Mohon tunggu...
Ndaruwanti hilda
Ndaruwanti hilda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Realita Perempuan Penyandang Disabilitas sebagai Korban Kekerasan Seksual

30 Mei 2022   00:00 Diperbarui: 16 Juni 2022   22:32 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan data dari CATAHU 2020 Komnas Perempuan, tercatat 87 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas dengan kerentanan paling tinggi berada pada penyandang disabilitas intelektual (berkaitan dengan fungsi serta keterampilan kognitif, komunikasi, dan sosial seperti down syndrome dan keterlambatan perkembangan) sebesar 47%, disusul dengan disabilitas ruwi (rungu wicara) sebesar 19%, dan disabilitas psikososial (berkaitan dengan mental seperti anxiety, schizophrenia, dan gangguan kepribadian) sebesar 18%. Jika korban berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah dan tingkat pendidikan yang rendah, maka tingkat kerentanan perempuan disabilitas terhadap kekerasan seksual menjadi semakin tinggi. Hal ini menjadi triple diskriminasi yakni korban sebagai perempuan, penyandang disabilitas, dan rendahnya tingkat ekonomi.

Pelaku kekerasan seksual dapat berasal dari manapun, keluarga, teman, atau bahkan institusi dan lembaga formal maupun informal. Korban kekerasan seksual, tidak hanya yang berasal dari penyandang disabilitas, banyak yang tidak terdata. Ketidak terdataan tersebut terjadi karena banyak korban yang tidak melaporkan ataupun sudah melaporkan namun tidak diteruskan sampai ke ranah hukum. Kerentanan ini menjadi semakin kompleks ketika perempuan penyandang disabilitas memiliki hambatan dalam menyuarakan atau mengkomunikasikan hal-hal yang terjadi terhadapnya. Akibatnya, pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas pun banyak yang tidak teridentifikasi.

Hal ini menjadi ironi sebab korban dengan keterbatasannya diselimuti trauma dan ketakutan yang belum tentu dapat disampaikan dan dilaporkan. Bahkan, penyandang disabilitas pun belum tentu menyadari dan memahami jika dirinya adalah korban. Sementara pelaku, masih bebas di luar jeruji penjara. Keterbatasan yang dimiliki perempuan penyandang disabilitas seolah dimanfaatkan pelaku untuk lolos dari hukuman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun