu disiasati, disiasati oleh parpol itu sendiri. Dan saya tak ingin membahas secara rinci bagaimana parpol menyiasati perolehan dana untuk keperluan kampanye capres/cawapres, caleg pusat dan daerah, karena pada umumnya pada “ca” tersebut membiayai sendiri kampanye mereka masing-masing dengan duwit pribadi, maupun terima dari donator dan simpatisan mereka baik in natura maupun uang tunai. Sampai hari ini tidak ada aturan yang tegas tentang bagaimana parpol menggalang dana, termasuk sumber dananya.

Kita semua tahu apa yang telah terjadi pada periode kabinet dan parlemen 2009 – 2014, sungguh banyak drama yang tergelar lengkap dengan bumbu kisah pribadi para mesin uang parpol yang terjaring KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), menjadi konsumsi penonton televisi berita mengalahkan infotainment televisi hiburan. Para mesin uang parpol ini bak pahlawan jika sukses menangguk uang untuk parpol, syaratnya asal tidak ketahuan, tapi bak penderita lepra, saat aibnya terbuka.

PD sebagai parpol pemenang pemilu 2009 – 2014, digoyang habis, saya pikir 2 parpol yang pernah memenangkan 2 pemilu sebelumnya sangat geram dengan kemenangan mutlak PD di periode ini, siapakah orang parpol yang tidak tahu bagaimana cara menggalang duwit? Apalagi parpol yang pernah memenangkan pemilu dan parpol yang mendapat jatah untuk menempatkan menteri-menterinya di kabinet yang terbentuk dan mempunyai kekuasaan mengelola alokasi anggaran kementeriannya. Parpol berebut, bernegosiasi untuk memperoleh jatah menteri sebanyak-banyaknya, yang paling banyak mendapat jatah pasti parpol pemenang pemilu. Parpol pemenang pemilu, pasti ingin menang lagi, dan perlu dana gede-gedean. Itu sebab setiap parpol jeli menempatkan barisan berani matinya di posisi-posisi kunci, seperti di Badan Anggaran DPR/D, di kementerian, dan para makelar proyek parpol yang diangkat tidak resmi secara sukarela menawarkan diri untuk menjaring proyek pemerintah dan mempertemukannya dengan calon-calon pelaksanaan proyek yaitu BUMN ataupun perusahaan-perusahaan swasta (bentukan sendiri ataupun yang dipercaya dapat melakukan kongkalikong).

Kenapa kader-kader PD yang lebih dulu muncul sebagai pelaku tindak pidana korupsi? Banyak kemungkinannya. Sangat mungkin dendam parpol yang kalah di Pemilu 2009 – 2014 menjadi salah satu penyebab, tetapi yang paling kentara adalah kerakusan tindak korupsi itu sendiri, yang menimbulkan iri hati parpol-parpol lain, wallahu a’lam. Saya yakin praktek-praktek korupsi seperti yang telah terjadi dan dibeberkan di depan mata kita bukan hal baru, itu semua sudah ada sejak jaman orba dalam berbagai versi.

Mulai dari kasus Century yang tak kunjung selesai, drama penangkapan Nazarudin yang melarikan diri ke mancanegara, menjadi kenangan buruk buat kita semua, kicauannya soal serangkaian nama rekan sejawat yang menikmati hasil jarahan berjamaah mereka yang jumlahnya fantastis, dan hanya ada dalam mimpi rakyat jelata, yang paling banter kesenangannya hanya merokok sambil berkhayal. Rangkaian kebrengsekan parpol yang pada periode ini menjadi giliran PD, sangatpasti PD tidak mau menanggung aib sendirian, mencoba menyeret parpol lain yang kebetulan tidak punya kasus sefantastis PD selama era reformasi, sehingga tidak segeger kasus-kasus korupsi para kader PD. Televisi berita yang kebetulan dimiliki oleh para politisi parpol lawan PD, menjadikannya peluang indah untuk mengemas opini publik bahwa PD tak layak menang pemilu yang akan datang. PD sudah gagal sebagai parpol yang gencar menayangkan iklan anti korupsinya yang kondang itu, alih-alih bintang filem iklannya adalah pelaku korupsi itu sendiri, betapa munafiknya! Tokoh-tokoh parpol yang terdiri dari orang muda parpol telah dengan sembrono melanggar janji mereka untuk berantas korupsi dengan berkorupsi tanpa rasa sungkan. Nazarudin menyeret Angelina Sondakh, Andi Malarangeng, Anas Urbaningrum, bahkan istrinya sendiri masuk bui, dicopot atau mundur dari jabatan keren dan nyaman mereka, termasuk dipermalukan habis-habisan lewat media yang saya pikir sadis dan tanpa hati. Allah maha besar, dan tak pernah mengingkari sabdaNya, mengutip firmanNya yang dahsyat: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.(Qs 5:87). Yang halal saja kita dilarang melampaui batas, apalagi yang haram, mutlak harus ditinggalkan. Tetapi harus kita akui bahwa barisan berani mati, berani malu, berani berkorban di setiap parpol, seperti harus menanggung konsekuensi habis manis sepah dibuang, mereka harus siap ditelanjangi dan dibuka aibnya.

GIliran PKS, yang selama ini dikenal sebagai partai Islam, bersih lahir batin, terdiri dari para ustadz dan ustadzah, yang saling memanggil di antara mereka “ustadz” dan “ustadzah”, dilanda tsunami. Urusan impor daging sapi, yang kemudian melibatkan presiden parpol tersebut, dengan drama penahanannya yang ditayangkan gencar di televisi berita, media turut mengemas opini publik dengan pesan terselubung, PKS tak layak dipilih di 2014, karena para ustadznya sami mawon, doyan duwit. Kita memperoleh kesan seolah tokoh-tokoh PKS tidak mengetahui kehadiran seorang Ahmad Fathanah yang dekat dengan sang Presidennya, menciptakan proyek-proyek yang mendatangkan uang bagi parpol, dan yang lebih penting memperkaya sang mesin uang parpol itu sendiri secara fantastis, dan celakanya menjadi aib bagi parpol yang kondang kebersihannya itu. Teringat di periode lalu, ketika saya diberi kesempatan bekerja sama dengan salah seorang mantan anggota DPR, dari partai agama, tokoh perempuan yang saya anggap bermutu, saya bertanya: mengapa tidak masuk lagi menjadi anggota legislatif? Jawabnya, orang seperti saya tidak bisa mendatangkan uang untuk partai, jadi mungkin dianggap cukup satu periode saja.

Saya pikir kita perlu berpikir jernih daripada sibuk memaki keadaan, karena makian memenuhi media sosial macam twitter dan facebook, baik makian pembelaan diri dari para kader dan simpatisan parpol maupun makian benci kepada parpol hipokrit yang sedang menjadi sorotan. Menyimak talk show yang diadakan salah satu TV berita yang belum masuk ke saluran umum yang bertajuk “PKS terseret Fathanah”, Agus Santosa, Wakil Ketua PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan) mengatakan bahwa uang atau barang yang disetor dari hasil korupsi kepada bos besar, tidakharus langsung kepada yang bersangkutan, tetapi dapat melalui orang-orang terdekat si bos besar tersebut, bisa istri, anak, ajudan, dll. Mengacu pada UU No. 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang telah melahirkan PPATK sebagai lembaga yang mempunyai wewenang untuk menelusuri proses money laundering atau pencucian uang, yang saya pikir perannya tidak main-main didalam menguak berbagai kasus pencucian uang dan mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi. Sayang sekali lembaga-lembaga canggih yang dioperasikan oleh orang-orang ahli yang dibayar mahal ini, jika perannya tidak maksimal. Karena terkesan hanya enak dijadikan obyek tontonan dan sumber gosip politik yang sekarang makin digemari orang, membuat geram orang-orang yang mengais rejeki dengan kerja keras bercucuran keringat, harus gelantungan di bus/kereta untuk pulang pergi bekerja demi sejuta dua juta rupiah, menonton hasil sepak terjang politisi, pejabat pemerintah, para mesin uang parpol dalam menggaruk uang negara untuk memperkaya diri pribadi dan mengisi pundi-pundi parpol. Apakah perlu revolusi? Atau revolusi akan melahirkan penjahat-penjahat versi baru yang lebih canggih? Contohnya dari ORBA ke REFORMASI, adakah kehidupan ini terasa lebih baik bagi orang-orang pada umumnya? Sila nilai sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun