Korup, malas, pelayanan yang buruk dan berbelit - belit, kebiasaan bekerja hanya untuk menyenangkan pimpinan (ABS) merupakan gambaran birokrasi di hadapan masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini didukung juga dengan kasus – kasus yang terbukti dilakukan oleh para pejabat pemerintahan baik, lokal maupun nasional. Data yang diperoleh dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Kementerian Dalam Negeri menunjukkan sampai dengan Desember 2015 terdapat 343 Kepala Daerah (provinsi, kabupaten dan kota) yang tersangkut kasus hukum dan sebagian besar tekait masalah pengelolaan keuangan daerah. Ini merupakan gambaran mentalitas dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dan sudah menjadi isu umum nasional maupun dunia. Berbagai daya upaya telah ditempuh untuk menekan angka korupsi yang tinggi serta meningkatkan pemerintahan yang berorientasi pelayanan masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai integritas, etos kerja dan semangat gotong royong.
Lembaga pendidikan merupakan wadah yang tepat untuk menanamkan nilai – nilai integritas, etos kerja dan gotong royong. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) sebagai lembaga pendidikan tinggi kedinasan di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri yang mencetak kader – kader pamong praja menjadi rahim bagi lahirnya para figur pemerintahan yang berkarakter kebangsaan dengan nilai – nilai tersebut. Sistem pendidikan IPDN adalah dengan menerapkan pola pengajaran, pelatihan dan pengasuhan (JarLatSuh) yang diterapkan sekaligus dengan misi untuk melahirkan kader aparatur pemerintahan yang berwawasan, terampil dan berkepribadian. Seiring dengan perkembangan zaman, perubahan dan inovasi selalu terjadi dalam penerapan sistem jarlatsuh ini untuk memenuhi tuntutan dari kondisi pemerintahan sampai dengan saat ini.
Melihat masalah dalam pemerintahan (birokrasi) Indonesia saat ini sekaligus menjalankan niat kuat Presiden Joko Widodo yaitu dengan revolusi karakter bangsa yang lazim disebut Revolusi Mental, maka sudah menjadi konsekuensi logis bagi IPDN sebagai “dapur”nya Kader Pelopor Revolusi Mental untuk melakukan inovasi – inovasi dalam pola pendidikannya. Salah satunya adalah melalui pola pengasuhan yang diterapkan oleh IPDN dengan tujuan untuk melahirkan aparatur pemerintahan yang disiplin, berkepribadian dan bermoral baik.
IPDN Kampus Sumatera Barat dibawah pimpinan Dr. H. Abdul Malik, MM selaku direktur melalui Kepala Bagian Administrasi Keprajaan, Syamsu Khoirudin, S.STP, M.Si telah melakukan sebuah gebrakan baru dengan menciptakan sebuah inovasi baru dalam pola pengasuhan yang belum pernah diterapkan dalam pola pendidikan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN), Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), IPDN Kampus daerah manapun bahkan oleh Perguruan Tinggi Kedinasan lainnya. Pola pengasuhan dengan Pendekatan Religius merupakan model yang tidak biasa diterapkan oleh jenis Perguruan tinggi kedinasan pada umumnya, pembentukan karakter dan kepribadian lebih ditekankan pada pendekatan militer atau semi militer dengan menanamkan nilai – nilai kedisiplinan, oleh karena itu pola pengasuhan dengan pendekatan religius akan sangat penting menjadi dasar dalam pembentukakan karakter kader aparatur pemerintahan yang bersih, berakhlak mulia dan takut akan Tuhan. Pola pengasuhan ini mulai diterapkan bagi Praja IPDN Kampus Sumatera Barat pada tanggal 28 Maret 2016. Model ini diterapkan dengan menambah jadwal kegitan yang bersifat pengembangan keimanan dan ketaqwaan seperti kegitan bagi praja yang beragama Islam antara lain:
1. SOWALIWA (Shalat Wajib Lima Waktu)
Kegiatan ini mewajibkan seluruh praja muslim untuk melakukan shalat lima waktu berjama’ah di masjid, jadwal perkuliahan dan pelatihan telah diatur sehingga tidak akan bertepatan dengan waktu shalat, dalam kegiatan pengasuhan apapun ketika Adzan berkumandang maka praja segera menuju masjid untuk melakukan shalat berjama’ah.
2. SALAMA (Shalawat Jelang Maghrib)
Shalawat Jelang Maghrib dilaksanakan secara bergantian oleh satuan praja (kelurahan), dilakukan selama 20 menit sebelum adzan maghrib.
3. AL-QUR’AN Every Day
Setiap hari seluruh satuan praja membaca Al-qur’an secara bersama 1 lembar (2 halaman) dengan rincian setiap hari Selasa-Jum’at dilaksanakan setelah shalat isya, sedangkan hari Sabtu-Senin dilaksanakan setelah shalat subuh.
4. Pelatihan Agama
Pelatihan agama kepada praja oleh ustadz setelah pelaksanaan shalat isya pada hari Kamis malam, dalam pelatihan ini praja akan diberikan materi berupa tata cara beribadah, cara bersuci dan materi – materi lainnya sesuai dengan syari’at Islam.
5. KULTUM (Kuliah Tujuh Menit)
Sama halnya dengan kegiatan KULTUM pada umumnya, dilakukan setelah pelaksanaan shalat maghribsecara bergantian oleh praja sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
6. JUMLING (Jum’at keliling)
Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar kampus dan menjadi petugas setiap shalat Jum’at di mushala maupun masjid yang dikunjungi.
7. PESILATPRA (Pesentren Kilat Praja)
Setiap sabtu siang sampai dengan minggu siang secara bergantian praja putri dan putra diutus ke pondok – pondok pesantren sekitar daerah Bukit Tinggi dan Agam untuk mengikuti pesantren kilat bergabung dengan para santri.
8. BAKOJA (Baju Koko Praja)
Praja putra muslim wajib mengenakan baju koko seragam, celana PDH dan peci hitam (peci nasional), khusus hari minggu pagi menggunakan pakaian baju koko celana training dan peci hitam (peci nasional).
9. MABIT (Malam Bina Iman dan Takwa)
Dilaksanakan oleh praja muslim per kelurahan secara bergantian 2 minggu sekali (sabtu sore – minggu pagi)
Selain kegiatan bagi praja muslim pola serupa juga terapkan pada praja Nasrani maupun Hindu seperti kegiatan Pendalaman Alkitab (PA), Sharing Keluarga Asuh, pengembangan koor pemuda IPDN, dan kegiatan persekutuan lainnya, kegiatan Puja Tri Sandya, Dharma Wacana, Meditasi/Dyana dan persembahyangan pada hari – hari besar oleh praja Hindu.
Selain penambahan jadwal kegiatan yang bersifat pengembangan iman dan takwa, pola pengasuhan ini juga diterapkan dalam jenis pemberian sanksi kepada praja yang melakukan pelanggaran disiplin, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 63 tahun 2015 tentang Peraturan Tata Kehidupan Praja pasal 24 mengatur tentang pemberian sanksi kepada praja yang melakukan pelanggaran disiplin dapat juga diberikan sanksi lain yang mendidik, berdasarkan ketentuan tersebut Bagian Administrasi Keprajaan dapat menerapkan pemberian sanksi dengan pendekatan religius dengan mengurangi kegiatan yang lebih berhubungan dengan pembinaan fisik. Adapun jenis sanksi yang dimaksud seperti menulis kalimat ampunan (Istighfar), menulis ayat Al-Qur’an, menghafal ayat Al-Qur’an, latihan Muqaddimah Pidato, Tadarus, menjadi Mu’azzin, shalat Tahajjud, menjadi pelayan pada ibadah/persekutuan, menghafalkan ayat Alkitab, menuliskan Doa Bapa Kami atau Doa Tobat/Doa Salam Maria bagi praja nasrani. Sedangkan bagi praja Hindu yang diberikan sanksi berupa menulis gayatri sebanyak 108 rangkap (tulis tangan beserta arti), membuat naskah dharma wacana dan dipresentasikan, menulis ulang bab I dst. kitab Bhagawad Gita beserta artinya dan beberapa sanksi mendidik lainnya.
Sejak diterapkan pola pengasuhan ini rata – rata seluruh satuan praja IPDN Kampus Sumatera Barat merasakan dampak yang positif, baik dalam menjalani kehidupan sebagai seorang praja IPDN maupun yang berkaitan dengan pengembangan iman dan takwa.
Penerapan pola pengasuhan ini bagi Perguruan Tinggi Kedinasan bukan menjadikan IPDN ataupun Perguruan Tinggi Kedinasan lainnya layaknya Pondok Pesantren atau Sekolah Theologi, pola pengasuhan dengan pendekatan religius ini justru menjawab masalah mentalitas aparatur pemerintahan yang semakin buruk saat ini, pola pengasuhan ini merupakan upaya IPDN untuk melahirkan para birokrat yang akan mengubah image birokrasi di mata masyarakat dengan orientasi pelayanan publik melalui internalisasi nilai – nilai revolusi mental. Penerapan model pengasuhan dengan pendekatan religius ini juga mengubah pandangan masyarakat terhadap pola pendidikan tinggi kedinasan yang hanya menitikberatkan pada pembinaan fisik bahkan kekerasan.
Pola pengasuhan ini kemudian menjadi ciri khas IPDN Kampus Sumatera Barat dan diharapkan dapat menjadi model pola pengasuhan bagi IPDN Kampus pusat dan kampus daerah lainnya hingga kemudian timbul image bahwa praja IPDN selain berwawasan global, menguasai berbagai keterampilan, kader pemimpin bangsa yang berintegritas, juga calon imam dan istri saleh..
Sekian...Bhineka Nara Eka Bhakti...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H