Mohon tunggu...
Ndaru Hatmoko
Ndaru Hatmoko Mohon Tunggu... Human Resources - HR

Hobi indexing, liat orang beraktifitas di ruang publik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Overthinking Dalam Film Oppenheimer: Pelajaran Berharga dari Kisah Lewis Strauss

5 Agustus 2023   23:51 Diperbarui: 5 Agustus 2023   23:55 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source:Universal Picture

Salah satu tokoh menarik dalam film Oppenheimer karya Christopher Nolan adalah Lewis Strauss, sang ketua Komisi Energi Atom. Interaksi antara Strauss dan Oppenheimer mengandung pelajaran penting tentang bahaya overthinking.
Lewat akting yang memukau, aktor Robert Downey Jr. berhasil memerankan sosok Lewis Strauss sebagai birokrat yang kaku. Ia diceritakan sangat curiga dan paranoid terhadap Oppenheimer, menuduh sang ilmuwan telah memberi informasi rahasia ke Soviet tanpa bukti.

Sebagai pejabat negara, Strauss memiliki kewenangan untuk menentukan nasib Oppenheimer. Sayangnya, kekuasaan ini disalahgunakan karena overthinking yang berlebihan dan prasangka sepihak terhadap Oppenheimer.

Overthinking yang berlebihan, apalagi jika dipadukan dengan kekuasaan, berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang yang merusak. Pejabat bisa menghakimi orang lain secara sewenang-wenang karena terlalu larut dalam prasangkanya sendiri tanpa bukti.

Kecurigaan berlebihan Strauss terhadap Oppenheimer ini menunjukkan bahaya overthinking. Ia terlalu banyak berpikir, mencurigai dan mengambil kesimpulan negatif tentang Oppenheimer tanpa bukti kuat.

Overthinking membuat Strauss melihat ancaman dan bahaya di mana pun. Ia bahkan menuduh ilmuwan Manhattan lainnya juga terlibat spionase untuk Soviet. Padahal tuduhan itu tak berdasar.

Overthinking Membuat Fokus Semakin Kabur

Sikap curiga berlebihan Strauss juga membuat fokus dan penilaianya semakin kabur. Ia seharusnya berfokus pada program nuklir AS, bukan malah disibukkan dengan tuduhan tak berdasar terhadap Oppenheimer.

Overthinking membuat Strauss kehilangan fokus terhadap hal-hal yang lebih penting dan malah terjebak pada prasangka yang merugikan. Ia tenggelam dalam dunia paranoidnya sendiri. 

Selain overthinking, tokoh Lewis Strauss dalam film Oppenheimer juga menunjukkan beberapa bias kognitif yang mewarnai penilaian dan keputusannya.

Confirmation Bias

Strauss terlihat mencari dan menginterpretasi informasi secara selektif hanya untuk mendukung prasangkanya bahwa Oppenheimer telah membocorkan rahasia program bom atom Amerika Serikat kepada Soviet. Ia seolah menutup mata dari fakta atau bukti lain yang bertentangan dengan prasangkanya itu.

Attribution Bias

Strauss terlihat sangat menganggap Oppenheimer sebagai figur yang berbahaya hanya karena Oppenheimer pernah memiliki simpati terhadap ideologi komunis di masa mudanya. Strauss seolah mengabaikan faktor-faktor situasi lain yang jauh lebih kompleks.

Padahal jika dilihat secara menyeluruh, pandangan dan sikap Oppenheimer sudah jauh berubah dan tidak relevan lagi dijadikan dasar untuk memojokkannya. Namun Strauss terjebak attribution bias, yaitu terlalu menekankan penjelasan personal dan mengabaikan penjelasan situasional.

Actor-Observer Bias

Ketika dirinya sendiri melakukan kesalahan, Strauss cenderung menganggap itu disebabkan faktor situasi di luar kendalinya. Namun ketika Oppenheimer melakukan kesalahan, Strauss selalu menganggap itu murni karena kegagalan pribadi Oppenheimer, bukan situasi.

Hostile Attribution Bias

Strauss sangat mudah mengartikan niat dan tindakan Oppenheimer dalam cara yang paling negatif, meskipun sebenarnya tidak ada bukti kuat Oppenheimer memiliki niat jahat atau ingin merugikan negaranya. Inilah contoh hostile attribution bias dalam tokoh Lewis Strauss.


Mengatasi Overthinking Agar Tidak Merugikan Diri Sendiri

Kita bisa belajar dari tokoh Lewis Strauss dalam film Oppenheimer tentang pentingnya mengatasi overthinking agar tidak berbalik merugikan diri sendiri. Beberapa langkah mitigasi yang bisa dilakukan:

1. Batasi waktu berpikir. Jangan terus menerus tenggelam dalam overthinking. Beri waktu tenggang untuk berpikir secara produktif.
2. Cari bukti konkrit. Jangan mengambil kesimpulan berlebihan tanpa bukti yang cukup. Mintalah data empiris untuk menguji hipotesis kita.
3. Dengarkan sudut pandang orang lain. Overthinking membuat kita terjebak dalam satu sudut pandang saja. Dengarkan opini lain untuk memperluas perspektif.
4. Fokus pada solusi. Alihkan energi dari overthinking ke arah mencari solusi masalah yang konstruktif. Olah pikiran dengan rileks. Meditasi, olahraga, dan aktivitas rileksasi lain bisa membantu menenangkan pikiran yang overthinking.

Dengan menerapkan cara-cara ini, kita bisa mengendalikan kebiasaan overthinking agar tidak berbalik menjerumuskan diri sendiri ke dalam masalah. Jadi kita bisa belajar dari tokoh Lewis Strauss ini tentang bahaya overthinking yang malah membuat fokus kita kabur dan menimbulkan prasangka yang salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun