Mohon tunggu...
Djumiko
Djumiko Mohon Tunggu... Guru - kepala SMK Negeri 1 Songgom

Pemulung Pengatahuan yang terus belajar untuk meningkatkan kualitas diri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Guru Sejati (Belajar dari Sosok Begawan Kumboyono, Sang Guru Sejati)

5 Mei 2023   11:41 Diperbarui: 5 Mei 2023   11:53 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kisah barathayuda, perang antar trah barata, pendawa dan kurawa, begawan kumboyono atau begawan durna, yang merupakan guru bagi kedua pihak yang berperang, menjatuhkan dukungan dan pembelaanya kepada pihak kurawa. 

Keberpihakan begawan durna pada kurawa, dinilai oleh sebagian orang sebagai keberpihakan durna pada pihak yang salah dan jahat. Kurawa dalam kisah tersebut digambarkan sebagai saudara sepupu pendawa yang mengambil tahta kerajaan hastina, yang semestinya menjadi hak para pendawa. Maka tidak heran ketika begawan durna perpihak pada kurawa, dianggap berpihak pula pada kesalahan dan kedholiman.

Jika kita telaah lebih mendalam, sejatinya keberpihakan begawan durna kepada kurawa dalam perang trah barata, sebagai keberpihakan seorang guru pada murid yang mengalami kekurangan dan keterbelakangan. 

Pendawa dan kurawa sama-sama menimba ilmu pada sosok guru yang sama, yaitu begawan durna. Dibanding dengan pendawa, kurawa merupakan murid yang tertinggal dalam banyak hal. 

Pandawa merupakan ksatria pilih tanding dengan kecerdasan diatas rata-rata, sementara kurawa walupun jumlahnya lebih banyak dari pandawa, namun memiliki ketertinggalam dalam banyak hal dari saudaranya itu. Maka sudah sangat wajar, ketika begawan durna lebih memilih “mendampingi” murid yang mengalami ketertinggalan.

Belajar dari analisis tersebut, seorang guru sejati tentu harus memahami karakteristik peserta didik yang menjadi muridnya. Guru harus paham betul peserta didik yang memiliki kecerdasan dan kemampuan diatas rata-rata dan peserta didik yang mengalami ketertinggalam dalam belajar. 

Guru sejati harus lebih memperhatikan dan terus memberikan pendampingan kepada peserta didiknya yang mengalami ketertinggalan dalam belajar. Karena peserta didik yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata, mereka akan mampu belajar mandiri, sementara peserta didik yang mengalami ketertinggalan, harus terus didampingi dan dimotivasi agar mereka mampu mengejar ketertinggalan tersebut.

Seorang guru sejati harus mampu menjadi inspirasi bagi murid-muridnya. Setiap perkataan dan tindakannya menjadi teladan bagi murid-muridnya. Pun demikian dengan begawan durna, setiap perintah dan perkataan kepada anak didiknya selalu dipatuhi dan diikuti oleh murid-muridnya, walaupun terkadang perintah tersebut “membahayakan” diri sang murid. 

Misalnya ketika begawan durna memerintahkan Bima, muridnya dari pihak pandawa, untuk mencari susuh (sarang) angin. Jelas perintah ini sangat mustahil dan berbahaya, karena untuk menemukan susuh angin tersebut, Bima harus terjun ke dasar samudra. Dan perintah inipun dilakukan sang murid tanpa membantah sepatahkatapun kepada si pemberi perintah (guru durna), ini menunjukan sebagai seorang guru, durna sangat dihormati dan disegani oleh murid-muridnya. Maka pointnya adalah, seorang guru sejati perkataan dan perbuatanya menjadi inspirasi bagi anak didiknya.

Untuk sampai pada makom guru sejati seperti halnya begawan durna, maka seorang guru harus memahami karakteristik murid-muridnya, sebagaimana durna memahami karakter seluruh muridnya. 

Durna juga sangat mencintai profesinya sebagai guru dan totalitas dalam mengajar kepada seluruh murid-muridnya, maka berikutnya, seorang guru sejati harus mencintai profesinya dan totalitas dalam menjalankan profesinya. 

Dalam memberikan pembelajaran, durna sangat mencintai seluruh muridnya, meskipun murid tersebut bandel dan nakal. Untuk kasus ini mungkin kita sebagai seorang guru harus lebih kritis memaknai kecintaan durna kepada muridnya. 

Karena dalam kisah baratayuda, kecintaan durna kepada muridnya justru menyebabkan kematian sang guru. Ketika durna maju sebagai senopati perang untuk pihak kurawa, maka tidak ada satupun muridnya dari pihak pandawa yang berani maju melawan sang guru. 

Sampai muncul ksatria panchala yang bernama Drestadyumna yang berani melawannya. Pun demikian ksatria panchala tersebut tidak mampu untuk mengalahkan begawan durna, sampai ia kerasukan arwah dari Ekalawya, murid begawan durna yang tewas akibat tibu daya sang guru. 

Dikisahkan seorang murid kesayangan durna yang bernama Arjuna, kalah perang tanding melawan ekalawya, karena ekalawya memiliki mustika ampal sakti yang menempel di ibu jarinya. Atas kekalahanya tersebut Arjuna mengadu pada sang guru, agar mau membantu merebut mustika ampal milik ekalawya. Karena kecintaan sang guru kepada muridnya, diturutilah permintaan sang murid. 

Kebetulan ekalawya adalah ksatria yang mengidolakan durna dan ingin sekali menjadi murid sang begawan. Melihat peluang itu, maka begawan durna bersedia menjadi guru dari ekalawya dengan syarat, ekalawya harus memotong ibu jarinya dan menyerahkan mustika ampal yang menempel di ibu jarinya tersebut. Karena hasrat ekalawya untuk menjadi murid begawan durna begitu besar, maka diturutilah permintaan sang begawan, yang mengakibatkan ekalawya tewas seketika saat mustika ampal lepas dari ibu jarinya. 

Sebelum tewas, ekalawya sempat mengucapkan pesan terakhir kepada Durna, bahwa kelak saat perang besar trah barata, dia akan datang dan menjadi penyebab kematian begawan durna. Dan memang dalam kisah benar-benar terjadi, ruh ekalawya datang merasuk dalam jasad drestadyumna ksatria panchala, dan berhasil memenggal kepala begawan durna. Andaisaja sang guru tidak berlebihan dalam mencintai Arjuna, sang murid kesayangan, dan tidak menuruti permintaanya untuk melakukan tipu daya kepada ekalawya, mungkin durna tidak tewas terpenggal dalam baratayuda.

Belajar dari kisah tewasnya begawan durna, maka sebagai seorang guru tidak semestinya mencintai dan menyayangi muridnya secara berlebihan, sampai mau menuruti permintaan sang murid untuk melakukan tipu daya. 

Mencintai dan menyayangi murid-murid bagi seorang guru sangat perlu, tetapi sebatas cinta dan kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya yang tetap menggunakan logika. Jangan sampai kecintaan guru kepada murid yang berlebihan, malah menyababkan sang guru mendapat masalah.

Akhirnya untuk menyimpulkan tulisan ini, belajar dari sosok begawan kumboyono atau begawan durna, menjadi seorang guru sejati harus mampu memahami karakter peserta didik dan terus mendampingi peserta didik yang mengalami masalah dalam belajar. 

Guru sejati harus mencintai profesinya dan totalitas dalam menjalankan profesinya. Tetapi kecintaan terhadap profesi dan peserta didik, jangan sampai malah menyebabkan guru mengalami masalah. Artnya mencintai kewajarnya dan selayaknya saja.   

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun