Mohon tunggu...
Suarakita
Suarakita Mohon Tunggu... Lainnya - anak muda kritis

sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kondisi PMKRI Tidak Ada Bedanya dengan RI

9 Agustus 2024   22:49 Diperbarui: 9 Agustus 2024   22:49 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan kritis menuliskan mengenai kondisi RI dan PP PMKRI setelah terpilihya alumni sebagai Mandataris MPA.

Oleh Natael Bremana W.B

Indonesia berada diambang krisis, krisis moral, krisis aturan, hingga krisis ekonomi pada bulan yang akan mendatang. Krisis moral terjadi ketika para pejabat yang seharusnya menjadi panutan, justru kini menjadi pelacur pelaku pelanggaran, batasan etika, moral dan nilai baik yang dibuat untuk menjunjung tinggi citra pejabat, kini ditabrak oleh pejabat itu sendiri. Misal saja, pelanggaran etika berat Jokowi, Anwar Usman yang melanggar kode etik, dan setumpuk pelanggaran etika eks ketua KPU Hasyim Asy'arim adalah bukti bahwa Indonesia kekurangan etika dan moral saat ini. Krisis aturan juga sama, tidak bisa dipungkiri bahwa pejabat RI mencari celah untuk mengakali aturan agar tidak terkena hukuman.

Maraknya korupsi yang dilakukan oleh pejabat untuk kepentingan pribadi adalah sederet contoh krisis aturan di Indonesia yang tidak dihargai, bahkan aturan hanya dianggap sebuah kertas (UU,PP,dll) yang bisa ditebus dengan kertas (uang). Beberapa bulan mendatang, krisis ekonomi nampaknya akan menimpa belahan negara di dunia, ketidakstabilan geopolitik global, cuaca ekstrem, disinformasi yang dihasilkan oleh AI adalah hal yang harus diantisipasi dalam wacana ancaman krisis ekonomi. Bantalan kebijakan, sifat koruptif pejabat, dan pengabaian etika moral yang dilakukan pemimpin bangsa perlu diperbaiki, demi kestabilan ekonomi.

Dalam konteks PMKRI juga hal serupa, krisis aturan, krisis moral, dan krisis ekonomi juga melanda organisasi yang terhimpun sejak 1947 hanya beda dua tahun dengan kemerdekaan RI, kini PMKRI dan RI mengalami krisis yang sama. Krisis aturan tepat terjadi ketika terpilihnya alumni menjadi Ketua Pengurus Pusat PMKRI, ketidaksadaran diri dan ambisi kekuasaan yang tinggi membuat PMKRI menanggung kesalahan ini. Krisis aturan terjadi ketika kata-kata dalam AD, ART, & aturan perhimpunan dianggap sebagai kata tanpa makna dan tak mengikat. Tak ada bedanya dengan RI, pejabat mencari celah untuk mengakali kebijakan agar tidak terkena hukuman, di PMKRI aturan diabaikan, ditabrak, dan dilanggar karena memang tidak ada hukuman.

Krisis moral terjadi ketika nilai, semangat, dan jiwa perhimpunan hanya sekedar dibaca tanpa dipahami dan dilakukan dalam kehidupan organisasi. PMKRI seharusnya melatih untuk menjadikan kader berintregritas, jujur, dan taat asas. Hal itu hilang ketika ketua yang seharusnya menjadi panutan moral justru kini menjadi pelaku pelanggar konstitusi yang merusak moral itu sendiri. Tidak ada bedanya dengan RI, demi ambisi kekuasaan dan mengembailkan modal diawal, pejabat rela merusak moral institusi melalui korupsi, di PMKRI nilai, aturan organisasi dilawan demi ambisi kekuasaan untuk mencari modal awal, politik lanjutan pasca berorganisasi.

Dua krisis di atas cukup menggambarkan realitas RI & ormas masa kini, alasan kenapa ormas tidak kritis adalah gambaran Indonesia dimata pemberi modal, ketergantungan RI akan modal asing seolah-olah meminta RI untuk diam, kendatipun pemberi modal salah dan berlebihan. Anggaran RI yang berasal dari pinjaman, habis untuk ceremony ormas dan pemimpin ormas yang tidak bermoral. Sementara jutaan rakyat miskin terlantar jauh lebih memerlukan uluran tangan anggaran RI ketimbang ormas, si preman pemeras anggaran RI masa kini. Hal serupa dengan PMKRI yang bisu, diam, dan tidak berkutik ketika RI melakukan kesalahan, eksploitasi, kriminalisasi, represif, semata mata dilakukan dengan dalil investasi pembangunan.

Akibat investasi RRT, walaupun adanya konflik pekerja TKA dan TKI, kerusakan alam, dan ketidakmerataan ekonomi masyarakat di Morowali, tidak membuat RI maupun PMKRI bergerak melakukan evaluasi, advokasi dan memberikan solusi bagi masyarakat yang terdampak padahal ini rumah kita sendiri, semua diam karena uang. Tidak ada bedanya dengan RI kehilangan makna bernegara akibat tidak siap krisis ekonomi, begitupun dengan PMKRI yang sudah lebih dahulu kehilangan makna organisasi, karena menghamba pada kebutuhan ekonomi prbadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun