Sukamanah, sebuah tempat penuh sejarah yang terletak di salah satu sudut Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Kota Santri, Tasikmalaya. Tanah ini menyimpan kisah pertumpahan darah yang penuh inspirasi.
Sukamanah pada awal mulanya merupakan nama yang diciptakan oleh As-Syahid K. H. Zainal Musthafa bagi sebuah pesantren yang baru dibangunnya di kampung Cikembang, Tasikmalaya pada tahun 1927 silam. Pesantren ini dibangun di atas tanah wakaf dari seorang janda kaya bernama Juariyah. Kampung tempat pesantren tersebut didirikan kemudian berganti nama menjadi kampung Sukamanah.
Sang pendiri pondok yakni K. H. Zainal Musthafa merupakan seorang pahlawan nasional yang digelari pada tahun 1972. Beliau pada awalnya hanya seorang anak petani biasa yang kemudian melakukan perjalanan ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Beliau juga merupakan pencetus logat sunda yang pertama kali dalam sejarah.
Pesantren Sukamanah berdiri ditengah kondisi penjajahan Belanda yang kemudian berlanjut sampai Indonesia jatuh ke tangan Jepang pada tahun 1942. Ditengah hiruk-pikuk penjajahan tersebut, berdirinya pesantren Sukamanah dengan jumlah santri yang cukup banyak yakni mencapai ratusan orang seringkali menyebabkan kecurigaan dikalangan para penjajah. Hal tersebut menyebabkan K. H. Zainal Musthafa beberapa kali masuk dan keluar penjara atas tuduhan menghasut dan memprovokasi rakyat untuk melawan pemerintahan.
K. H. Zainal Musthafa dikenal sebagai sosok yang taat, qona'ah (merasa cukup), syaja'ah (pemberani dalam menegakkan kebenaran), kokoh imannya dan menjunjung tinggi nilai keadilan. Pada masa pemerintahan Jepang, beliau menolak keras perintah seikerei , yakni sebuah sikap serupa rukuk' dalam sholat sambil mengahadap kepada bendera berlambang dewa matahari. Beliau yang mengetahui bahwa hal ini merupakan suatu kemusyrikan menolak secara tegas dan terang-terangan. Hal tersebut memunculkan kemarahan Jepang.
Pada hari Jum'at, tanggal 25 Februari 1944 M atau 1 Rabiul Awwal 1365 H meledaklah sebuah pertempuran antara para santri Sukamanah dibawah pimpinan K. H. Zainal Musthafa dan para anggota tentara Jepang. Pertempuran tersebut terjadi dengan sengit dimana para santri Sukamanah hanya melawan dengan pedang yang terbuat dari bambu sedangkan tentara Jepang membawa persenjataan lengkap.
Korban berjatuhan hingga pada akhirnya, sebanyak 87 santri dinyatakan tewas. K. H. Zainal Musthafa sendiri kemudian ditawan dan menjalani hukuman mati pada tanggal 25 Oktober 1944. Dikisahkan karena karomah yang dimilikinya, peluru atau bahkan pedang sekalipun tidak sanggup menembus badannya. Pihak Jepang lalu memutuskan untuk melakukan hukuman mati tersebut dengan cara yang keji yakni  mengubur beliau hidup-hidup.
Jasad As-Syahid K. H. Zainal Musthafa lalu dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol. Namun pada tanggal 25 Agustus 1973, jasad beliau beserta para santri dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Sukamanah. Para santri berjumlah 87 orang dikuburkam dalam satu lubang secara masal.
Semenjak peristiwa bersejarah tersebut terjadi, sosok K. H. Zainal Musthafa mendapat gelar As-Syahid, yakni orang yang meninggal di jalan Allah. Beliau juga mendapat julukan sebagai "Singa Singaparna", yang mana Singaparna sendiri merupakan suatu daerah yang menjadi ikon Kabupaten Tasikmalaya saat ini.
Hingga hari ini, Pesantren K. H. Zainal Musthafa Sukamanah masih kokoh berdiri. Santrinya berjumlah ribuan orang dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pesantren tersebut kini memiliki 12 asrama, masing -masing 6 asrama putra dan 6 asrama putri.
Mengusung konsep salafi modern, para santri di Pesantren K. H. Zainal Musthafa Sukamanah tidak hanya belajar secara fokus di pesantren, namun juga menjalani pendidikan formal di sekolah dengan porsi setara dengan sekolah pada umumnya. Para santri dibangun menjadi pribadi yang unggul dalam sisi duniawi maupun ukhrawi. Para lulusannya pun kini banyak yang diterima di berbagai perguruan tinggi seperti UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UNPAD, UNJ, IPB, UPI, dan lainnya. Bahkan saat ini, beberapa alumni sudah ada yang lolos untuk belajar di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
Semakin tahun perkembangan pesantren tampak semakin pesat. Bukan hanya fokus mengajar para santri di pesantren, Pondok Pesantren K. H. Zainal Musthafa Sukamanah juga aktif berbagi ilmu lewat media sosial seperti Instagram, Facebook, grup Whatsapp, YouTube bahkan Tiktok. Hal ini semata-mata dilakukan li i'la'i kalimatillah (untuk menjunjung tinggi kalimat-kalimat Allah).
Selain itu, penyebarluasan ilmu lewat media sosial ini juga menjadi salah satu bukti bahwa para santri masih dapat eksis menyaingi para pelajar non santri di era modern ini. Mereka mendapat pendidikan yang memadai sehingga hampir tidak ada satupun santri yang gaptek (gagap teknologi) . Namun meskipun demikian Pesantren K. H. Zainal Musthafa Sukamanah tetap tidak mengizinkan para santrinya untuk membawa gadget ke pesantren. Pesantren tetap menyediakan layanan lab komputer untuk menunjang pendidikan para santri.
Para santri juga diberikan pendidikan untuk membangun jiwa kritis dan melatih public speaking yang baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya program munadzoroh (diskusi). Terdapat juga ekstrakurikuler seperti Musabaqoh Tilawatil Qur'an (MTQ), Majelis Furusiyatil Qur'an (Majelis Para Ksatria Al-Qur'an) yang berisi kegiatan mengahafal Qur'an, tahsin dan pelajaran mengenai kitab adab para penghafal Qur'an juga kitab-kitab tajwid. Ada juga ekstrakurikuler fisik seperti BKC (Karate), Futsal, Voli, Tenis meja dan sebagainya.
Kitab-kitab kuning yang dipelajari di Pondok Pesantren K. H. Zainal Musthafa Sukamanah juga sangat beragam, diantaranya adalah kitab nahwu dan shorof seperti Jurumiyah, Imrithi, Alfiyah, Qowaidul lughoh, Amtsilah Tashrifiyah, Matan Bina Tashrif dan Shorof Alkailani. Terdapat juga pelajaran mengenai kitab Balaghah Al-Wadhihah yang membahas lebih lanjut mengenai gramatika bahasa Arab dari segi keindahannya.
Kitab-kitab lain dari cabang ilmu Tafsir, Tauhid, Akhlak, Hadits, Tarikh (sejarah), Fikih dan Tasawuf juga dipelajari di Pesantren ini. Sistem pembelajarannya pun lebih modern dengan cara membagi para santri ke dalam marhalah-marhalah atau kelas-kelas pengajian. Tingkatan kelas di pengajian ini ditentukan pada saat fase klasifikasi marhalah, dan para santri akan belajar sesuai tingkat kemampuannya.
Eksistensi Pesantren K. H. Zainal Musthafa Sukamanah dari masa ke masa menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak orangtua dari berbagai kota untuk menitipkan putra-putrinya di pesantren ini. Sisi sejarahnya pun menjadikan tanah Sukamanah menjadi lebih berarti. Tak heran, para santri dari Aceh, Jambi, Lampung, Kepulauan Riau, Maluku dan daerah lainnya di Indonesia rela datang jauh-jauh demi menjadi salah satu santri di Pondok Pesantren ini.
   Saat ini Pondok Pesantren K. H. Zainal Musthafa Sukamanah dipimpin oleh cucu dari As-Syahid K. H. Zainal Musthafa yakni K. H. Drs. Acep Thohir Fuad. Dibawah pimpinan beliau, Pondok Pesantren ini semakin maju dan berkembang, juga semakin meningkatkan eksistensinya di kalangan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H