Mohon tunggu...
Nazwa Nayla Salsabila
Nazwa Nayla Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Historyenthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stratifikasi Sosial Modern: Tantangan dan Peluang dalam Konteks Global

12 Desember 2024   11:10 Diperbarui: 12 Desember 2024   11:10 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Stratifikasi sosial adalah sistem hierarki yang mengelompokkan individu berdasarkan dimensi tertentu seperti kekayaan, kekuasaan, dan status sosial. Sistem ini bukanlah sesuatu yang baru, tetapi dalam konteks modern, stratifikasi sosial mengalami transformasi yang signifikan akibat globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial yang cepat. Stratifikasi sosial tidak hanya mencerminkan perbedaan ekonomi, tetapi juga mencakup dimensi politik, budaya, dan simbolis yang semakin rumit. Dalam artikel ini, berbagai tantangan dan peluang yang muncul dari stratifikasi sosial modern akan dikaji secara mendalam dengan merujuk pada literatur akademik Indonesia.

Pengertian dan Faktor Stratifikasi Sosial

Menurut Beni Ahmad Saebani dalam buku Ilmu Sosial Dasar (Bandung, Pustaka Setia, 2023: 67-71), stratifikasi sosial adalah lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat yang didasarkan pada perbedaan hak, kewajiban, dan tanggung jawab. Perbedaan ini menciptakan struktur hierarki di mana individu atau kelompok memiliki akses yang berbeda terhadap sumber daya sosial, ekonomi, dan politik. Stratifikasi sosial tidak hanya terbatas pada aspek material seperti kekayaan, tetapi juga melibatkan dimensi non-material seperti status dan prestise.

Beni Ahmad Saebani menjelaskan bahwa stratifikasi sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, ekonomi, pendidikan, hingga kekuasaan politik. Sebagai contoh, age stratification menunjukkan bahwa anggota masyarakat yang lebih tua biasanya memiliki hak dan kewajiban yang berbeda dibandingkan dengan generasi muda, terutama dalam konteks pengambilan keputusan keluarga dan komunitas. Selain itu, stratifikasi berdasarkan jenis kelamin mencerminkan adanya bias budaya yang sering kali mengutamakan laki-laki dalam aspek tertentu seperti kepemimpinan, meskipun hal ini mulai berubah seiring dengan meningkatnya kesadaran gender.

Menurut Koentjaraningrat dalam buku Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan (Jakarta, Gramedia, 2002: 78-87), stratifikasi sosial berfungsi sebagai mekanisme yang menjaga stabilitas masyarakat. Namun, dalam masyarakat modern, stratifikasi sering kali menjadi sumber ketegangan sosial, terutama ketika akses terhadap sumber daya menjadi semakin tidak merata. Faktor-faktor seperti teknologi dan globalisasi memperburuk situasi ini, menciptakan kesenjangan yang lebih tajam di antara kelompok sosial.

Tantangan dalam Stratifikasi Sosial Modern

Stratifikasi sosial modern membawa berbagai tantangan besar, terutama dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan. Ketimpangan sosial dan ekonomi yang terus meningkat menjadi ancaman nyata terhadap stabilitas sosial. Ketimpangan ini tidak hanya terkait dengan distribusi kekayaan, tetapi juga melibatkan akses terhadap teknologi, pendidikan, dan layanan kesehatan. Ketimpangan ini menciptakan apa yang disebut Guy Standing dalam The Precariat: The New Dangerous Class sebagai kelas precariat---kelompok masyarakat yang hidup dalam ketidakpastian ekonomi akibat perubahan pasar tenaga kerja global.

Fenomena ini menggambarkan bagaimana globalisasi dan fleksibilitas pasar tenaga kerja memperburuk stratifikasi sosial. Lapisan masyarakat yang rentan ini sering kali terjebak dalam pekerjaan sementara tanpa jaminan sosial, yang menciptakan lingkaran setan kemiskinan. Dalam konteks Indonesia, situasi ini tercermin dalam ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan, di mana akses terhadap pendidikan dan pekerjaan jauh lebih terbatas di daerah terpencil.

Selain itu, Koentjaraningrat menyoroti bahwa stratifikasi sosial yang tidak dikelola dengan baik dapat memicu konflik sosial. Ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya seperti pendidikan dan layanan kesehatan memperburuk ketegangan antar kelompok, yang pada akhirnya menghambat integrasi sosial. Ketimpangan ini juga berdampak pada kesehatan mental masyarakat, seperti yang diungkapkan Wilkinson dan Pickett dalam The Spirit Level.

Peluang untuk Mengatasi Stratifikasi Sosial

Meskipun penuh tantangan, stratifikasi sosial modern juga menciptakan peluang untuk menciptakan perubahan yang lebih adil dan inklusif. Nilai-nilai keagamaan seperti zakat dalam Islam dapat menjadi solusi yang efektif untuk mengurangi ketimpangan sosial. Zakat tidak hanya berfungsi sebagai redistribusi kekayaan, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat solidaritas sosial di antara anggota masyarakat.

Pendidikan adalah salah satu alat paling ampuh untuk mengatasi stratifikasi sosial. Soerjono Soekanto dalam Sosiologi: Suatu Pengantar (Jakarta, Rajawali Pers, 2001: 157-159) menegaskan bahwa pendidikan dapat membuka peluang bagi individu untuk memperbaiki status sosialnya. Namun, penting untuk memastikan bahwa akses terhadap pendidikan bersifat inklusif dan merata, terutama di wilayah terpencil. Dalam hal ini, teknologi dapat menjadi solusi untuk menjembatani kesenjangan. Parsudi Suparlan dalam Sistem Sosial Indonesia (Jakarta, Universitas Indonesia Press, 2004: 112-114) menekankan pentingnya pemerataan akses teknologi untuk mendorong kesetaraan.

Selain itu, gerakan sosial global seperti advokasi untuk kesetaraan gender dan keadilan rasial menunjukkan bahwa perubahan sosial adalah mungkin. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya keadilan sosial semakin meningkat, memberikan harapan bagi terciptanya masyarakat yang lebih sejahtera dan inklusif. Dalam konteks Indonesia, inisiatif seperti program beasiswa pemerintah untuk pendidikan tinggi dan pelatihan kerja menunjukkan bahwa langkah-langkah konkrit dapat diambil untuk mengurangi ketimpangan.

 

Stratifikasi sosial modern adalah fenomena yang kompleks dengan tantangan dan peluang yang saling terkait. Ketimpangan dalam akses terhadap kekayaan, teknologi, dan pendidikan menjadi masalah utama yang harus diatasi melalui kebijakan redistributif dan inklusif. Namun, dengan memanfaatkan pendidikan, teknologi, dan nilai-nilai keadilan sosial, stratifikasi sosial dapat dikelola untuk menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan.

Daftar Pustaka

  • Beni Ahmad Saebani. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Pustaka Setia, 2023.
  • Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 2002.
  • Parsudi Suparlan. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2004.
  • Soerjono Soekanto. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
  • Wilkinson, Richard & Kate Pickett. The Spirit Level: Why Equality is Better for Everyone. London: Allen Lane, 2009.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun