"Kasus bunuh diri kembali terjadi untuk yang kesekian kalinya di tahun ini. Dan mirisnya, lagi dan lagi pelaku bunuh diri ini adalah mahasiswa. Motif yang melatarbelakangi insiden ini pun masih sama dengan kasus-kasus yang sebelumnya terjadi, yakni tingginya tekanan dari orang tua dan keluarga...."
 Aku berbalik dan mulai melangkah menuju ke salah satu meja kantin, meninggalkan satu-satunya benda yang menjadi sumber hiburan bagiku selama berada di dalam penjara ini. Sudah lebih dari tiga kali di bulan ini televisi tabung yang bertengger di atas  kasir kantin itu menyiarkan berita dengan tema yang sama setiap jam makan siang. Berita itu kini bahkan terdengar begitu klise.
Kakiku tiba di salah satu meja kantin tempat dimana temanku sudah lebih dulu duduk dan menikmati menu makan siangnya. Perlahan ku seruput es teh manis di dalam gelas plastik yang ada di tanganku sambil mendudukan diri di hadapan temanku.Â
"Konyol banget ya, anak bunuh diri karena faktor orang tua dan keluarga. Bener-bener ironis," Ucap orang yang kini tengah duduk di hadapanku sambil menyeringai meremehkan.Â
Mendengarnya aku hanya bisa menyungging senyum tipis. Ia mungkin tak sadar kalau sewaktu-waktu bisa saja hal itu terjadi kepada orang terdekatnya. Lebih tepatnya lagi orang yang kini tengah berada di hadapannya.
"La, kenapa nggak pake sedotan?" tanya temanku sambil melihat ke arah es teh yang ada di tanganku.Â
"Abis." Jawabku singkat.
"Oh iya, lo nggak pesen makan? Emangnya nggak lapar? Waktu makan malam masih lama loh." Ia menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya malas ku jawab.
"Biasalah, kaya bulan-bulan sebelumnya." Jawabku membuat temanku itu berhenti menyuapkan makanan ke mulutnya.Â
"Seriously? Ini udah lebih dari tiga kali loh nyokap lo telat terus ngirim uang jajan. ini kan udah tanggal sepuluh La," ucapnya dengan nada tak menyangka.Â