Mohon tunggu...
Nazwa Aulia Rahadian
Nazwa Aulia Rahadian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

43223010030 || S1 Akuntansi || Fakultas Ekonomi dan Bisnis || Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

18 November 2024   19:38 Diperbarui: 18 November 2024   19:38 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPT Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

1. Pemberdayaan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial

  • Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran: Salah satu faktor penyebab terjadinya korupsi di kalangan masyarakat maupun aparatur negara adalah tekanan sosial ekonomi. Negara perlu mendorong program yang fokus pada pengurangan kesenjangan ekonomi dan pengangguran. Inisiatif seperti pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UMKM) dapat membantu menciptakan stabilitas ekonomi.
  • Pendekatan menyeluruh pada Kesejahteraan Sosial: Penelitian menunjukkan bahwa tekanan kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan pangan dan pendidikan, seringkali mendorong seseorang mengambil tindakan koruptif. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih menyeluruh dalam mendukung kesejahteraan sosial dapat mengurangi potensi individu untuk melakukan tindak korupsi.

2. Reformasi Tata Kelola Pemerintahan dan Kelembagaan

  • Peningkatan Integritas Penyelenggara Negara: Untuk mencegah korupsi yang dilakukan oleh individu berkuasa, penting untuk membangun aparatur negara yang berintegritas tinggi. Hal ini dicapai melalui pembinaan integritas sejak dini, perbaikan pendidikan dan pelatihan etika di lembaga pemerintahan, serta penerapan sanksi sosial dan hukum yang tegas terhadap pelanggaran.
  • Desentralisasi yang Akuntabel: Dalam sistem desentralisasi, risiko penyalahgunaan kekuasaan di tingkat daerah dapat meningkat. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pengawasan yang kuat dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan daerah untuk mencegah korupsi.

3. Penegakan Hukum yang Tegas, Adil, dan Berintegrasi

  • Sanksi yang Berat dan Efektif: Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi, termasuk pengenaan hukuman yang berat seperti pidana penjara, denda besar, dan sanksi sosial, dapat memberikan efek jera. Kombinasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tindakan korupsi juga diharapkan mempersempit ruang gerak bagi pelaku korupsi untuk menyembunyikan hasil kejahatannya.
  • Penguatan Kelembagaan Penegak Hukum: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, dan kepolisian harus bekerja secara sinergis, konsisten, dan bebas dari intervensi. Perlu ada koordinasi yang terintegrasi antara lembaga-lembaga ini untuk memastikan efektivitas dalam penanganan kasus korupsi.

4. Pendidikan dan Peningkatan Kesadaran Anti-Korupsi

  • Pendidikan Sejak Dini: Pengenalan pendidikan anti-korupsi pada anak-anak di bangku sekolah penting untuk membangun budaya anti-korupsi sejak usia dini. Ini akan membantu membentuk karakter generasi muda yang memiliki sikap dan perilaku yang tegas menolak segala bentuk tindakan yang merugikan negara.
  • Kampanye Anti-Korupsi: Kampanye melalui media massa, media sosial, dan komunitas masyarakat anti-korupsi dapat menciptakan kesadaran publik yang luas tentang bahayanya tindak korupsi dan memberikan tekanan sosial terhadap pelaku korupsi.

5. Pengawasan dan Transparansi Publik

  • Mekanisme Perlindungan bagi Pelapor: Perlindungan bagi pelapor dan saksi yang bersedia bekerja sama dalam pengungkapan tindak pidana korupsi harus diberikan. Ini untuk mendorong pengungkapan kasus-kasus yang tersembunyi di balik kekuasaan dan mencegah adanya praktik-praktik intimidasi terhadap mereka yang berani berbicara.
  • Penguatan Partisipasi Masyarakat: Partisipasi masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan perlu ditingkatkan.

Studi Kasus Terkait Korupsi di Indonesia

Kasus Korupsi Mantan Rektor Universitas Lampung

Beberapa tahun lalu, terdapat sebuah kasus yang melibatkan seorang Rektor dan juga bawahannya terkait kasus tindak pidana korupsi suap. berikut ini kronologi mengenai terjadinya kasus korupsi yang dilakukan para petinggi di Universitas Lampung.

Prof. Dr. Karomani, yang pada saat itu menjabat sebagai Rektor Universitas Lampung, ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 19 Agustus 2022, sekitar pukul 21.00 WIB. Penangkapan ini terkait dengan dugaan suap dalam penerimaan mahasiswa baru (PMB). Dugaan itu muncul setelah seorang calon mahasiswa merasa dirugikan karena terdapat siswa dengan nilai rendah di SMA bisa diterima, sementara anaknya yang berprestasi tidak diterima. Karomani diduga menetapkan tarif Rp 100 juta hingga Rp 350 juta untuk meloloskan calon mahasiswa dan menerima total suap sekitar Rp 5 miliar melalui jalur mandiri (PMB). Selain Karomani, KPK juga menetapkan beberapa orang yang ikut terlibat, yaitu Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof. Heryandi dan Ketua Senat, M. Bisri sebagai tersangka dalam perkara ini. Ketiganya ditahan di Rutan Bandar Lampung. Saat Karomani dibawa oleh petupas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Rutan, dirinya menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat, "Ya saya mohon maaf lah pada masyarakat pendidikan Indoneisa" Kata Karomani di depan awak media di lobi Gedung KPK, Minggu (21 Agustus 2022).

Lalu, Orang yang memberikan suap, Andi Desfiandi, melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 4 bulan. Dalam kasus ini, Karomani memerintahkan beberapa bawahannya, termasuk Wakil Rektor Heryandi, Kabiro Perencanaan dan Humas Budi Sutomo, serta Ketua Senat M. Bisri, untuk mengatur seleksi Simanila 2022 dengan mengevaluasi calon mahasiswa secara personal.

KPK telah memeriksa sejumlah saksi, mulai dari pimpinan Universitas Lampung hingga pejabat di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jaksa penuntut mendakwa Karomani dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Mantan Rektor ini diduga menerima suap senilai Rp 6,985 miliar dan 10.000 dolar Singapura dari tahun 2020 hingga 2023. Pada tahun 2020, ia mengantongi gratifikasi sebesar Rp 1,650 miliar dan 10.000 dolar Singapura, pada tahun 2021 memperoleh Rp 4,385 miliar, dan pada tahun 2022 menerima Rp 950 juta. Dalam proses persidangan, Karomani menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa dirinya saat ini kesulitan secara finansial, mengklaim hidup seperti gelandangan setelah rekeningnya diblokir oleh KPK, sehingga harus meminjam uang.

Jaksa KPK menuntut Karomani dengan hukuman 12 tahun penjara atas tindak pidana suap terkait penerimaan mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Ketua Majelis Hakim, Lingga Setiawan, menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan memerintahkan Karomani membayar uang pengganti sebesar Rp 8,075 miliar, lebih rendah dari tuntutan jaksa sebesar Rp 10,2 miliar dan 10.000 dolar Singapura, dengan ketentuan hartanya disita jika tidak mampu membayar. Selain itu, Heryandi dan M. Basri juga dinyatakan bersalah dalam kasus ini dan divonis masing-masing 4 tahun 6 bulan penjara, lebih rendah dari tuntutan jaksa sebesar 5 tahun. Keduanya juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta atau subsider dua bulan kurungan, serta membayar uang kerugian negara masing-masing Rp 300 juta untuk Heryandi dan Rp 150 juta untuk M. Basri, dengan ketentuan harta mereka dapat dilelang jika tidak mampu membayar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun