Mohon tunggu...
Nechin Rilus
Nechin Rilus Mohon Tunggu... Freelancer - Life is Simple

You Must Go on

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Belajar Memaknai Hidup yang Otentik Menurut Soren Kierkegaard

27 April 2022   11:43 Diperbarui: 27 April 2022   11:53 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam hidup ini sering terlintas dalam benak kita atau dalam obrolan -- obrolan dengan teman muncul pertanyaan -- pertanyaan semacam ini, mengapa saya hidup? Untuk apa saya dilahirkan? 

Kenapa hidup saya menjadi tidak bermakna? Pertanyaan -- pertanyaan ini muncul tentu berkaitan dengan eksistensi hidup kita sebagai manusia yang sedang dijalani. 

Pertanyaan -- pertanyaan semacam ini tentulah membawa kita pada suatu krisis yang namanya "krisis eksistensial", sebuah krisis yang mempertanyakan keberadaan diri kita sebagai ada yang otentik. Lantas apa itu manusia yang otentik? Pertanyaan inilah yang berusaha dijawab oleh Kierkegaard lewat filsafat eksistensialisme.

Bagi Kierkegaard, hidup manusia itu mengada dan berproses. Kita lahir dan hidup tidak perlu dipertanyakan mengapa saya harus ada karena tidak ada pilihan lagi untuk memilih kamu tidak dapat ada atau tidak dapat lahir dalam istilah Kierkegaard yang disebut dengan "perintah rasional", orang tidak bisa memilih karena ia sudah ada. Adanya itu harus ditaati untuk dijalani karena bagi Kierkegaard tidak semua hal dalam hidup dapat dijawab secara objektif rasio atau akal budi.

HIDUP YANG OTENTIK

Dalam hidup ini setiap orang pasti akan selalu saja berhadapan dengan masalah -- masalah yang bisa muncul dari diri sendiri atau dari lingkungan tempat kita kerja atau di lingkungan tempat kita tinggal. 

Sebagai contoh di tempat kerja, kita selalu menemukan orang yang bermuka dua atau isitlah yang disebut oleh Kierkegaard sebagai Double Life, orang -- orang yang mengalami krisis untuk menyelaraskan antara kehidupan batin dan berpenampilan umum. 

Masih banyak contoh lain yang kadang mempengaruhi hidup kita. Kita berusaha untuk berjuang mempertahankan diri sebagai sosok yang otentik namun terkadang cobaan -- cobaan menggerogoti kita untuk hidup penuh kepalsuan. Atas dasar ini terkadang kita melihat hidup ini sia -- sia, tanpa makna penuh kepura-puraan.

Hidup menjadi otentik memang tidaklah gampang. Apalagi kita tidak bisa hidup sendirian. Kita adalah makluk individu tapi sekaligus makluk social. Tantangan dan cobaan lingkungan sekitar cendrung menggerogoti pribadi kita untuk pudarkan pribadi yang otentik. Maka satu hal yang ditawarkan oleh Kierkegaard dalam menghadapi situasi itu adalah keteguhan hati. 

Keteguhan hati mampu membuat setiap pribadi untuk keluar atau terhindar dari kepalsuan. Memilih untuk menjadi pribadi yang otentik adalah masalah serius, karena hanya dengan hidup yang otentik bisa melalui pilihan -- pilihan yang dapat menentukan hidup kita. Maka itu kita harus sungguh -- sungguh merefleksikan hidup yang kita jalani.

KESADARAN AKAN KE-AKU-ANKU

Berbicara mengenai kesadaran, saya teringkat akan sebuah pernyataan dari seorang FIlsuf Modern Rene Descartes dengan istilah "Cogito Ergo Sum" (saya berpikir maka saya ada). 

Pernyataan "Cogito Ergo Sum" Descartes ini lebih di pahami sebagai " saya menyadari maka saya ada". Yang penting di sini adalah kata "menyadari". Penekankan akan kata "menyadari" sangat penting karena Descartes akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa "aku" sebagai "yang sadar" dan bahwa "yang sadar" itu adalah "aku" yang mengenal diriku. Inilah yang disebut dengan imanentisme Descartes bahwa "aku' secara sadar mengenal diriku sendiri bukan orang lain.

Berbicara tentang Kesadaran, Kierkegaard memiliki pandangannya tersendiri. Ia merumuskan sebuah istilah "aku memilih maka aku ada". Hidup ini adalah pilihan. 

Keberadaan manusia sebagai pribadi otentik nampak dalam pilihan -- pilihan hidup yang dijalaninya. Selanjutnya Kierkegaard menambahkan bahwa pilihan -- pilihan hidup harus didukung oleh kebenaran moral dan religious. 

Kebenaran ini menawarkan cara bagaimana sebagainya manusia hidup. Sebagai contoh, ketika individu menghadapi situasi dilematis yang membutuhkan pilihan krusial dalam hidup, ia tidak hanya mengandalkan rasionya untuk membuat pilihan tapi perlu menimbang -- nimbang atas dasar kebenaran moral dan berbicara dengan Tuhannya.  

Modernitas menuntut pengaktualisasian diri dan eksistensi namun kita hendaknya mampu tetap berpendirian teguh dengan memiliki ketepatan hati yang teguh untuk senantiasa menjadi pribadi yang asli dan otentik.

Senantiasa sadar di manapun dan dalam situasi apapun bahwa kita adalah pribadi yang mampu menunjukan nilai -- nilai yang baik dengan bertitik tolak dari kebenaran moral dan religious.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun