Mohon tunggu...
Siti NazwaSyairillah
Siti NazwaSyairillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ibu Rumah Tangga/Mahasiswa

Pelukis Aksara, Penulis Segala

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontroversi LGBT

10 Februari 2024   20:44 Diperbarui: 10 Februari 2024   20:50 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para LGBT mengaku bahwa semua yang terjadi di dalam diri mereka seakan mengalir begitu saja. Tanpa perencanaan, bahkan tanpa diduga sebelumnya. LGBT sendiri sebenarnya dapat dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yang bisa dikatakan sulit untuk dihindari. Contohnya seperti faktor genetik, variasi bentuk otak, lingkungan sekitar dan bahkan faktor trauma.

Segala hal yang mereka anggap "mengalir begitu saja" tersebutlah yang belakangan membuat mereka berani membuka diri dan menuntut kebebasan hak. Sebab mereka sendiri pun tidak semata-mata melakukan LGBT itu dengan suatu kesengajaan yang bahkan berlanjut menjadi kebiasaan dan berubah menjadi "kodrat" baru yang mereka ciptakan sendiri.

Dalam pandangan negara liberal, perilaku LGBT disahkan sebagai sesuatu yang normal dan boleh dilakukan semua warga negaranya. Namun konsep negara liberal jelas berbeda dengan negara berlandaskan Pancasila seperti Indonesia. 

Kemungkinan yang besar bagi para LGBT untuk menularkan kebiasaannya kepada manusia di sekitarnya jelas menjadi momok besar yang membawa keresahan bagi masyarakat normal lainnya.

Meskipun perilaku ini sebenarnya  bukan bagian dari kelainan mental, namun orang-orang normal yang tidak pernah mengalami menjadi seorang LGBT jelas merasa lebik baik menjadi heteroseks. 

Hal ini memberikan kepastian bahwa mereka bisa dianggap normal oleh seluruh lapisan masyarakat. Heteroseks pun sebenarnya lebih aman dan sehat dibanding LGBT. Para pelaku LGBT cenderung mudah mengalami tekanan yang berujung pada depresi hingga gangguan mental dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Kecenderungan untuk terjerumus kedalam gangguan mental itu sendiri dapat dijelaskan dengan mudah. Alurnya, para LGBT dianggap tidak normal dan menyalahi kodrat padahal sebenarnya mereka bisa melakukan upaya terapi untuk beralih menjadi normal. LGBT juga dilarang oleh hukum agama dan hukum adat. 

Mereka juga seringkali mendapat diskriminasi sosial dan ketidaknyamanan. Hal-hal tersebut diatas jelas menjadi jalan yang mulus bagi para LGBT untuk hidup dalam ketertekanan yang bermuara pada gangguan mental.

Banyak diantara para pelaku LGBT yang bahkan meregang nyawa dengan cara bunuh diri. Gangguan mental yang disebabkan kondisi lingkungan memang sangat memperngaruhi keseharian seseorang.

Semua orang mendamba hidup damai dan tenang. Hal tersebut jelas akan sulit didapatkan bagi mayoritas penderita LGBT di Indonesia. Meskipun mungkin sebagian dari mereka ada yang hidup dilingkungan yang telah menerima mereka apa adanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun