Pola asuh merupakan sejumlah model atau bentuk perubahan ekspresi dari orang tua yang dapat mempengaruhi potensi genetic yang melekat pada diri individu dalam upaya memelihara, merawat, membimbing, membina dan mendidik anak-anaknya baik yang masih kecil ataupun yang belum dewasa agar menjadi manusia dewasa yang mandiri dikemudian hari (Nuraeni & Lubis, 2022). Ada beberapa jenis pola asuh yang diantarnya adalah pola asuh otoritatif. Dalam pola asuh ini, orang tua memberi kebebasan yang disertai bimbingan kepada anak. Orang tua banyak memberi masukan-masukan dan arahan terhadap apa yang dilakukan anak.
Salah satu keluarga yang menerapkan pola asuh ini adalah keluarga saya. Pola asuh ini merupakan pola asuh yang tidak membebaskan anak tetapi juga tidak memberikan aturan yang ketat kepada anak. Dalam pola asuh ini, Orang tua akan tetap berperan memberikan tuntutan ekspektasi kepada anak tapi  orang tua ini juga masih menerapkan sikap terbuka.  Oleh karena itu, anak-anak tidak dituntut untuk selalu berhasil dan harus selalu benar dalam segala hal. Walaupun demikian, anak-anak akan tetap merasa memiliki beban tanggung jawab untuk mewujudkan tuntutan eskpektasi orang tua.
Orang tua otoratif ini akan sangat ikut berperan dalam perkembangan anaknya baik dalam segi hal pendidikan atau pun lainnya. Berdasarkan pengalaman saya, orang tua otoriter akan sangat mendukung anaknya untuk mencapai impiannya dan akan memberikan tuntutan minimal hasil belajar yang harus anaknya usahakan. Sejauh yang saya alami, tuntutan itu menjadi motivasi saya dalam belajar. Ekspektasi orangtua juga menjadi landasan anak dalam menggapai cita-citanya.
Tidak hanya dalam hal pendidikan tetapi juga orang tua otoratif sangat berperan dalam pembentukan mental anak. Orang tua otoratif akan memberikan ruang untuk anak terbuka dan berdiskusi dalam permasalahan yang dimiliki. Orang tua otoratif juga merupakan kabar yang baik untuk anak yang gagal ujian seleksi perguruan tinggi karena mereka akan sangat terbuka dan memberikan ruang untuk anaknya memilih masa depannya walaupun tidak sesaui dengan ekpektasi mereka.
Akan tetapi, beberapa orang tua otoriter juga memberikan batasan yang ketat untuk anaknya. Contohnya adalah batasan dalam pacaran. Mereka memberi batasan dalam hal ini karena memiliki alasan yang berbeda. Namun, orang tua otoriter tetap akan terbuka terhadap pendapat anaknya. Batasan tersebut dengan alasan yang logis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H