Mohon tunggu...
Dwi Setyo Harjanto
Dwi Setyo Harjanto Mohon Tunggu... Lainnya - Segala sesuatu berubah, kalau ngga mau ketinggalan maka kejarlah

Relawan Gerakan Kemanusiaan dan Solidaritas Bagi Sesama)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagong Bayar Pajak

22 September 2021   17:01 Diperbarui: 22 September 2021   17:03 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber dari tribunnews.com

Pagi itu, Bagong memasuki SHAMSHAT. Itu lho, tempat yang biasanya untuk membayar pajak kendaraan. Iya, Bagong datang untuk membayar pajak motornya. Seketika sampai di depan pintu masuk, petugas yang penuh keramahan dan selalu menebar senyum ketika berbicara menyambut Bagong. Keramahan itu terlihat jelas dari intonasi kata-katanya saat berbicara. Membuat "anyes" telinga dan hati Bagong.

"Selamat pagi, Bapak. Ada yang bisa saya bantu?"

"Oh, iya. Ini saya mau pajak kendaraan saya"

"Atas nama sendiri atau atas nama orang lain, Bapak?"

"Atas nama saya sendiri mas.

"Bisa saya lihat KAW elektronik Bapak?"

"Bisa... bisa. Ini" Sambil merogoh dompet dan mengambil KAW elektronik, kemudian Bagong berikan kepada mas Anabrang. Setidaknya saya membaca pada name tag yang ia kenakan di bajunya. KAW adalah Kartu Anggota Wayang. Di negaranya, sudah lama sekali KAW diganti menjadi elektronik. Kabarnya ada chip di dalamnya yang berisi data-data kita secara digital.

Pagi itu, SHAMSHAT tidak terlalu ramai, pun tidak terlalu lengang. Cukup normal dan jika melihat kondisi bangunannya, gedung SHAMSHAT ini sangat nyaman untuk sebuah tempat yang melayani kebutuhan publik. Ruangannya lapang, tempat duduk juga sangat cukup dan nyaman, udara ruangan tidak panas dan pengap. Pantas saja, karena memang ada 4 air conditioner duduk di empat penjuru ruangannya. "Beginilah seharusnya tempat yang melayani keperluan publik. Apalagi ini berkenaan dengan pendapatan negara". Gumam Bagong kagum. Setidaknya itu terlihat dari matanya yang menyapu penjuru ruangan dengan kepala manggut-manggut. Biasanya orang manggut-manggut memang sedang mengagumi sesuatu atau simbol pernyataan setuju pada suatu hal.

"Baik Bapak, sekarang Bapak bisa menuju mesin scanner di sebelah sana, kemudian Bapak tinggal menempelkan KAW elektronik Bapak di mesin itu". Sambil menunjuk deretan mesin-mesin sebesar ATM di sebelah kiri ruangan itu, Mas Anabrang memandu Bagong dengan tangannya.

"Jadi nanti saya tinggal tempelkan KAW saya di mesin itu ya Mas Anabrang?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun