Mohon tunggu...
Andrea Christy
Andrea Christy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga

Seorang yang tertarik dengan keadaan yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penghapusan Sistem Zonasi: Langkah Mundur atau Perbaikan Sistem Pendidikan?

24 Desember 2024   13:38 Diperbarui: 24 Desember 2024   13:38 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, terdapat wacana sistem zonasi yang sudah berjalan 7 tahun ini akan dihapus. Wacana ini kembali muncul setelah Wakil Presiden (Wapres) saat ini, Gibran Rakabuming Raka meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti untuk menghapus sistem zonasi di PPDB.

"Kalau kita bicara soal generasi emas, Indonesia 2045 ini kuncinya ada di pendidikan, kuncinya ini ada di anak-anak muda. Maka dari itu kemarin pada saat rakor dengan para kepala dinas pendidikan, saya sampaikan secara tegas ke Pak Menteri Pendidikan, sistem zonasi harus dihilangkan," kata Gibran saat sambutan dalam acara Tanwir I Pemuda Muhammadiyah di Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).

Setiap kebijakan pemerintah tidak akan terlepas dari pro dan kontra. Tak terkecuali penghapusan sistem zonasi ini. Pada dasarnya, sistem ini digunakan dalam penerimaan peserta didik baru di sekolah. Dalam sistem zonasi pendidikan, calon siswa diterima berdasarkan jarak rumah mereka dari sekolah, dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan akses pendidikan dan mengoptimalkan pemerataan.

Sistem zonasi ini dicetuskan pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Pada 2017, sistem zonasi pertama kali diterapkan dalam PPDB sesuai Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB. Kemudian disempurnakan pada 2018 melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, sebagaimana dilansir dari situs Kemdikbud RI.

Penghapusan sistem zonasi ini menuai berbagai pendapat dari berbagai pihak. Ada yang setuju untuk dihapuskan dan ada yang tidak setuju dengan wacana ini. Berkaca pada penerapan sistem zonasi pada beberapa tahun ini, sistem zonasi tidak sepenuhnya berjalan dengan baik. Walaupun memiliki tujuan untuk memeratakan sistem pendidikan di Indonesia, sistem zonasi sering kali menjadi penghambat bagi calon siswa. Tak hanya itu, adanya sistem zonasi membuat kurangnya motivasi siswa dalam memilih sekolah. Namun, apakah penghapusan sistem zonasi merupakan satu satunya cara pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia?

Berikut adalah pro dan kontra penghapusan sistem zonasi:

Beberapa orang setuju dengan adanya penghapusan sistem zonasi pendidikan ini karena beberapa hal, 3 diantaranya adalah sebagai berikut.

  1. Pemberian Kebebasan Pilihan Sekolah pada Calon Murid dan Orang Tua

Walaupun penerimaan peserta didik baru tidak hanya melalui jalur zonasi, dengan adanya jalur zonasi ini mengurangi jatah/persentase jalur masuk yang lain seperti prestasi dan tes. Hal ini tentu saja membuat calon murid dan orang tua akan terbatas memilih sekolah. Mereka akan dianjurkan memilih sekolah yang dekat dengan lingkungan dimana mereka tinggal dan akan lebih sulit masuk ke sekolah lain yang lebih bagus.

  1. Terbukanya Peluang Sekolah Unggulan

Sebelum adanya sistem zonasi, sebutan ‘sekolah favorit’ atau ‘sekolah unggulan’ tidaklah asing bagi masyarakat Indonesia. Dimana para calon murid akan berkompetisi untuk masuk ke sekolah yang lebih unggul dibanding sekolah yang tidak favorit. Dengan adanya klasifikasi sekolah unggulan ini juga akan mempermudah guru dalam mengajar karena murid murid memiliki kecerdasan yang relatif sama. Tak hanya itu, sekolah unggulan juga dapat menerima calon siswa dari berbagai daerah dan membuat sekolah menjadi lingkungan yang beragam.

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
    Lihat Kebijakan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun