LGBT atau Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender belakangan kembali mencuat ke muka publik dan menimbulkan kontroversi. Hal ini disebabkan para "penikmatnya" yang mulai merasa berani memunculkan diri ke permukaan dengan identitasnya sebagai bagian dari LGBT itu sendiri.
Indonesia memiliki komposisi agama penduduk terdiri dari 86,93% beragama Islam, 7,47% beragama Kristen, 3,08% beragama Katolik, 1,71% beragama Hindu, 0,03% beragama Budha dan 0,05% menganut aliran kepercayaan.Â
Dalam agama Islam dan Kristen, termasuk di dalamnya Katholik, perilaku LGBT dilarang keras, bahkan dianggap sebagai suatu perbuatan yang lebih keji dari zina. Hal ini tercantum dalam berbagai ayat dalam kitab suci agama-agama tersebut. Seperti contohnya yang termaktub dalam Al Qur'an Surah Al-Ankabut ayat 30 juga dalam Al-Qur'an Surah Al-A'raf ayat 80-81. Adapun dalam Alkitab contohnya seperti termaktub dalam Imamat ayat 82.
Disamping itu, agama lainnya tidak terlalu menentang perilaku LGBT. Di Indonesia sendiri, Islam mendominasi agama penduduknya, disusul dengan Kristen dan Katolik. Para pemuka agama jelas menentang perilaku LGBT tersebut.
Lalu, bagaimana pandangan para "penikmat" LGBT menghadapi banyaknya ketidaksetujuan terhadap apa yang mereka lakukan?
Para pelaku LGBT di Indonesia sempat mengalami penekanan dan ketakutan yang cukup kuat dikarenakan begitu banyaknya penentangan terhadap mereka yang dianggap melanggar kodrat. Kondisi negara Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam menjadi salah satu faktor utama. Sebab jelas dalam agama Islam, perilaku ini dianggap sebagai suatu dosa besar. Bahkan hukum ini telah berlaku ribuan tahun lalu sejak zaman kaum Sodom, yakni kaum Nabi Luth A. S.
Indonesia juga merupakan negara yang menjunjung tinggi moralitas dan nilai-nilai Pancasila. Dimana sila pertama jelas menunjukkan kondisi warga negara yang seharusnya sangat patuh kepada aturan Tuhan. Hal ini jelas berbeda dengan negara-negara liberal seperti Amerika Serikat.
Tradisi di Indonesia juga sangat tinggi menjunjung etika dan moral yang baik. Karenanya, dalam hukum adat sendiri pun perilaku LGBT ini sangat dicela.
Sebenarnya, tidak ada hukum Undang-undang yang menentang secara sah perilaku LGBT di Indonesia. Hanya saja, berdasarkan pada UU No. 1 Pasal 1 tahun 1974 , jelas dapat diketahui bahwa perkawinan yang sah di Indonesia hanyalah bagi para Heteroseks. Karenanya, pasangan Homoseks sering kali mendapat diskriminasi sosial dan perlakuan yang tidak mengenakkan karena dianggap aneh dan ubnormal. Mereka juga tidak diperkenankan mengadopsi anak sebab tidak dianggap sebagai pasangan yang sah.
Meskipun hukum Undang-Undang tidak melarang, namun Hukum adat jelas berbicara bahwa LGBT Â masih dilarang keras. Hal ini menyebabkan para pelaku LGBT merasa resah dan seringkali hidup dalam topeng penyamaran sebagai orang non-LGBT. Hak-hak mereka sebagai manusia normal jelas tidak mereka dapatkan. Mereka pun seringkali disudutkan dan dijauhi karena dianggap tidak normal.
Sejak tahun 1987, perilaku homoseksualitas sudah tidak lagi dikategorikan sebagai bagian dari gangguan mental. Hal tersebut dikarenakan para psikolog memang tidak menemukan adanya keterkaitan antara faktor penyebab homoseksualitas dengan kondisi mental seorang. Namun memang, para pelaku homoseksualitas ini dinilai cenderung lebih rawan untuk terjerumus ke dalam gangguan mental.