Mohon tunggu...
Nazwatul Mufidha
Nazwatul Mufidha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya Prodi S1 Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Biasa dipanggil Nazwa, memiliki hobi menyanyi dan bercerita, menyukai apapun yang berkaitan dengan coklat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konselor: Bekerja dengan Hati

4 Desember 2022   10:21 Diperbarui: 4 Desember 2022   10:32 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Assalamu'alaikum wr. wb. para pembaca setia kompasiana,

Apa kabar teman-teman sekalian? Semoga kita selalu dalam keadaan yang baik di bumi Allah mana pun yang kita pijak.

Sebelum membahas lebih dalam, apa yang terlintas di pikiran kalian ketika mendengar kata konseling?

Pasti pikiran kalian mengarah ke Guru BK. Memang benar, konseling berhubungan dengan Guru BK atau sebutan lainnya adalah Konselor. Namun, tidak sedikit orang yang masih belum paham mengenai apa dan siapa itu BK, tak jarang juga para orang tua dan murid yang beranggapan bahwa BK adalah tempatnya anak-anak yang bermasalah. 

Di mata mereka BK ibarat polisi sekolah atau momok menakutkan yang siap memangsa murid-murid yang mangkir dari jam pelajaran, murid-murid yang terlambat, murid-murid yang membuat kegaduhan di sekolah dan masih banyak hal negatif lain yang disangkutkan dengan BK. Stigma BK rupanya masih sangat buruk di mata masyarakat yang belum paham betul mengenai hal tersebut. Sebenarnya apa sih BK itu?

BK merupakan singkatan dari Bimbingan dan Konseling yang memiliki arti tersendiri setiap katanya. Bimbingan adalah sebuah proses pemberian bantuan berupa layanan preventif yang melibatkan guru, orang tua, atau teman dalam rangka membantu individu untuk mengoptimalkan perkembangan diri. 

Sedangkan konseling merupakan sebuah proses pemberian bantuan berupa layanan kuratif yang dilakukan oleh konselor atau guru bk dalam rangka membantu konseli untuk mencapai kemandirian dalam hal memecahkan masalah.

Beberapa orang beranggapan bahwa konseling adalah jantung dari bimbingan sehingga ketidakmampuan konselor dalam melakukan proses konseling akan menghilangkan ciri khas atau keunggulan dari profesi bimbingan dan konseling. Konselor adalah sebuah profesi berlatarbelakang pendidikan minimal sarjana S1 dan telah menempuh pendidikan profesi konselor atau guru (PPK/PPG) yang mempunyai keahlian untuk memberikan layanan konseling. 

Konselor merupakan profesi yang sangat mengandalkan hati dan perasaan dalam bekerja karena konselor tidak dapat berperilaku sesuai gaya dan kehendaknya melainkan mengetahui dimensi personal yang harus dimiliki, mempunyai sense of drama yang kuat agar dapat menangkap air muka, bahasa tubuh, bahasa lisan  dan sebagainya serta bersikap mendorong dan non judgemental. 

Konselor adalah si mata jeli yang harus bisa bersikap layaknya seorang detektif yang akan mengamati perilaku, komunikasi, dan ucapan-ucapan konseli. Konselor juga senantiasa membuka tangannya yang diperuntukkan bagi semua kalangan usia dan tidak diskriminatif yang menunjukkan bahwa konselor lebih mengutamakan kenyamanan konseli dripada dirinya.

Mengenai role atau peran dari seorang konselor, Barruth dan Robinson (1987) serta Gibson dan Mitchell (1995) mengemukakan beberapa peran utama konselor khususnya di lingkungan sekolah. Pertama, konselor sebagai terapis/pewawancara yang berusaha membantu menyembuhkan konseli melalui suatu proses wawancara atau komunikasi terapeutik. 

Membantu dalam hal ini berfokus pada konseli yang secara pribadi dapat mencapai tujuan-tujuan interpersonal dan intrapersonalnya, mengatasi kekurangan pribadi dan kesulitan dalam perkembangannya, membuat keputusan dan rencana untuk perubahan dan perkembangannya, serta meningkatkan kesehatan fisik dan mental untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya.

Kedua, konselor sebagai konsultan yang menerima konsultasi dari berbagai pihak dalam upaya membantu perkembangan siswa. Tidak sembarang orang dapat menjadi konsultan karena dalam hal ini diperlukan sebuah keahlian khusus. Menurut Dinkmeyer dan Carlson (2006 : 24), menjadi konsultan harus harus dapat bersikap empati dan memahami perasaan orang lain dalam mengalami dunianya, mampu membangun hubungan yang baik dan bermakna dengan peserta didik atau orang dewasa lainnya, bersikap sensitif terhadap kebutuhan orang lain, mengetahui kedinamikaan psikologis, motivasi, dan tujuan dari tingkah laku manusia, mampu memepertanggungjawabkan sebuah masalah yang penting serta mampu menginspirasi sejumlah orang.

Ketiga, konselor sebagai agen perubahan dan agen pencegahan. Konselor harus mampu mengembalikan fungsi keseluruhan lingkungan konseli yang mana hal tersebut dapat memengaruhi kesehatan mentalnya serta mencegah perkembangan yang slah atau tidak sesuai pada diri konseli melalui pengadaan program-program yang bersikap antisipatif atau preventif seperti layanan informasi, penempatan, dan penyaluran.

peran utama konselor selanjutnya yaitu konselor sebagai koordinator yang mampu merencanakan sebuah program dan bertanggungjawab dalam mengoordinasikan berbagai macam kegiatan bimbingan dan kegiatan pendukung lainnya di sekolah serta berkoordinasi dengan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan tersebut seperti psikolog, pekerja sosial, dan lainnya.

Konselor juga memiliki peran sebagai assessor yang memahami prosedur pelaksanaan assessment. Dalam hal ini konselor memiliki peran dalam melakukan penilaian dari hasil tes maupun non tes yang mana hasil tersebut dapat dijadikan sebagai pemahaman tentang konseli mengenai potensi, dampak dari perkembangan, dan pengaruh faktor lingkungan pada tingkah lakunya. Selain itu, konselor juga memiliki peran sebagai agen orientasi atau fasilitator yang membantu mengarahkan dan mengadaptasi siswa dari situasi yang sebelumnya pada situasi yang baru.

Peran terakhir yang tak kalah penting bagi konselor adalah sebagai pengembang karier yang mana dalam hal ini konselor akan membantu konseli untuk dapat memahami dan menemukan fakta-fakta tentang dirinya dan dunia kerja yang belum ia pahami sebelumnya. 

Selain peran-peran menurut para ahli yang telah disebutkan diatas, konselor juga merupakan seorang pendengar yang aktif. Dialog-dialog yang sudah pasti terjadi dalam sesi konseling membuat konselor harus menguasai keterampilan dasar yang satu ini. Berbeda dengan mendengar pada umumnya, active listening ini melibatkan seluruh panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya seperti kontak mata, anggukan kepala, pemberian feedback, tidak menyela pembicaraan, dan lain sebagainya. 

Hal ini akan membuat konseli merasa bahwa ia diterima dan merasa dipedulikan mengenai masalah yang disampaikannya sehingga dapat mendorong konseli untuk lebih terbuka dalam menyampaikan dan meluapkan emosinya yang tentunya akan mempermudah konselor dalam penangaanannya. Selain itu, konselor juga memegang teguh asas kerahasiaan yang merupakan kunci dari asas-asas bimbingan dan konseling lainnya. Jadi, apa yang disampaikan oleh konseli tidak akan bocor kemana-mana dan akan terjaga privasinya.

Nah, buat teman-teman yang mempunyai masalah atau ingin berkonsultasi mengenai pendidikan, karier, hubungan asmara, pertemanan, keluarga dan lain sebagainya, tidak perlu ragu untuk datang ke konselor, ya. Karena konselor sebenarnya adalah sahabat bagi kalian semua. 

Sekian yang dapat penulis sampaikan, semoga menjadi tambahan ilmu dan bermanfaat bagi kita semua.

Sampai jumpa di topik selanjutnya,

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Sumber :

Nursalim, Mochamad. (2015). Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Erlangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun