Aku tak menjawab apapun. Seketika rasa perih menyelimuti hatiku. Â Aku bahkan tak paham sampai kapan aku akan terlantar di tempat antah berantah dengan kondisi miris seperti ini.Â
"Lo mau nggak gue traktir? Uang jajan gue masih ada nih yang jatah buat hari ini," Seperti biasanya, gadis murah hati di hadapanku ini akan menawarkan hal yang sama setiap mengetahui "musibah" yang menimpaku setiap awal bulan.
Aku menggeleng lemas. Sudah terlalu sering aku menerima bantuannya, dan ku pikir kali ini sebaiknya aku menolaknya.Â
"Kenapa La? Makan malam masih lama. Kita juga dikasih nasi sama pengurus palingan nanti selepas isya. Lo mau sakit?" Tanya gadis murah hati ini dengan nada khawatir.Â
Aku terkekeh pelan. "Lo lupa Nai? Tubuh gue dibuat dari besi dan baja, seperti yang selalu lo bilang. Gue bisa tahan meskipun lima hari cuman minum esteh doang." Ucapku membercandai tawaran gadis bernama Naiji ini.
Naiji menghela napas sambil memutar bola mata. "Yaudah kalo lo nggak mau, nanti kalo lo sampe pingsan atau kenapa-kenapa, gue nggak tanggungjawab loh."Â
Aku tertawa pelan menanggapi ucapannya. Ia lalu kembali menyantap makan siangnya yang berupa mie ayam pangsit dengan topping ekstra.Â
Di tanggal muda ini, hampir semua orang ramai memadati kantin setiap jam makan siang. Kebanyakan berlomba-lomba memesan makanan enak yang tersedia di dalam menu. Semua meja di kantin dipenuhi oleh anak-anak SMA yang tengah menikmati "gaji bulanan" yang rutin dikirim oleh para orang tua di awal bulan. Karenanya, tanggal muda atau awal bulan selalu menjadi hari-hari yang sangat istimewa bagi semua orang disini, kecuali aku tentunya.
Di tempat mengerikan ini, ada banyak anak yang merasakan kehangatan dari kedua orang tuanya bahkan meskipun berpisah dan bertemu hanya sebulan sekali saat jadwal kunjungan. Setelah mereka masuk ke tempat ini, para anak cenderung merasakan kehangatan serta perhatian yang lebih dari kedua orang tuanya. Dan para orang tua pun, akan semakin mengerti arti seorang anak setelah anak mereka tinggal di sini.Â
Bagi mereka, tempat ini adalah asrama. Namun bagiku, tempat ini adalah sebuah penjara. Ekspektasiku seketika pecah dan hancur saat mendapati sikap kedua orang tuaku yang tak kunjung berubah bahkan setelah aku berada disini. Semua tampak sama saja, tak ada yang berubah, dan kini, aku mulai lelah.
Berbeda denganku, Naiji, gadis yang tengah duduk di hadapanku adalah salah satu dari anak-anak beruntung yang tadi telah kuceritakan. Ia dapat hidup dengan tenang dan menuntut ilmu dengan nyaman disini karena kedua orang tuanya selalu memperhatikannya.Â